Latihan bersama antara Angkatan Laut Rusia dan TNI AL yang dijadwalkan pada November 2024 memiliki beberapa implikasi penting dari perspektif hukum internasional, geopolitik, dan teknis.
 Secara hukum, latihan militer ini tidak melanggar ketentuan internasional atau hukum nasional Indonesia, asalkan dilakukan dalam kerangka kerja sama yang sah dan sesuai peraturan yang berlaku.Â
Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia mengatur peran TNI, termasuk kerja sama internasional dalam menjaga kedaulatan negara dan stabilitas keamanan regional.
 Implikasi ini menunjukkan bahwa, selain memenuhi aspek hukum, latihan ini dapat memperkuat hubungan bilateral dan kapabilitas militer kedua negara dalam konteks menjaga keamanan dan stabilitas di kawasan.
Latihan gabungan ini dapat dianggap sebagai langkah diplomasi militer, di mana Indonesia berupaya menjaga hubungan baik dengan Rusia, salah satu negara dengan kekuatan militer besar, tanpa melanggar prinsip non-blok yang menjadi dasar politik luar negeri Indonesia sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.
 Tujuan dari latihan ini adalah untuk meningkatkan interoperabilitas antara angkatan laut kedua negara dan memperkuat kemampuan pertahanan maritim Indonesia.
Dalam konteks teknis, partisipasi Rusia dengan tiga korvet dari Armada Pasifik menunjukkan niatnya untuk memperkuat kehadiran militer di kawasan Asia-Pasifik. Kapal-kapal ini, kemungkinan dari kelas Steregushchiy atau Gremyashchy, dilengkapi dengan sistem senjata canggih seperti rudal anti-kapal, pertahanan udara, dan sistem sonar untuk mendeteksi kapal selam.Â
Keterlibatan kapal-kapal ini dalam latihan gabungan di Indonesia memberikan TNI AL kesempatan untuk meningkatkan pemahaman teknis dan taktis mengenai teknologi dan taktik angkatan laut Rusia.
Namun, dari perspektif geopolitik, latihan ini dapat menimbulkan sensitivitas, khususnya bagi negara-negara sekutu dekat Indonesia seperti Amerika Serikat. Berdasarkan Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA), AS memberlakukan sanksi terhadap negara yang membeli alat utama sistem senjata (alutsista) dari Rusia. Meskipun latihan gabungan ini tidak termasuk dalam transaksi alutsista, Indonesia perlu berhati-hati agar tidak memperburuk hubungan dengan AS, terutama mengingat ketegangan terkait kontrak pengadaan Sukhoi Su-35.
Pembekuan kontrak Su-35 dapat dilihat sebagai respons Indonesia terhadap dinamika geopolitik yang kompleks, dengan ancaman sanksi dari AS memainkan peran penting. Berdasarkan CAATSA, AS dapat memberlakukan sanksi kepada negara-negara yang terlibat dalam transaksi pertahanan dengan Rusia. Laporan menunjukkan bahwa AS telah memperingatkan Indonesia tentang kemungkinan dikenakan sanksi jika melanjutkan pembelian Su-35.