Brebes dikenal sebagai penghasil bawang merah terbesar di Indonesia. Hampir sebagian tanah sawahnya ditanami bawang merah dengan berbagai varietas macemnya, ada bibit kuning gombong, juna warso, bima curut, maupun macem nama jenis bibitnya. Mereka tidak kenal kapok/rugi terus, tetap istiqomah dalam berusaha. Itulah modal kuatnya para petani atau pengusaha Brebes.
Sejak musim tanam hingga panen membutuhkan waktu dua bulan efektif, perawatan harus ekstra kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas. Tiap hari para petani harus datang untuk merawat tanaman ini, stok air harus tercukupi, pupuk juga harus tersedia dan obat pertanian harus disediakan oleh mereka yang merawatnya.Â
Saat mau menanam, setelah posisi tanah sudah siap ditanami bibit bawang, selanjutnya peran perempuan sangat berarti, pasalnya mereka inilah yang menaruh bibit di lahan tersebut. Jika lahannya jauh karena sewa tanah, maka para perempuan ini, harus berangkat sebelum subuh bahkan sebelum fajar menyingsing mereka harus naik mobil barang, biasanya angkutan L300.Â
Saat tiba di lahan sawah yang dituju, perempuan hebat ini sudah langsung melaksanakan tugasnya, yakni menaruh bibit bawang di lahan yang sudah disiapkan, puluhan perempuan dengan cekatan bergerak dan tanpa kenal lelah langsunh menaruh bibit satu demi satu.Â
Sengatan terik dan hawa panas selalu tertimpa pada kulit dan wajahnya, mereka sudah terbiasa dan terlatih, istirahat hanya sekali saja, itu pun hanya minum dan mencicipi snack yang dibawa nya atau kadang mendapatkan ubi jalar atau pisang rebus, kadang juga aneka gorengan pisang atau tahu dan tempe.
Mereka bekerja setengah hari, bisa sampai sore hari, jika mereka itu bekerja dengan lahan yang luas dan jauh dari tempat tinggal, misalkan rumahnya di Brebes kemudian menanam di Weleri Kendal atau Majalengka Jawa Barat, maka perempuan ini harus bermalam dalam beberapa hari.Â
Pekerjaan perempuan yang dominan berikutnya adalah saat masa panen, mereka harus mencabut beberapa daun bawang beserta isinya, dibuat dalam 1 kepalan tangan lalu di ikat dan ditaruh dilahan tersebut, dibelakangnya nanti ada pekerja laki-laki yang mengambil ikatan bawang tersebut.Â
Bawang dikumpulkan di satu tempat, lalu diangkut kendaraan L300 ke lapak bawang (tempat untuk menjamur bawang). Di lapak ini butuh kisaran 7 hari hingga 10 hari tergantung pilihan bawangnya mau kering askip atau milih untuk dipotong daunnya, jika hanya diambil ubinya maka saat datang bawangnya, para perempuan ini langsung ambil bawang, modal payung biar saat panas tidak terkena kulit langsung, sama bawa ani-ani (pisau) untuk moges (motong) misahkan daun dengan ubi.
Rata-rata setiap hari kisaran bisa 1 kwintal hingga 2 kwintal satu perempuan yang lincah dan trampil. Per kilo dihargai Rp 500,- jika sehari dapat 1 kwintal lumayan kan hasilnya buat bantu menafkahi keluarganya. Kondisi jika anaknya banyak, inilah yang menjadi alasan kenapa ketika anaknya banyak disuruh sama orang tuanya bantu-bantu sehingga dapat hasil yang bertambah.Â
Ada juga perempuan pembutik, tugasnya adalah membuat cantik tampilan bawang merah, saat sudah kering dan mau dikirim ke jakarta atau ke luar pulau, biasanya para pembutik ini sengaja dipekerjakan sama pengusaha bawang merah, mereka kerja sejak pagi hingga sore hari. Istirahat dua kali. Upah mereka Rp 60 ribu per hari. Bawang yang kering ini akan dipoles sama para juru butik ini, sehingga tampilannya semakin manis dan kelihatan bagus.Â
Pembutik ini tiap hari dipastikan tersengat matahari, sehingga kulit mereka sedikit demi sedikit berbeda dengan para perempuan yang tidak mendapatkan cahaya matahari langsung.Â
Pembutik ini kadang juga lupa saat makan harus cuci tangan pakai sabun, wajar jika kuman bisa terjadi sewaktu-waktu pada perempuan ini, belum lagi bahaya dari sisa-sisa pestisida yang masih menempel pada daun dan ubi bawang ini. Sedih kan, resiko perempuan yang terpapar pestisida ini, upahnya tidak sebanding dengan resikonya. Tapi gimana lagi, daripada menganggur dan teman sekampungnya rata-rata bekerja di sekotot ini.
Saat bawang merah jadi bibit pun, peran perempuan sangatlah dominan dibandingkan laki-laki, karena sebelum ditaruh bibit bawang di tempat yang sudah disediakan, perempuan ini harus rela melakukan sortir bawang yang kering dan bosok, karena jika tanpa sortiran bibit yang berkualitas nanti berimbas pada penyusutan bibitnya, semakin lama dibiarkan maka semakin merugilah nasib para petani yang buat bibit ini.Â
Wajarkan, jika perempuan ini minta kenaikan upah karena tingkat resiko kulitnya dan juga bahaya pestisida pada fisiknya, dan wajar juga jika para petani dan pengusaha bawang merah menginginkan harga bawang naik terus, tidak seperti sekarang ini, semakin terpuruk dan harga relatif tidak stabil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H