Perbedaan utama antara bencana nuklir Chernobyl dan Hiroshima terletak pada mekanisme ledakan, jumlah bahan radioaktif yang terlibat, dan lokasi ledakan. Ketiga faktor ini menghasilkan dampak yang sangat berbeda dalam hal tingkat radiasi, kondisi lingkungan, dan efek jangka panjang terhadap populasi. Ledakan di Chernobyl terjadi di permukaan tanah dan melibatkan lebih banyak bahan radioaktif, menyebabkan kontaminasi yang luas dan efek jangka panjang yang parah. Sebaliknya, ledakan bom atom di Hiroshima terjadi di udara, yang mengurangi tingkat radiasi di permukaan tanah tetapi menyebabkan kerusakan langsung yang lebih besar. Akibatnya, perbedaan ini mempengaruhi bagaimana kedua bencana tersebut memengaruhi lingkungan dan kesehatan manusia dalam jangka panjang.
Mekanisme Ledakan
Di Hiroshima, ledakan yang terjadi disebabkan oleh bom nuklir Little Boy yang menggunakan Uranium-235 sebagai bahan peledaknya. Bom ini dirancang untuk menghasilkan ledakan instan yang melepaskan energi besar dalam waktu singkat, dengan fokus pada destruksi langsung melalui panas, radiasi, dan gelombang kejut. Radiasi nuklir yang dihasilkan menyebar dengan cepat tetapi sebagian besar terbakar saat ledakan, sehingga mengurangi dampak jangka panjang pada lingkungan sekitar.
Sebaliknya, ledakan di Chernobyl berasal dari kecelakaan di pembangkit listrik tenaga nuklir akibat kesalahan operasional dan desain reaktor. Ledakan ini bukanlah ledakan nuklir, melainkan ledakan uap yang diakibatkan oleh kegagalan sistem pendingin reaktor, yang menyebabkan peningkatan tekanan dan akhirnya ledakan. Meskipun dampak langsungnya tidak sekuat bom nuklir, ledakan ini menyebarkan bahan radioaktif dalam jumlah besar ke atmosfer, yang kemudian jatuh ke tanah dan terus memancarkan radiasi dalam waktu yang lama. Akibatnya, dampak lingkungan di Chernobyl jauh lebih permanen karena radiasi terus mengkontaminasi tanah dan udara.
Jumlah Bahan Radioaktif
Perbedaan utama lainnya terletak pada jumlah bahan radioaktif yang terlibat. Bom nuklir Little Boy di Hiroshima mengandung sekitar 64 kg Uranium-235, namun hanya sekitar 1 kg yang benar-benar mengalami reaksi fisi, sementara sisanya tersebar di udara. Sebaliknya, di Chernobyl, PLTN menggunakan sekitar 35 ton Uranium-235 untuk menghasilkan energi, sehingga bahan radioaktif yang dilepaskan ke lingkungan jauh lebih banyak dan lebih tersebar luas. Selain Uranium, reaktor di Chernobyl juga menyebarkan isotop radioaktif lain seperti Cesium-137 dan Strontium-90, yang memiliki waktu paruh puluhan tahun, serta Plutonium-239 yang memiliki waktu peluruhan 24.000 tahun. Hal ini menyebabkan radiasi di Chernobyl menjadi lebih berbahaya dan bertahan lebih lama dibandingkan Hiroshima.
Lokasi Ledakan
Ledakan bom nuklir di Hiroshima terjadi di ketinggian sekitar 600 meter di atas permukaan tanah, menyebabkan sebagian besar bahan radioaktif terbakar dan tersebar ke atmosfer oleh angin. Hal ini mengurangi dampak jangka panjang dari radiasi pada tanah dan lingkungan di sekitarnya. Sebaliknya, ledakan di Chernobyl terjadi di permukaan tanah, sehingga bahan radioaktif lebih banyak yang terakumulasi di tanah dan permukaan lingkungan sekitar, memperburuk kontaminasi dan membuat daerah di sekitar Chernobyl menjadi tidak layak huni hingga hari ini.
Dari sudut pandang hukum internasional, Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT) yang ditandatangani pada 1 Juli 1968 menjadi dasar utama dalam pengaturan penggunaan teknologi nuklir, baik untuk tujuan damai maupun militer. Pasal IV NPT memberikan hak kepada negara-negara untuk mengembangkan teknologi nuklir untuk tujuan damai, namun dengan kewajiban untuk melakukannya di bawah pengawasan ketat Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA). Kegagalan dalam memastikan keselamatan, seperti yang terjadi di Chernobyl, mendorong peningkatan standar internasional terkait keselamatan reaktor nuklir. Di Indonesia, Undang-Undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran menekankan pentingnya keselamatan dalam penggunaan tenaga nuklir, dengan Pasal 3 yang menyatakan bahwa penguasaan dan pemanfaatan tenaga nuklir harus dilakukan untuk tujuan damai serta meningkatkan kesejahteraan dan ketahanan nasional.
Kontaminasi radiasi di Chernobyl diperkirakan akan bertahan hingga 20.000 tahun sebelum area tersebut aman untuk dihuni. Bahan radioaktif seperti Plutonium-239 membuat tanah di sekitar Chernobyl tetap berbahaya dalam jangka panjang. Isotop seperti Cesium-137 dan Strontium-90 terus memancarkan radiasi beta dan gamma, yang berbahaya bagi kesehatan manusia karena dapat merusak DNA dan berpotensi menyebabkan kanker.