Mohon tunggu...
Rahmat Ars
Rahmat Ars Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Skenario Rapi Jokowi dalam Kasus Setya Novanto, Pertaruhan Kapasitas Jokowi vs Kepentingan KMP

28 November 2015   10:51 Diperbarui: 28 November 2015   12:54 2433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gaya kepemimpinan dan kemampuan manajemen konflik Jokowi sulit ditebak namun perlahan tapi pasti mulai jelas pada pandangan mata sebagian besar pengamat.

Mengapa KMP yang awalnya berniat "melepas" kasus Novanto kemudian melakukan perubahan sikap dengan "mengawal" kasus ini secara total hingga titik darah terakhir?

Mudah ditebak alasan utama KMP membela Setya Novanto adalah karena posisi Ketua DPR merupakan SATU-SATUnya jabatan strategis yang dimiliki oleh KMP saat ini. Mustahil bagi KMP tanpa jabatan tanpa dukungan dapat menjegal setiap langkah Jokowi.

Jika kasus Setya Novanto adalah langkah strategis yang dapat memberikan pukulan telak bagi KMP mengapa sampai saat ini Jokowi belum mengambil tindakan nyata?

Jawabannya sederhana, kasus Setya Novanto Vs Sudirman Said melibatkan banyak pihak, walaupun Sudirman Said yang melaporkan kasus ini namun sebenarnya posisi SS hanya sebagai pemantik api. Terlepas dari kesalahan prosedural hampir tidak ada ancaman hukum yang menanti Sudirman Said. Jabatan Sudirman Said berada dibawah kewenangan Jokowi sepenuhnya. Berbeda halnya dengan Setya Novanto, ia tidak hanya mempertaruhkan dirinya, namun juga mempertaruhkan jabatannya, kepentingan dan elektabilitas partainya. Meski ia dapat lolos dari MKD ia masih dapat dieksekusi oleh KPK, Polri, dan Kejaksaan. KMP dan Setya Novanto jelas akan keteteran, berdarah-darah, dan terkuras kantong dan tenaganya.

Selain itu pertarungan para pendukung Setya Novanto dan Sudirman Said tidak berdampak apa-apa bagi Jokowi. Pembela Setya Novanto jelas merupakan lawan politik Jokowi. Di sisi lain pendukung Sudirman Said, yakni 02, 03 jelas merupakan duri dalam daging bagi Jokowi.

JK sering muncul dengan pernyataan ambigu dan kontraditifnya, pada satu kesempatan menyatakan presiden marah dicatut namanya namun pada kesempatan yang lain ia juga menyerang Sudirman Said yang bertindak terlaluh jauh dan tanpa restu dari presiden. Luhut Panjaitan walaupun namanya berkali-kali disebut ia tidak sedikitpun menunjukkan ekpresi marah apalagi mengambil tindakan hukum, mantan militer (apalagi Kopassus) biasanya akan melakukan respon cepat ketika sesuatu menyerang atau merugikan dirinya. Tindakan diam jelas perlu mendapat perhatian. Bahkan ia terkadang ia ingin meredakan ketegangan yang terjadi dengan statemen "jangan membuat kegaduhan politik". 

Dimana-mana harus gaduh biar tikusnya bisa muncul (Rizal Ramli).

Patut untuk meyakini jika kasus Setya Novanto bukanlah kejadian insidensial yang muncul secara spontan. Hal ini mengingat Kontrak Freeport paling cepat dapat dilakukan pada tahun 2019 berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sudirman Said tidak akan sebodoh dan senekat yang kita bayangkan. Freeport adalah perusahaan multinasional. Mustahil Sudriman Sadi bertindak tanpa restu dan sepengetahuan atasannya.

Sudirman Said melempar isu kemungkinan negosiasi kontrak, "si pedagang" melihat peluang bisnis untuk mendapatkan fee atau sebut saja saham. Bisa jadi "si pedagang" masuk perangkap. Apalagi jika melihat latar belakangnya. Ia masuk dunia politik karena hartanya, jelas naluri bisnisnya lebih besar dari naluri politiknya.

Saya teringat kembali pada ucapan salah satu prof saya dulu "Kenapa Freeport sering gaduh? Jawabnya sederhana, ibarat piring kegaduhan terjadi karena terlalu banyak sendok yang berebut isi piring tersebut" Ucapan ini saya dengar sekitar 2 atau 3 tahun yang lalu, baru saat ini saya yakini kebenarannya.

Lihatlah orang-orang di samping Jokowi meski namanya dicatut tidak marah malah membelah dan meredakan tensi yang muncul. Mereka pedagang, dekat namun tidak sependapat dengan Jokowi.

Jokowi kecewa dengan tindak tanduk mereka yang hampir dapat meredam kasus Pelindo II. Saat itu mereka berhasil menjegal Buwas dalam upaya mengusut kasus Pelindo II. Untungnya Jokowi berhasil bertahan dan kini hampir berbalik unggul.

Menteri pendukung Lino saat ini sudah masuk daftar antrian resufle kabinet. Sebaliknya orang yang biasa duduk disamping Jokowi walaupun tidak dapat didepak secara langsung namun popularitas dan pengaruhnya kian menyusut.

Selanjutnya kasus Setya Novanto sebenarnya tidak terjadi saat ini namun beberapa bulan yang lalu. Bahkan bukti rekaman yang dimaksud tidak direkam saat ini, melainkan sekitar semester yang lalu. Pertanyaannya mengapa baru saat ini dilempar ke publik? 

Bisa jadi jawabannya adalah momen pilkada serentak ingin dimanfaatkan Jokowi untuk menjatuhkan elektabilitas partai oposisi yang selama ini menentangnya. Celaka dan ruginya Fadli Zon dan Fahri Hamzah bertindak erlalu ceroboh dan masuk dalam irama permainan dari "sang pemimpin"

Beberapa hal tidak mungkin terjadi secara natural, misalnya mengapa percakapannya direkam. Jika dilihat dari isi rekamannya pihak perekam tidak sekalipun menyampaikan kalimat yang dapat berdampak hukum bagi dirinya sendiri. Artinya ia memang sengaja untuk merekam dan menjebak Setya Novanto.

Rizal Ramli sengaja dipilih Jokowi untuk menjadi katalisator bagi PDIP, JK, dan Luhut Panjaitan, bisa jadi keberadaan Rizal Ramli masih belum berdampak signifikan hingga bagi Jokowi perlu mengadakan "aksi" baru untuk mengurangi pengaruh orang-orang yang berseberangan dengan pemikirannya.

Apakah kasus Setya Novanto hasil kerja inteligen yang dikoordinasikan oleh Jokowi? Terlalu prematur dan minim bukti untuk membenarkannya, namun melihat perkembangan yang terjadi segala hal sepertinya memang telah direncanakan secara matang, dan orang yang paling diuntungkan dari kegaduhan ini adalah Jokowi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun