Mohon tunggu...
Pena Sejati
Pena Sejati Mohon Tunggu... Penulis Lepas

Mengukir guratan pena fakta dan realita, menguak kebenaran yang terselubungkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Terbongkar Dana "Siluman" Museum Tsunami Aceh!

27 April 2018   03:00 Diperbarui: 27 April 2018   09:50 2407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Museum Tsunami Aceh (museumku.wordpress.com)

Polemik politik Pemerintah Aceh yang kian marak menjadi celah 'permainan cantik' bagi oknum politik  anggaran. Program dan dana siluman mulai bermunculan. Rakyat semakin takut dan resah di saat APBA belum disahkan. Sementara nasib masih bergelantungan.

Kesempatan ini menjadi 'tambang emas' di salah satu instansi pemerintahan, mengatasnamakan monumen sejarah dunia, mengenang targedi dan bencana, Museum Tsunami Aceh.

Politik nepotisme di museum ini (baca: Museum Tsunami Aceh 'Ladang' Politik dan Nepotisme?) menjadi ambisi keluarga meraup keuntungan. Perencanaan anggaran "disulap" sedemikian rupa dengan skenario administrasi yang rapi guna menghindari pelelangan terbuka.

Setelah muncul koordinator ganda dengan peran SK Gubernur Aceh, pertemuan dadakan pengurusan Perjanjian Kerjasama (MoU) pengelolaan aset situs tsunami, diciptakan untuk membuka peluang dan kesempatan. Dokumentasi disiapkan guna memperkuat alasan menciptakan anggaran 'siluman'.

Susunan anggaran 'cantik' ini dapat dilihat dari Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Aceh (RKA-SKPA 2.2.1) 2018 Disbudpar Aceh melalui beberapa program dan kegiatan.

Dalam RKA-SKPA Per Januari 2018 dalam Program Pengelolaan Kekayaan Budaya dengan nama Kegiatan Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi program tertera Honorarium Pengelola Museum Tsunami masing-masing terpecah berdasarkan SK Gubernur Aceh; Ketua Rp 5 juta, Sekretaris Rp 4 juta, Ketua Kelompok Kerja (bidang-bidang) sebanyak 3 orang masing-masing Rp 2,8 juta, dan 8 orang anggota masing-masing Rp 2,5 juta.

Masih dalam program yang sama tertera Honorarium Tim Penyusunan dan Pembahasan Kelembagaan Museum Tsunami terhitung selama 6 bulan terdiri dari Penanggung jawab Rp 1,5 juta, koordinator Rp 1,25 juta, Ketua Rp 1,2 juta, Wakil Ketua, Sekretaris dan 5 orang anggota masing-masing Rp 1 juta. Tim yang terbentuk tak lain merupakan oknum yang sama seperti tertera dalam SK.

Biaya-biaya lain yang juga tertera dalam program ini mencakup Uang Lembur Pengelola Museum Rp 100 juta, Biaya Publikasi Museum Tsunami Aceh Rp 50 juta, Pembuatan Leaflet Rp 80 juta, Kajian Pengelolaan Rp 50 juta, Jasa Penyelenggaraan Peringatan Tsunami Rp 200 juta, Jasa Penyelenggaraan Pameran Temporer Rp 400 juta, Jasa Pembuatan Film Dokumenter Tsunami Rp 200 juta, Foto copy bahan Museum Tsunami Rp 12 juta, Jasa Pengelolaan Museum Tsunami Rp 84 juta, bahkan sampai Biaya Minuman Rapat Rp 75 juta. Pertanyaannya, seberapa mewah rapat museum hingga menghabiskan dana sebegitu besar? Lalu bagaimana jasa pengelolaan yang dimaksud dengan jumlah anggaran seperti itu?

Foto RKA-SKPA Biaya Minuman Rapat Rp 75 juta?
Foto RKA-SKPA Biaya Minuman Rapat Rp 75 juta?
Muncul juga dalam Program Pelayanan Administrasi Perkantoran per Maret 2018 dengan nama kegiatan Peningkatan pelayanan administrasi perkantoran tertera Honorarium Pengelolaan Museum Tsunami Aceh yang terpecah masing-masing untuk Penanggung jawab Rp 1,5 juta, Wakil Penanggung Jawab Rp 1,2 juta, dan Koordinator Museum Tsunami Aceh Rp 4 juta. Atas dasar atas apa honorarium ini ditetapkan? Bahkan seluruh jajaran yang disebutkan merupakan pegawai negeri sipil alias PNS.

Foto RKA-SKPA tertera honor Koordinator Rp 4 jt/bln
Foto RKA-SKPA tertera honor Koordinator Rp 4 jt/bln
Dalam program ini  juga tersebut honor Wakil Koordinator Museum Tsunami Aceh Rp 4 juta/bulan tanpa dasar atau landasan. Padahal jabatan ini tidak pernah ada di masa jabatan koordinator sebelumnya.  Secara tiba-tiba muncul yang notabene merupakan 'anak' dari keluarga politik nepotisme yang secara status merupakan staf kontrak biasa yang pada tahun ini tidak lagi dilanjutkan kontrak kerjanya. Berkat posisi jabatan orang tuanya, melalui SK Gubernur sang 'anak' dapat menikmati 'rejeki nomplok' dari 'sulap' anggaran ini.

Foto RKA-SKPA tertulis Gaji Wakil Koordinator Rp 4 jt/bln
Foto RKA-SKPA tertulis Gaji Wakil Koordinator Rp 4 jt/bln
Sementara dalam SK Penunjukkan Koordinator Pengelola Museum Tsunami Aceh nomor 430/70/2018 alinea kelima disebutkan bahwa Keputusan Gubernur 'berlaku surut' sejak tanggal 1/1/2018 sementara SK ditandatangi pada tanggal 28/2/2018 dan pejabat plus personalianya bekerja bulan Maret 2018. Ini jelas 'makan gaji' tanpa kerja selama 2 bulan. Honor dibayarkan selama 12 bulan penuh sementara anggaran untuk karyawan lain terhitung hanya 8 bulan saja.

Masih dalam RKA-SKPA program yang sama, tertera gaji 3 orang pemandu yang notabene merupakan 3 orang personalia dalam SK, juga mendapat gaji penuh selama 12 bulan sebesar Rp 2,5 juta. Ini berarti susunan jabatan dan personalia mendapat gaji berlipat-lipat setiap bulannya. Bahkan gaji para oknum PNS akan semakin 'gendut' dengan adanya tambahan-tambahan ini.

Foto Prediksi Gaji pejabat pengelola museum berdasarkan SK
Foto Prediksi Gaji pejabat pengelola museum berdasarkan SK
Jauh berbeda dengan koordinator sebelumnya yang sama sekali 'tidak digaji' baik dari APBA maupun APBN yang tertera jelas dalam SK Nomor 083.K/73/KPA/BGS.M/2016 alinea Keenam.

Foto SK Koordinator sebelumnya
Foto SK Koordinator sebelumnya
Penugasan Koordinator sebelumnya merupakan 'tugas tambahan' selaku pegawai negeri sipil (PNS) tanpa gaji tambahan.

Kerugian Negara Rp 1 Miliyar

Dikatakan dalam rapat 'pertemuan keluarga' pembahasan MoU (16/03) bahwa BPK memprediksi kerugian negara mencapai Rp 1 miliyar karena tidak mengutip retribusi tiket masuk Museum Tsunami Aceh. Padahal retribusi tiket berdasarkan qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2016 tentang Retribusi Jasa Usaha Museum Tsunami Aceh belum dapat dilaksanakan karena proses pencatatan aset gedung Museum Tsunami Aceh belum diselesaikan.

Tudingan akan besarnya nilai kerugian negara tidak sebanding dengan pengeluaran negara untuk Museum Tsunami Aceh melalui DIPA Anggaran Museum Geologi, Badan Geologi Kementerian ESDM tahun 2015-2018 sebesar Rp 12.855.171.000.

Justru melalui anggaran 'sulap siluman' dengan honorarium 'gembung' untuk memperkaya oknum, secara nyata dan jelas merugikan negara!

Proyek Museum Tsunami Aceh

Dalam Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur, melalui kegiatan Rehabilitasi sedang/berat rumah gedung kantor Disbudpar Aceh 2018, tertera beberapa proyek rehabilitasi.

Di antaranya Pemeliharaan Gedung Museum Tsunami Aceh Rp 200 juta, Rehap ringan Rp 200 juta, Perencanaan rehap Rp 50 juta, dan Pengawasan rehap Rp 10 juta.

Kisaran anggaran ini sengaja ditentukan tidak melebihi Rp 200 juta agar dapat dilakukan penunjukkan langsung dan dapat menghindari lelang terbuka. Padahal seluruh anggaran ini sebelumnya disiapkan untuk program revitalisasi total Museum Tsunami Aceh. Lagi-lagi, kesempatan dan jabatan dapat 'menggelapkan mata' untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya.

Proses percepatan 'hibah' aset dari berakhirnya Perjanjian Kerjasama (MoU) antara Pemerintah Aceh dengan Badan Geologi Kementerian ESDM bulan Mei 2018 ini, merupakan saat yang ditunggu oleh oknum untuk menjalankan aksi 'proyek-proyek' ini. Karena, bila perjanjian MoU dilanjutkan dan program revitalisasi digalakkan, maka tak ada kesempatan bagi oknum untuk memanen kekayaan.

Namun, empat situs tsunami lainnya yang tergabung dalam satu perjanjian MoU akan berdampak imbasnya. Entah bagaimana nasib PLTD Apung, Kuburan Massal Siron, Makam Syiah Kuala, dan Kapal di Atas Rumah (Lampulo) nantinya.

Selayaknya Museum Tsunami Aceh dan situs tsunami lainnya sebagai monumen sejarah bencana gempa dan tsunami yang pernah melanda Aceh tahun 2004, dapat menjadi pembelajaran dan 'pengingat' bagi masyarakat akan kuasa Allah swt. Museum yang dibangun sebagai refleksi musibah besar yang menewaskan lebih dari 200.000 korban jiwa, patut dijadikan pengalaman berharga bagi penerus bangsa dan negara. Bukan menjadi 'ladang bercocok tanam' milik keluarga.(AJ)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun