Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

"Overload" Sampah, Harus Segera Dibenahi Hulu Hilir

10 Februari 2018   07:36 Diperbarui: 10 Februari 2018   08:07 1245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buang sampah sembarangan jelas dilakukan oleh sebagian masyarakat ke lokasi yang dipilih, bisa ditempat yang sesuai aturan yaitu di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) atau langsung bisa dikoordinor desa terus pakai mobil tosa dibuang ke TPA. Ada juga yang membuang sampah di depan rumahnya karena nanti ada petugas yang dibayar bulanan lewat iuran warga kompleks tersebut, petugas tiap pagi rutin mengambil tumpukan sampah di depan rumah kompleks tersebut, lalu dibuang ke TPS atau ke TPA. 

Kadang juga ada sebagian warga masyarakat, karena merasa membuang di sungai atau pekarangan orang lain dianggap sepi dan pemiliknya juga cuek tidak melarangnya, maka semakin menumpuk sampah organik dan unorganik. Dampaknya sampah sering jadi momok bagi mereka yang rumahnya dekat pintu air atau di TPS ataupun di kompleks pembuangan TPS liar. 

Mereka yang dekat lokasi tersebut, jelas mengeluh tiap hari, bahkan jika diminta tanda tangan untuk menolak, orang pertama yang menandatangani penolakan pembuangan di kompleknya ada TPS, karena bagi mereka tidaklah nyaman dan sehat, bau sampah dan lalat menjadikan rumahnya dan lingkungan sekitarnya kena imbas. 

Contohnya di Desa Kupu, Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes, di kompleks ini terutama di jembatan tempe istilah mereka kenal, sudah hampir tiga hingga empat kali dibersihkan dengan becco, namun setiap bulan jika ada aliran air dari hulu, membawa material yang cukup banyak yakni sampah. Terlihat pada gambar dibawah ini. 

Foto : Diskominfotik Brebes
Foto : Diskominfotik Brebes
Seiring pertambahan jumlah penduduk, dan muncul banyak hunian baru, jelas menjadi persoalan yang tidaklah mudah ditangani dengan cepat dan tepat bila, bahkan kecenderungan sebagian masyarakat membiarkan saja atau buang ke TPS lalu dibiarkan, toh itu pekerjaan dari pihak Pemerintah dalam hal ini adalah Dinas Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Sampah. 

Fenomena sekarang, semua TPS tidak pernah sepi dari buangan sampah warga, bahkan jika mereka sudah bosan buang sampah dilokasi tersebut karena tidak diambil tumpukan sampah tersebut, sebagian warga buang dilokasi bebas, kadang di jalan umum, dengan catatam buangnya malam hari dan merasa tidak bersalah toh nanti ada petugas kebetsihan yang angkut sampah tersebut. 

Walaupun armada Truck disiapkan 10 dim truck, namun ternyata tidaklah cukup dan resikonya anggaran yang harus disediakan bertambah, prediksi usulan anggaran sebulan 3x angkut dilokasi tersebut, ternyata sekarang ini bisa puluhan kali, resikonya anggaran tidak mencukupi, akhirnya bisa terjadi pembiaran tidak ditangani, dampaknya bau busuk dan sumber penyakit menjadi masalah baru. 

Warga protes bisa lewat media sosial atau lewat wartawan online dan cetak dimyat, dan dianggap pemerintah melakukan pembiaran tidak ada penanganan terhadap sampah yang ada. 

Menurut penulis fenomena menarik ketika sampah itu overload, pertama kesadaran masyarakat untuk buang sampah sangat tinggi, apakah dibuang ke tempat yang tepat atau buang sembarangan, kedua warga banyak yang belum paham dalam memisahkan antara sampah organik dan unorganik, apalagi sampah bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan income keluarga, ketiga, penolakan lokasi TPS dan juga TPA disejumlah daerah menyebabkan pemkab/pemkot harus ekstra kerja keras, keempat, minimnya alokasi anggaran untuk pembenahan dan pengelolaan sampah, dampaknya adalah sampah dibiarkan dibuang di TPA, tidak dilakukan pengelolaan sampah yang profesional, kelima, lesadaran masyarakat untuk perubahan perilaku masih lambat, mungkin karena sosialisasi kepada warga relatif minim, sehingga terkesan warga pun cuek bila dalam membuang sampah. 

Hulu hilir dalam pengelolaan sampah termasuk perubahan perilaku harus dilakukan, jika ingin persoalan sampah bisa terselesaikan, aturan yang mengikat dan sangsinya juga harus tegas, sehingga sampah bukan menjadi polemik yang berkepanjangan tapi menjadikan incime pendapatan yang diperhitungkan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun