Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Akibat Penolakan Petugas Kesehatan, Bayi Mungil di Brebes Akhirnya Meninggal

12 Desember 2017   08:18 Diperbarui: 12 Desember 2017   10:28 1540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Beberapa media mainstream baik online maupun cetak,  bahkan media elektronik pun mempublikasikan, Bayi mungil yang bernama almarhumah Icha Selfia, berusia 7 bulan, warga Desa Sidamulya, Kecamatan Wanasari, Brebes, Jawa Tengah itu, meninggal dunia, pada Minggu, 10 Desember 2017. Berita ini menjadi viral disejumlah media sosial, baik di group celoteh brebes membangun, di group komunitas brebes lainnya, bahkan disejumlah status facebook warga menyayangkan tindakan oknum petugas kesehatan tersebut.  

Kondisi bayi mungil  mengalami muntah dan berak (muntaber) secara terus-menerus.  Malam hari dibawa ke dukun urut, paginya dibawa ke puskesmas sidamulya, karena puskesmas ini paling dekat dimana rumah tinggal, namun saat mendaftar petugas menolak, dengan alasan administrasi kartu KIS anaknya tidak dibawa, hanya membawa KIS ibunya, malah ditolak dan ditelantarkan, akibatnya sepulang dari puskesmas, kondisi anak saya ke lima ini, akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. 

Berbagai opini publik langsung menunai keras atas tindakan petugas ini, ada yang mengatakan, tindakan oknum petugas itu benar-benar tidak manusiawi, dan minta dicopot saja kepala puskesmas dari jabatannya karena telah terbukti tidak mampu untuk memimpin di Puskesmas Sidamulya Brebes. 

Oknum Petugas yang telah sengaja disaat bertugas tidak melayani pasien dan melakukan diskriminasi pelayanan yang berdampak sengaja maupun tidak sengaja telah mengakibatkan meninggalnya pasien karena tidak mendapatkan pelayanan ditindak tegas sesuai hukum dan perundangan undangan yang berlaku. Jika Pemerintah daerah tidak segera menangani masalah ini dengan serius maka saya Anom Panuluh atas nama pribadi dan Relawan Kesehatan Indonesia akan kembali turun ke jalan menuntut keadilan untuk saudaraku yang tidak mampu yang telah terdzolimi. 

Begitu pula diungkapkan oleh caswito, Oh ternyata petugasnya hanya yang ada dalam pikiranya itu duit2, katanya mengabdi rakyat,ingat sumpah jabatanmu itu, yang bikin ditolak itu apanya apa karena orang miskin,apa karna berkas kurang, menurut saya kekurangan apapun baik duit ataupun berkas bisa diselesaikan. Di akhir yg terpenting keselamatan dulu. mohon share siapa petugas sy ingin melaporkan keranah hukum sy rela duitnya habis demi menuntut keadilan.

Berikut ini penulis mencoba untuk memberikan beberapa rujukan yang bisa dijadikan sebagai referensi, Apakah rumah sakit boleh menolak atau meminta uang muka kepada pasien saat dalam keadaan darurat/kritis?

Tidak boleh. Dasar hukumnya Pasal 32 ayat 1 dan 2 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), berbunyi:

Pasal 32 ayat 1: "Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan pencatatan terlebih dahulu."

Pasal 32 ayat 2: "Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka"

Selain itu Pasal 29 ayat (1) huruf f Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UU Rumah Sakit) yang mengatur tentangKewajiban Rumah Sakit, dengan tegas menyatakan Rumah sakitwajib memberikan fasilitas pelayanan pasien gawat darurat tanpa uang muka.

Selengkapnya Pasal 29 ayat (1) huruf f: "Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban: melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin,pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan;"  

Berdasarkan bunyi pasal di atas, jelas bahwa dalam keadaan darurat rumah sakit seharusnya tidak bolehmenolak pasien dan/atau meminta uang muka, sebab dalam keadaan darurat/kritis yang menjadi tujuan utama adalah penyelamatan nyawa atau pencegahan pencacatan terlebih dahulu.

II. Apa langkah hukum yang bisa diambil pasien, apabila rumah sakit menolak atau atau meminta uang muka kepada pasien padahal sedang dalam keadaan kritis/darurat?

Pasien bisa menuntut Rumah Sakit baik secara perdata maupun secara pidana. Dasar hukumnya, Pasal 32 huruf q Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UU Rumah Sakit), berbunyi: "Setiap pasien mempunyai hak: menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana;".

Secara perdata, Pasien bisa mengajukan gugatan ke pengadilan atau melalui Badan penyelesaian sengketa konsumen terhadap rumah sakit yang akibat tindakannya telah merugikan pasien (lihat juga pasal 1365 KUH Perdata)

Atau bisa juga menempuh jalur pidana dengan melaporkan pimpinan rumah sakit dan/atau tenaga kesehatannya ke polisi.

Dasar hukumnya Pasal 32 ayat 2 jo Pasal 190 ayat 1 dan 2 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, berbunyi:

Pasal 32 ayat 2:

"Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swastadilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka"

Pasal 190 ayat (1):

"Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)."

Ayat (2):

"Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)".

Berdasarkan pasal di atas, jelas bahwa pimpinan rumah sakit dan/atau tenaga kesehatan yang menolak pasien dan/atau meminta uang muka, dapat dituntut secara pidana dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak dua ratus juta rupiah. Dan apabila hal tersebut menyebabkan terjadinya kecacatan atau kematian pada pasien, maka ancaman pidananya lebih berat yaitu pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah.

Sekian semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

[1] Pasal 1 angka 2 UU Rumah Sakit:"Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut."

[2] Pasal 1 angka 1 UU Rumah Sakit:"Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun