Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sebuah Cerita Pewarta Warga untuk Perubahan

12 November 2017   04:24 Diperbarui: 12 November 2017   06:30 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Kegiatan Workshop Jurnalis Warga

Selama tiga tahun berjalan, penulis telah berusaha untuk mendampingi para pewarta warga (jurnalis warga) lewat kerja-kerja jurnalistik, penulis merasakan manis dan pahit pun dilalui, ada kepuasan batin yang tidak ternilai harganya di saat para pewarta warga ini mampu memberikan perubahan kebaikan atas tulisannya (memiliki dampak positif) bagi warga. Belum lagi jika pewarta yang penah dilatih kemudian berhasil mengamalkan ilmunya dan mau berbagi informasi, bahkan selama ikut pelatihan hingga sekarang masih melakukan kerja jurnalistik yakni meliput berita dan mau mendampingi regenerasinya agar mau dan mampu mengikuti jejaknya. 

Sebelum mereka terjun ke masyarakat, agar mampu dan mau melakukan kerja jurnalistik, mereka awalnya diberikan pelatihan menjadi seorang jurnalis warga. mereka dilatih dari teori jurnalis dasar, teknik reportase, teknik pengambilan gambar, teknik pengambilan data, ketrampilan melakukan wawncara dengan narasumber, kode etik jurnalistik, hingga pemberian trik dan tips menulis berita. Kepekaan mengenal isu dan kegigihan serta keberanian pada dirinya menjadi modal kuat dan pembeda akan  kualitas hasil tulisan.

Menjadi seorang pewarta di desanya tidaklah mudah, mereka mendapatkan banyak rintangan yang mesti dilaluinya, ada pro dan kontra mesti terjadi dan menimpa pada penulis atau reporter pewarta warga ini, apalagi jika ada resistensi dengan para pengambil kebijakan, maka menjadi salah satu faktor penghambat bagi pewarta ini. Belum lagi jika karena ada kesibukan dan juga benturan ekonominya, menjadikan dirinya harus rela untuk menentukan sikapnya, yakni melanjutkan sebagai pewarta atau memilih off dengan bekerja. 

Seorang pewarta warga akan merasakan kepuasan batinnya, jika apa yang pernah ditulisnya kemudian mampu merubah sesuatu yang sebelumnya tidak ada menjadi ada perubahan akan hasilnya, rata-rata tulisan yang mengangkat isu anak dan perempuan yang belum beruntung ini mendapatkan respon dari warganya, kadang beritanya jadi viral dan menjadikan kades dan aparatur desanya seperti kebakaran jenggot. Apalagi jika nanti ada dampak atas perubahan untuk kepentingan publik. 

Ambil contoh, Lidia salah satu JW di Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah, lewat tulisannya dan kemauan kerja kerasnya, ia mampu mengembalikan anak tidak sekolah (ATS) kembali bersekolah di desanya. 

Contoh lain lagi Ria  Rosita, salah satu JW petungkriyono, sudah berani menulis berita yang spesifik tentang isu pendidikan, kesehatan, perempuan yang termarginalkan, dan isu administrasi kependudukan, tulisannya sudah dipublikasi dibeberapa media mainstream, belum lagi cerita sebuah perubahan lainnya di pewarta warga belik pemalang.

Sebenarnya mereka ini telah  melakukan kerja-kerja perubahan melalui tulisannya, mereka juga memastikan bahwa tulisan yang dipublikasikan mampu menggugah orang lain untuk berbuat sesuai dengan isi pesan yang dituliskan, mereka tidak kenal waktu dan kerja mereka benar-benar ikhlas dan independen. 

Sangat wajar menurut penulis, bila sebuah komunitas pewarta warga (Jurnalis warga) dalam melakukan pemberitaan belum berani mengungkapkan pada berita-berita kasuistik dulu, karena keterbatasan aspek yuridis yang ada sehingga mereka untuk sementara difokuskan pada persoalan fakta nyata yang terjadi dilingkungan kampungnya, yakni pada ruang lingkup pelayanan dasar, pelayanan publik serta administrasi kependudukan. 

Dari sekian pewarta warga yang dilatih, tidak semua berhasil, hanya sebagian kecil yang berhasil dalam karya tulisannya untuk perubahan, kalau sifatnya menulis apa adanya, sebagian besar mereka mampu. Kepekaan akan isu yang ditemuinya, bisa menjadi tepaan bagi pewarta ini dan dimungkinkan mereka bisa memiliki tulisan yang berbobot dan mesti diterima oleh semua media mainstream.  

Penulis berharap kepada semua pihak, jadikan para pewarta warga ini bila ada di desa atau kampung anda diterima dengan tangan terbuka, mereka memiliki dedikasi yang tinggi untuk membuka jendela informasi bagi masyarakat luas apalagi sekarang di era digital, tuntutan informasi tanpa batas dan jarak, gaya penulisan pun sangat natural dan diprediksi mereka ingin bekti bagi kampungnya agar warganya merasakan manfaat pembangunan disegala bidang didesanya.  

Penulis juga berpesan agar pengambil kebijakan baik dipemerintahan desa/kelurahan, Kecamatan dan Kabupaten menerima peran serta mereka, jangan dijadikan sebagai musuh atau malah dicemooh bahwa adanya JW dianggap membuka aib orang, mereka ini corong informasi yang berimbang dimana pewarta warga ini sebagai salah satu agen perubahan bagi keberhasilan desanya. Sebuah harapan yang ada di benak penulis dan pewarta lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun