Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Usia Emas, Anak Harus Belajar Sambil Bermain

5 Desember 2017   06:52 Diperbarui: 6 Desember 2017   17:42 1676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belajar sambil bermain, sebuah ungkapan semangat dalam menuntut ilmu bagi anak-anak di satuan pendidikan usia dini (PAUD). Sebuah metode yang efektif agar anak ini berkembang baik pada otak motoriknya. 

Perkembangan anak akan termonitor secara berlahan-lahan lewat catatan harian, fungsi motoriknya dilatih secara perlahan-lahan, mereka bergerak, bermain, menyanyi, bahkan dikenalkan istilah hewan, tumbuh-tumbuhan, dan juga macam-macam huruf dan angka, kenapa demikian, pasalnya anak ini masih memerlukan asupan ilmu pengetahuan sesuai dengan jenjang tingkatannya. 

Ada kelompok bermain, ada tempat penitipan anak, ada pendidikan anak usia dini, ada taman kanak-kanak, dan ragam jenis tempat belajar dibawah enam tahun ini, mereka begitu nyaman dan aman karena disamping diasuh guru yang berpengalaman sesuai dengan keahliannya, mereka juga mendapatkan pendidikan karakter yakni bagaimana cara menghormati guru, orangtua, teman sebaya, dan juga orang lain diatas usianya. 

Anak ini dilatih disekolah bagaimana cium tangan yang benar saat mau sekolah, cara berdoa sebelum makan dan minum, bacaan doa mau belajar dan saat mau sekolah selesai. Begitu macam ragam pembelajaran yang diberikan dari seorang guru kepada peserta didiknya. 

Keberhasilan anak usia dini merupakan landasan bagi keberhasilan pendidikan pada jenjang berikutnya. 

Usia dini merupakan "usia emas" bagi seseorang, artinya bila seseorang pada masa itu mendapat pendidikan yang tepat, maka ia memperoleh kesiapan belajar yang baik yang merupakan salah satu kunci utama bagi keberhasilan belajarnya pada jenjang berikutnya.

Menurut Martin Luther tujuan utama sekolah adalah mengajarkan agama, dan keluarga merupakan institusi penting dalam pendidikan anak.

Pemikiran Martin Luther ini sejalan dengan tujuan madrasah (sekolah Islam) yaitu pendidikan agama Islam, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan bagian integral dari agama Islam.

Dengan demikian pendidikan di madrasah akan menghasilkan ulul-albaab (QS. 3 : 190 - 191), yaitu penguasaan iptek yang dapat digunakan dalam kehidupan dengan ahlak mulia, berdampak rahmatan lil alaminn, yang dijanjikan Allah akan ditingkatkan derajatnya (QS. 58 : 11).

Berbeda dengan Jean - Jacques Rousseau (1712 - 1718) dalam Bukunya Du de 'education, menggambarkan cara pendidikan anak sejak lahir hingga remaja.

Menurut Rousseau: "Tuhan menciptakan segalanya dengan baik; adanya campur tangan manusia menjadikannya jahat (God make every things good; man meddles with them and they become evil). Rousseau menyarankan "kembali ke alam" atau "back to nature", dan pendekatan yang bersifat alamiah dalam pendidikan anak yaitu : "naturalisme".

Naturalisme berarti, pendidikan akan diperoleh dari alam, manusia atau benda, bersifat alamiah sehingga memacu berkembangnya mutu, seperti kebahagiaan, sportivitas dan rasa ingin tahu. Dalam prakteknya naturalisme menolak pakaian seragam (dress code), standarisasi keterampilan dasar yang minimum, dan sangat mendorong kebebasan anak dalam belajar.

Anak dibekali potensi bawaan (QS. 16 : 78) yaitu potensi indrawi (psikomotorik), IQ, EQ dan SQ. Semua manusia perlu mensyukuri pembekalan dari Allah SWT, dengan mengaktualisasikannya menjadi kompetensi.

Namun berbeda pemikiran yang disampaika  Frederich Wilhelm Froebel (1782 - 1852) Froebel menciptakan "Kindergarten" atau taman kanak-kanak, oleh karena itu ia dijadikan sebagai "bapak PAUD". Pandangan Froebel terhadap pendidikan dikaitkan dengan hubungan individu, Tuhan dan alam.

Ia menggunakan taman atau kebun milik anak di Blankenburg Jerman, sebagai milik anak. Bermain merupakan metode pendidikan anak dalam "meniru" kehidupan orang dewasa dengan wajar.

Kurikulum PAUD dari Froebel meliputi :
Seni dan keahlian dalam konstruksi, melalui permainan lilin dan tanah liat, balok-balok kayu, menggunting kertas, menganyam, melipat kertas, meronce dengan benang, menggambar dan menyulam.
Menyanyi dan kegiatan permainan.
Bahasa dan Aritmatika.
Menurut Froebel guru bertanggung jawab dalam membimbing, mengarahkan agar anak menjadi kreatif, dengan kurikulum terencana dan sistematis.

Guru adalah manajer kelas yang bertanggung jawab dalam merencanakan, mengorganisasikan, memotivasi, membimbing, mengawasi dan mengevaluasi proses ataupun hasil belajar. Tanpa program yang sistematis penyelenggaraan PAUD bisa membahayakan anak.

Selanjutnya Maria Montessori (1870 - 1952)
Sebagai seorang dokter dan antropolog wanita Italy yang pertama, ia berminat terhadap pendidikan anak terbelakang, yang ternyata metodenya dapat digunakan pada anak normal.

Montessori berpendapat anak usia 2 - 6 tahun paling cepat untuk belajar membaca dan menulis. Kritik terhadap Montessori adalah karena kurang menekankan pada perkembangan bahasa dan sosial, kreatifitas, musik dan seni.

Ijtihad dengan hasil yang benar bernilai dua, apabila hasilnya salah nilainya satu, sedangkan taklid atau mengikuti bernilai nol, jadi berfikir kreatif itu dikehendaki oleh Allah SWT.
Sedangkan Ki Hajar Dewantara merupakan tokoh pendidikan dan bapak pendidikan Indonesia. Pandangannya terhadap anak sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai ketimuran dan pendidikan barat yang dia lalui. Menurutnya, anak lahir dalam kodrat dan pembawaannya masing-masing.

Masih punya anak kecil usia PAUD ayo sekolahkan, jangan sampai tidak sekolah, fungsi motorik anak-anak bisa dilatih sejak dini, semakin dilatih anak menjadi berkembang dengan baik dan nantinya menjadi generasi yang cerdas, ceria, dan berakhlaqul karimah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun