Mohon tunggu...
Tommy Patrio Sorongan
Tommy Patrio Sorongan Mohon Tunggu... Penulis - Bocah Kaliabang Dukuh Bekasi

Bukan ahli macem-macem... menulis hanya untuk mempertanyakan sesuatu yang dilihat dan dirasa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Cari Muka di Grasberg Mine

5 Juli 2020   22:36 Diperbarui: 5 Juli 2020   22:27 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
M Nasir (F-PD). Sumber : TV Parlemen via Kompas TV

"Anda bukan buat main disini, makanya harus lengkap bahannya !!!!"---M Nasir, Anggota DPR RI komisi VII (F-Demokrat).

Begitulah cuplikan kemarahan anggota DPR RI Komisi VII dari Partai Demokrat, Muhammad Nasir. Makian ini ditunjukan kepada Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM), Orias Petrus Moedak. 

Tak hanya memarahi, Nasir juga mengancam akan menyurati Menteri BUMN Erick Tohir untuk mencopot posisi Orias sebagai Dirut INALUM. Sontak kemarahan M Nasir menghiasi ruang diskusi-diskusi publik.

Kemarahan ini memang bukan tanpa alasan. M Nasir pada saat itu sedang mengajukan pertanyan kepada Orias mengenai skema pendanaan yang diambil oleh INALUM untuk melanjutkan operasinya, yang salah satunya adalah operasional PT Freeport Indonesia. 

Pada saat itu, Orias mengatakan bahwa INALUM akan menerbitkan utang baru dengan mencetak Global Bond atau surat obligasi yang dijual secara global di seluruh dunia senilai US$ 2.5 Milyar atau setara dengan Rp 37.5 Triliun. 

Mendengar kata utang, M Nasir lantas mulai mencecar Orias mengenai kemampuan INALUM untuk membayar hutangnya. Lebih lanjut, Nasir mempertanyakan jaminan yang diajukan INALUM dalam berhutang.

Orias menjawabnya dengan santai saja. Ia menjelaskan bahwa utangnya akan dikembalikan dalam beberapa trance, "Jadi ada yang 3 tahun, 5 tahun, 10 tahun, dan 30 tahun". 

Nah didalam poin ini Nasir mulai memperlihatkan kegarangannya. Ia seolah tak bisa memahami penjelasan Orias tadi. Ia merasa tugas Orias seharusnya memastikan bahwa INALUM tidak berhutang lagi, bukan menambah utang. 

Dari situlah kemarahan Nasir memuncak. Nasir khawatir bila INALUM tidak mampu membayar utangnya, bisa jadi aset PT INALUM akan disita, salah satunya tambang terbesar di dunia Grasberg Mine yang terletak di Tembagapura, Papua.

Dari skenario yang terjadi ini, timbul pro kontra di antara masyarakat. Ada yang setuju dengan tindakan M Nasir, ada juga yang tidak setuju. Lantas bagaimana sebenarnya kita menyikapi utang INALUM ini? Apa yang bisa kita amati dari kasus ini?

Pertama, apabila kita mengamati tingkah politikus di negara kita ini, kita dapat menyimpulkan bahwa politikus-politikus tersebut selalu mau ambil bagian secara aktif dalam persoalan yang menyangkut Freeport. 

Pokoknya kalo soal Freeport mereka vocal sekali. Banyak politkus yang membangun narasi publik bahwasannya Freeport adalah bentuk penjajahan lah, ada yang mengatakan akusisi Freeport adalah kebohongan karena dibayar dengan hutang. Wah pokoknya macam-macam lah !!! Maklum, Freeport mempunyai tambang emas terbesar didunia, jadi banyak interest mengenai Freeport.

Padahal Freeport sekarang itu yaa business as usual. Jadi yaa memang bisnis. Kalau Freeport memang dirasa perlu untuk diakusisi karena keuntungannya yang menggiurkan, ya tinggal beli sahamnya! Akusisi! Selesai kan urusannya. Kalau belum punya uang? Ya hutang ! Hutang itu biasa dalam dunia bisnis. 

Ini mungkin karena narasi kedaulatan kita sudah terancam oleh utang sehingga kuping politisi kita alergi mendengar kata hutang. Toh induk Freeport, yaitu PT INALUM memiliki asset sebesar Rp 162 Trilliun dan kemampuan bisnis yang sangat menjanjikan. Jadi tolong jangan dipolitisasi. Selagi itu hutang produktif untuk menunjang operasional, kenapa tidak? Ingat, kita ke Grasberg itu cari emas boss, bukan cari muka.

Kedua, Global Bond atau surat obligasi itu tidak pakai jaminan. Jaminannya ya hanya kepercayaan. Loh, bagimana bisa? Sebelum sebuah perusahaan berniat untuk menjual obligasi ke pasar modal mereka wajib di assess oleh para Lembaga assessor seperti Appraisal, Konsultan, dan lain lain. Assessment ini menyangkut performa keuangan secara menyeluruh dan kemampuan perusahaan untuk membayarkan obligasinya. 

Dalam kasus PT INALUM, secara general Perusahaan Plat Merah yang berkantor pusat di Kuala Tanjung Sumatra Utara ini memiliki rekam jejak yang gemilang. Bayangkan saja, tahun 2019 mereka berhasil membukukan laba sekita Rp 800 Miliar. Nilai laba yang cukup besar ini diperoleh bahkan setelah mereka mengakuisisi PT Freeport Indonesia. 

Prestasi yang gemilang ini membuat Global Bond yang dicetak PT INALUM bulan Mei 2020 lalu mengalami oversubscribe atau yang dikenal sebagai kelebihan permintaan sebesar 6,4 kali. Investor dunia ramai-ramai memborong saham INALUM karena mereka tahu rekam jejak kinerja INALUM sangat memuaskan.

Ketiga, sungguh memalukan untuk dikatakan, tapi kelihatannya kita tidak memiliki anggota dewan yang kompeten. Ya kali hari gini kita masih punya anggota dewan yang tidak mengerti mekanisme pasar modal. Yaa kalau begini, bagaimana kita bisa menggarap investasi yang lebih dari pasar modal untuk membiayai operasional BUMN kita? Memang miris jadinya.

Dari poin-poin tersebut, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa sudah seharusnya, kita sebagai masyarakat juga berperan aktif dalam mengetahui bagaimana BUMN kita bekerja atau running dan mekanisme pembiayaannya. Sehingga kita bisa menilai bukan hanya dari sentiment politis tetapi dari hitung-hitungan ekonomi. 

Dengan begitu, pemikiran kita bisa lebih objektif dan kita akan mampu untuk memilih orang yang memang kompeten untuk mewakili kita di parlemen, bukan yang asal cuap marah-marah mencari muka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun