Mohon tunggu...
‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎
‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ Mohon Tunggu... Mahasiswa - ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎

‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penjualan Senjata AS di Tengah Konflik, Dampak Global dan Kontroversi Hukum Internasional

13 Oktober 2024   23:13 Diperbarui: 14 Oktober 2024   02:43 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

RTX, yang memproduksi bom penghancur bunker, mengalami kenaikan laba sebesar 82,69%, menunjukkan bahwa produk-produk terkait dengan konflik militer memiliki daya tarik besar bagi pasar global. 

Selain itu, laporan dari Quincy Institute mengaitkan tren ini dengan distribusi dana pembayar pajak AS kepada Israel, serta permintaan global yang tinggi selama periode ketidakstabilan internasional.

Dari sudut pandang hukum internasional, penjualan senjata selama konflik bersenjata menimbulkan pertanyaan terkait kewajiban negara pengekspor senjata di bawah hukum humaniter internasional. 

Konvensi Jenewa dan Arms Trade Treaty (ATT) yang diadopsi pada tahun 2013 memberikan pedoman tentang penjualan senjata ke zona konflik. Pasal 6 ATT melarang penjualan senjata jika negara pengekspor tahu bahwa senjata tersebut akan digunakan untuk kejahatan perang atau pelanggaran hak asasi manusia. 

Meskipun AS bukan penandatangan ATT, negara ini tetap terikat dengan prinsip-prinsip umum hukum internasional yang melarang eskalasi konflik dan pelanggaran HAM melalui transfer senjata.

Secara keseluruhan, rekor laba penjualan senjata AS di tengah konflik Gaza dan Ukraina mencerminkan dinamika kompleks antara hukum domestik, kebijakan luar negeri, dan aturan internasional. 

Dari perspektif legal, penjualan senjata ini diatur secara ketat oleh peraturan seperti AECA dan ITAR, sementara bantuan militer ke Israel dan Ukraina memiliki dasar hukum yang kuat dalam kebijakan luar negeri AS. 

Namun, dari perspektif hukum internasional, penjualan senjata di zona konflik memunculkan tantangan etis dan legal, khususnya terkait potensi pelanggaran HAM dan hukum humaniter internasional. 

Amerika Serikat tetap menjadi aktor dominan dalam pasar senjata global, menguasai 42% dari penjualan senjata internasional. Keterlibatan AS dalam konflik bersenjata di Gaza dan Ukraina tidak hanya didorong oleh pertimbangan ekonomi, tetapi juga oleh kebutuhan untuk mempertahankan stabilitas geopolitik yang sesuai dengan kepentingan nasionalnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun