Amerika Serikat mencatatkan rekor laba terbesar dari penjualan senjata di tengah konflik yang sedang berlangsung di Gaza dan Ukraina, seperti yang dilaporkan oleh Quincy Institute for Responsible Statecraft pada 9 Oktober 2023.
Peningkatan permintaan peralatan militer akibat kedua konflik besar tersebut telah mendorong pertumbuhan signifikan dalam sektor pertahanan dan kedirgantaraan, terutama bagi perusahaan-perusahaan besar seperti Lockheed Martin, RTX, dan General Dynamics. Dari perspektif hukum dan geopolitik, situasi ini menimbulkan beberapa implikasi yang perlu diperhatikan.
Penjualan senjata oleh Amerika Serikat diatur oleh berbagai undang-undang nasional dan internasional, termasuk Arms Export Control Act (AECA) dan International Traffic in Arms Regulations (ITAR). AECA menetapkan bahwa penjualan senjata hanya diperbolehkan jika sesuai dengan kebijakan luar negeri dan keamanan nasional AS.
Berdasarkan Pasal 38 AECA, otorisasi penjualan senjata harus diperoleh dari Departemen Luar Negeri AS untuk memastikan bahwa penjualan ini tidak melanggar ketentuan internasional atau merusak stabilitas global.
Selain itu, Pasal 2751 dari Foreign Assistance Act (FAA) mengatur bahwa Amerika Serikat dapat memberikan bantuan militer kepada negara-negara sekutu strategis, seperti Israel, dengan syarat bahwa bantuan ini digunakan untuk mempertahankan hak atas keamanan mereka. Bantuan militer ini diatur dalam anggaran tahunan dan mencakup hibah langsung serta penjualan senjata dengan skema khusus.
Secara geopolitik, Amerika Serikat adalah pemasok senjata utama bagi Israel dalam konflik Gaza. Data dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) menunjukkan bahwa 69% dari impor senjata Israel selama periode 2019-2023 berasal dari AS. Ini sejalan dengan kebijakan luar negeri AS yang mendukung Israel dalam mempertahankan keamanannya di wilayah yang tidak stabil.
Bantuan militer AS ke Israel, yang melebihi USD 23 miliar pada tahun 2023, berfungsi sebagai komponen penting dalam menstabilkan posisi Israel di kawasan tersebut, seperti yang diatur dalam United States-Israel Strategic Partnership Act tahun 2014, yang memperkuat kolaborasi militer antara kedua negara.
Di Ukraina, keterlibatan AS dalam menyediakan senjata, baik secara langsung maupun melalui sekutu NATO, memiliki dasar hukum dalam Ukraine Security Assistance Initiative (USAI) dan Lend-Lease Act untuk Ukraina yang disahkan pada tahun 2022.
Penjualan senjata ke Ukraina juga mencerminkan komitmen AS terhadap keamanan Eropa dan NATO, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 North Atlantic Treaty, yang menekankan prinsip pertahanan kolektif.
Secara ekonomi, peningkatan laba dari perusahaan-perusahaan besar seperti Lockheed Martin, RTX, dan General Dynamics di tengah konflik ini menunjukkan adanya hubungan langsung antara ketidakstabilan geopolitik dan permintaan global akan senjata.
Lockheed Martin, misalnya, melaporkan kenaikan laba sebesar 54,86% dalam setahun, jauh melampaui indeks S&P 500.