Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Gotong Royong Masih Melekat di Warga Desa Wlahar Brebes

17 Februari 2018   08:05 Diperbarui: 17 Februari 2018   09:05 1597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerusan Air Kalipemali/Doc Eko Dhardirdjo

Inspirasi penulis pagi ini, sabtu(17/02/2018) seperti apasih implementasi yang pernah di kemukakan  M. Nasroen seorang pelopor filsafat Indonesia, bahwa Bangsa Indonesia akan maju untuk mencapai hasil yang didambakan harus bersama dengan musyawarah, pantun, Pancasila, hukum adat, ketuhanan, dan kekeluargaan, gotong royong menjadi dasar filsafat Indonesia. 

Disinilah penulis mengawali sebuah tulisan, dengan melihat salah satu contoh model yang dilakukan oleh  warga di Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah tepatnya di Dusun Wlahar, Desa Wlahar, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes.  

Ternyata semangat gotong royong masih melekat pada sebagian penduduk Desa Wlahar ini. Mereka awalnya melakukan rembug untuk mencari mufakat di salah satu rumah penduduk, dan menyepakati pelaksanaan gotongroyong dengan membawa alat yang dibutuhkan untuk kerja bhakti.

Fokus garapan adalah jembatan yang rusak akibat gerusan air yang kuat, intensitas hujan yang lebat sehingga sebagian ruas tanah dijembatan tersebut longsor, akibatnya akan berbahaya pada kondisi jembatan penghubung tersebut.  Hal ini tampak pada gambar dibawah ini, disaat belum dilakukan gotongroyong. 

Gerusan Air Kalipemali/Doc Eko Dhardirdjo
Gerusan Air Kalipemali/Doc Eko Dhardirdjo
Apa yang dilakukan warga desa itu adalah perwujudan rasa syukur dan mau merawat jembatan sebagai akses transportasi yang sangat menguntungkan, jika nanti ambruk akibatnya warga terganggu transportasinya, butuh biaya yang tidaklah murah dan memerlukan waktu yang cukup panjang jika dibangun kembali karena sumber alokasi dananya berasal dari dana rakyat tentunya. 

Istilah gotongroyong memang ada sejak dulu, hanya saja hasilnya sama namun ada perbedaan istilah saja, sebagai contoh di Nangro Aceh Darussalam dinamakan Alang tulung merupakan tradisi saling tolong menolong, baik dalam kegiatan sosial, acara keluarga, ekonomi maupun religi yang didasari oleh ajaran leluhur dan ajaran islam yang mayoritas dianut oleh orang gayo, Aceh. 

Di Sumatera Utara dikenal dengan Siadapari yakni  kegiatan bercocok tanam yang dilakukan masyarakat Batak Toba untuk mengerjakan tanah dari masing-masing anggota kelompok dan secara bergiliran. Keanggotaan kelompok sifatnya sukarela dan masa berdirinya tergantung persetujuan peserta.

Di tanah minang yakni Sumatera Barat, dikenal dengan Hoyak tabuik merupakan kerja sama masyarakat di acara ritual tolak bala untuk membawa serta mengayak Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang menjelang matahari terbenam.  

Di Riau dikenal dengan istilah Batobo adalah Sebutan untuk gotong royong yang biasa dilakukan untuk meringankan pekerjaan pertanian seseorang, dengan demikian akan lebih cepat selesai dan lebih mudah. 

Di Kepulauan Bangka Belitung diistilahkan dengan Nganggung adalah suatu tradisi turun temurun yang hanya bisa dijumpai di Bangka, yang mencerminkan sifat kegotong royongan, berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Bahkan di lampung pun berbeda istilah gotongroyong dengan nama Sakai-Sambaian merupakan istilah gotong royong di daerah lampung yang saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya. 

Bahkan tetangga sebelah provinsi yakni di Yogyakarta istilah gotong royong dengan nama Gugur gunung memiliki makna kerja sosial yang dilakukan bersama-sama untuk menyelesaikan pekerjaan berat, seolah-olah seperti meruntuhkan gunung.

Kalau kalangan santri istilah gotongroyong adalah ro'an yakni para santri berkumpul untuk membersihkan kompleks pondok pesantren agar lingkungan pondok pesantrennya begitu rapih dan bersih serta sehat.  Santri beserta ustad membersihkan kolam, kebun, maupun kamar-kamar/belik. Semua yang dilakukan ini adalah bagian dari kekeluargaan dan menumbuhkan semangat kebersamaan. 

Apa yang dilakukan oleh warga wlahar dalam memperbaiki jembatan tersebut mengandung makna guyub (kebersamaan) dan melestarikan budaya indonesia agar semangat gotongroyong tidak punah walaupun derasnya informasi dan teknologi yang demikian dahsyatnya.  Mereka secara bersama-sama dan bersifat sukarela, dengan harapan apa yang  dikerjakan tersebut dapat berjalan dengan lancar, mudah dan terkesan lebih ringan karena dilakukan secara bersama-sama.

Inilah jawaban mereka melakukan gotong royong  berarti memiliki kepribadian yang tinggi, dan tidak mudah terpengaruh oleh kebudayaan asing yang lebih mementingkan individualisme. 

Dalam kehidupan ekonomi misalnya, yang semula bangsa Indonesia berdasarkan pertanian, setelah masuknya masa industrialisasi, semangat gotong royong masayarakat berkurang, hal ini disebabkan karena masyarakat sekarang cenderung besifat individualistis, sehingga ada anggapan umum " hidup bebas asal tidak mengganggu kehidupan orang lain".

Penuh Semangat Kerja Bhakti/Doc Wurja
Penuh Semangat Kerja Bhakti/Doc Wurja

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun