Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Udud, Sebuah Kebutuhan atau Gaya Hidup

21 November 2017   14:52 Diperbarui: 21 November 2017   15:11 1896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bersama seorang pendidik, kisaran 3 jam begitu gayeng diskusinya, pendidik ini menyalakan 1 bungkus rokok surya, asap mengepul tiap detik, sekian jam berdiskusi ada 10 putung rokok yang dihisapnya, saat ditanya penulis, setiap hari berapa rokok yang dihisap, dengan tenang menjawab, 3 bungkus rokok surya habis, padahal harga 1 bungkus surya harus merogoh fulus Rp. 21 ribu. 

Coba bayangkan sebuah pengeluaran rupiah yang kalau dihitung dalam sebulan saja, yang bersangkutan harus mengeluaran jutaan rupiah, belum jika dihitung setahun, ada kisaran puluhan juta uang yang dikeluarkan, hanya untuk menghisap tembakau ini. Menurutnya, dengan merokok perasaan dan ide gagasannya selalu muncul, ada ketenangan batin dan rasa sensasi yang berbeda saat sehari tidak menikmati hisapan rokok. 

Sementara itu, ada seorang ayah yang perokok berat, didiagnosa penyakit berat (jantung atau kanker), yang kalau dia tidak berhenti merokok sekarang juga maka hidupnya akan lebih cepat berakhir alias mati. Dengan memikirkan istri dan anak-anak yang masih membutuhkan kehadirannya, juga banyak orang-orang yang masih tergantung hidupnya padanya, maka si ayah perokok berat itu pun bisa langsung berhenti merokok. Hebat kan? Kisah-kisah semacam ini banyak terjadi dan bukan cuma ayah tapi juga ibu, bukan cuma orang tua tapi juga anak muda. 

Sahabat, kalau anda jadi perokok aktif, puntung rokok janganlah kamu buang di sembarang tempat, tapi buang pada tempat sampah yang semestinya. Bila cinta kesehatan badan sendiri, cinta orang-orang terdekat, kurangi tiap hari walau sepuntung rokok. Semua juga tahu walau sepuntung rokok bisa buruk bagi kesehatan. Tapi semua perokok juga setuju bahwa walau sepuntung rokok bisa mendatangkan kenikmatan tersendiri.

Tidak sedikit perokok yang gagal dalam usaha berhenti merokok. Setelah sempat berhasil berhenti, umumnya kembali lagi merokok dan lebih parah dari sebelumnya. Kenapa susah berhenti merokok?

Konon ada zat adiktif (zat yang membuat rasa ketagihan atau ingin mengkonsumsi terus) di dalam rokok. Dan, celakanya, zat penagih itulah yang membuat nikmat. Jadi, rasa nikmat itulah yang menagih, ingin lagi dan lagi. Kalau begitu, apakah sesuatu yang mustahil untuk berhenti merokok?

Jawabnya tentu tidak mustahil, banyak juga yang berhasil berhenti merokok walaupun sebelumnya tergolong perokok berat. Jadi harapan untuk bisa sukses berhenti merokok itu selalu ada.

Merokok, Kebutuhan atau Gaya Hidup

Sahabat, di zaman sekarang untuk menemukan tempat orang merokok sangatlah mudah , jika kita ke kedai kopi dijamin banyak orang menghisap rokok, termasuk saat berada diwarung teh poci atau restoran tak ber AC, termasuk warung lesehan.

Asbak Rokok
Asbak Rokok
Bagi perokok, merokok itu suatu kebutuhan primer, bukan sebagai gaya hidup. Sehari saja tidak merokok, terasa pahit dilidah, menurut mereka, walau sudah ada penjelasan merokok membahayakan bagi kesehatan diri sendiri, juga bagi perokok pasif. Namun rokok atau udud tampaknya memiliki tempat tersendiri di pergaulan orang-orang ini, katanya dengan merokok sangat ampuh dalam mencairkan suasana. Biasanya para perokok di lingkungan-lingkungan ini adalah seniman, aktivis, kaum intelektual, bahkan dipengajian Bapak-bapakpun, merokok lebih kental dah hampir mayoritas menikmatinya, tuan rumah jika ada pengajian tidak menyediakan rokok saja, dianggap pelit. Sisi yang lain kata perokok, kita ini termasuk salah satu sumber pemasukan bagi kas negara. Pemerintah memerolehnya melalui cukai.

Sahabat, Indonesia itu surganya perokok. Banyak slogan atau spanduk bahkan baliho-baliho besar yang bertemakan rokok. Di sepanjang jalan, baik di kota-kota besar sampai ke jalan-jalan berdebu di desa-desa, iklan rokok menjamur di mana-mana. Beberapa sekolah di Indonesia yang hidup berdampingan dengan iklan atau spanduk-spanduk promosi rokok, sangat ironis. Wajar saja bila ada murid-murid atau anak sekolahan yang merokok. Merokok menjadi semacam "tradisi" turun-temurun. Jika seorang ayah merokok, maka tidak ada alasan bagi anaknya untuk tidak merokok.

Rokok terbangun dari tembakau dan cengkeh, kemudian dilinting oleh kertas. Itu rokok kretek. Bila sekarang mungkin ada golongannya filter, rokok mild yang terkenal 'putih'nya, kemudian rokok yang dicampur sedikit bumbu agar lebih nikmat menurutnya, dan segala macamnya. Intinya seperti itulah rokok.  Rokok itu 'hidup' nikmat bagi yang menikmati, 'kebencian' bagi yang yang tak menyukai, dan 'ancaman' bagi yang mewaspadai. 

Dalam hidup ada ini, ada itu, ada dia, ada mereka, sama halnya dengan bagaimana orang yang bermacam-macam tadi menikmati setiap hisapan dari rokoknya. Karena saking nikmatnya, sampai-sampai kita yang perokok, sering lupa kalau apa yang sedang 'nangkring' dijari kita ini akan habis. Kita hanya ingat tentang bagaimana membuang 'abu' sisa dari setiap hisapan. Ya itulah hidup kebanyakan, ingat 'abu' untuk dibuang. Dalam satu batang rokok terdapat abrstraktif makna tergantung dari subyeknya. 

Satu batang bisa menjadi inspirasi, satu batang bisa menjadi penghasilan, satu batang bisa menjadi kesuksesan, satu batang bisa menjadi penyelesaian, satu batang bisa menjadi kemesraan, satu batang bisa menjadi politik, satu batang bisa menjadi masalah, satu batang bisa menjadi jalan keluar, satu batang bisa menjadi kekayaan, satu batang bisa menjadi penyakit, satu batang bisa menjadi kemiskinan, satu batang bisa menjadi kematian, satu batang bisa menjadi murtad, dan masih banyak batang-batang yang lain.

Hidup itu sebuah pilihan, berhenti merokok atau mau melanjutkan, termasuk mengkonsumsi rokok itu bisa jadi kebutuhan dan juga jadi gaya hidup

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun