Mohon tunggu...
Pena Kusuma
Pena Kusuma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Merdeka Malang

Mahasiswa Fakultas Hukum dengan ketertarikan mendalam dalam menganalisis dan mengembangkan pemahaman yang komprehensif terkait isu-isu militer global serta implikasinya terhadap kebijakan hukum dan keamanan nasional.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Menguji Kelayakan Su-57 untuk TNI-AU: Antara Kebutuhan dan Tantangan Teknologi

13 September 2024   11:15 Diperbarui: 13 September 2024   11:29 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertimbangan untuk mengakuisisi Su-57 oleh Angkatan Udara Indonesia harus memperhatikan berbagai tantangan yang ada. Keputusan ini perlu didasarkan pada beberapa aspek penting, termasuk kebutuhan strategis Angkatan Udara Indonesia, kapabilitas teknis Su-57, serta kendala operasional yang mungkin dihadapi dalam konteks militer Indonesia.

Angkatan Udara Indonesia perlu mengevaluasi kemampuan pertahanan udara yang mutakhir untuk menghadapi ancaman regional. Jet tempur Su-57, sebagai pesawat generasi kelima, menawarkan teknologi siluman, manuverabilitas tinggi, dan integrasi sistem senjata canggih, menjadikannya komponen vital untuk mencapai superioritas udara. Di kawasan Asia Tenggara, terutama dengan meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan, peningkatan kemampuan tempur udara akan memperkuat posisi Angkatan Udara Indonesia dalam menjaga kedaulatan wilayah udaranya.

Namun, sebelum memutuskan pembelian, perlu dipertimbangkan bagaimana Su-57 dapat diintegrasikan dengan struktur dan strategi pertahanan udara Indonesia yang saat ini masih mengandalkan pesawat tempur generasi keempat seperti F-16 dan Su-27/30.

(Sumber Gambar: Serge Lopez)
(Sumber Gambar: Serge Lopez)

Pemeliharaan dan logistik Su-57 memerlukan infrastruktur yang lebih maju serta pasokan suku cadang yang konsisten, mengingat statusnya sebagai jet tempur baru. Dengan adanya sanksi internasional terhadap Rusia, termasuk di sektor teknologi militer, terdapat risiko terhadap ketersediaan suku cadang dan dukungan teknis jangka panjang. Tantangan logistik ini dapat berdampak pada kesiapan operasional Su-57 dalam jangka panjang.

Interoperabilitas: Salah satu tantangan utama adalah memastikan kompatibilitas dengan sistem pertahanan yang ada. Saat ini, Angkatan Udara Indonesia mengoperasikan berbagai jet tempur dari Amerika Serikat dan Eropa (seperti F-16 dan Rafale), sehingga penting untuk memastikan bahwa Su-57 dapat diintegrasikan secara efektif ke dalam sistem pertahanan yang sebagian besar berbasis teknologi Barat. Perbedaan standar teknologi antara Rusia dan Barat, terutama dalam hal sistem radar dan komunikasi, dapat menjadi hambatan yang signifikan.

Keberlanjutan Teknologi dan Adaptasi Sistem: Rusia masih dalam tahap pengembangan lanjutan Su-57, dengan beberapa laporan menunjukkan bahwa program produksinya belum sepenuhnya matang. Hal ini berarti bahwa Angkatan Udara Indonesia mungkin perlu menyesuaikan diri dengan kemungkinan peningkatan di masa depan, yang dapat mengakibatkan biaya tambahan.

(Sumber Gambar: Luciano David)
(Sumber Gambar: Luciano David)

Dalam konteks kebutuhan strategis, TNI-AU memerlukan modernisasi aset udara untuk mempertahankan superioritas udara dan menyesuaikan diri dengan dinamika ancaman regional. Jet tempur generasi kelima seperti Su-57 menawarkan keunggulan signifikan dalam hal kemampuan stealth, kemampuan tempur jarak jauh, dan kemampuan untuk bersaing dengan jet tempur canggih lainnya yang dioperasikan oleh negara-negara di kawasan Asia Pasifik, seperti F-35. Namun, sebelum memutuskan untuk mengakuisisi Su-57, perlu dilakukan pertimbangan yang cermat terhadap opsi lain seperti F-35 atau Rafale, yang memiliki dukungan internasional yang lebih luas dan telah terbukti interoperable dengan aliansi pertahanan yang lebih kuat.

Dalam kerangka hukum, pembelian alutsista oleh TNI diatur oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, khususnya Pasal 43 yang menegaskan bahwa pengadaan alutsista harus memperhatikan aspek kemandirian, keberlanjutan, dan kemampuan operasional jangka panjang. Pasal ini menyoroti pentingnya keberlanjutan operasional alutsista yang diimpor, termasuk kesiapan industri dalam negeri untuk mendukungnya. Dalam konteks pengadaan Su-57, tantangan logistik dan keberlanjutan dukungan teknis harus diatasi untuk memenuhi ketentuan ini.

Secara keseluruhan, Su-57 memang menawarkan potensi besar bagi TNI-AU dalam meningkatkan kemampuan tempur udara dan menjaga kedaulatan udara Indonesia. Namun, TNI-AU harus menghadapi tantangan dalam hal pemeliharaan, interoperabilitas, dan dukungan logistik. Selain itu, perlu dilakukan evaluasi yang cermat terhadap kebutuhan ini dibandingkan dengan opsi lain yang telah terbukti lebih andal dalam operasional dan memiliki dukungan internasional yang lebih luas. Keputusan pembelian juga harus sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 16 Tahun 2012 untuk memastikan keberlanjutan operasional alutsista tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun