Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) saat ini belum sepenuhnya mandiri dalam memenuhi kebutuhan alutsistanya dan masih bergantung pada pengadaan dari luar negeri. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk kemampuan industri pertahanan domestik, kondisi geopolitik, serta sifat kebutuhan operasional TNI AD.Â
Meskipun ada upaya yang signifikan dalam mengembangkan kemandirian industri pertahanan melalui Undang-Undang No. 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, yang menargetkan peningkatan kapasitas industri dalam negeri, beberapa alutsista dengan teknologi tinggi dan kompleks masih belum dapat diproduksi di dalam negeri (Pertahanan, 2012).
Pasal 43 dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan menyatakan bahwa pengadaan alat-alat pertahanan dan keamanan dari luar negeri hanya dapat dilakukan jika alat-alat tersebut belum dapat diproduksi oleh industri pertahanan dalam negeri atau dalam situasi darurat yang dibuktikan dengan kajian strategis (Pertahanan, 2012).
Meskipun Indonesia telah memiliki beberapa Leopard 2, jumlah tersebut masih jauh dari cukup untuk memenuhi standar operasional dan kebutuhan pertahanan wilayah yang luas. Perkiraan kebutuhan tambahan adalah sekitar 50-100 unit untuk menggantikan alutsista tank lawas seperti AMX-13. Umumnya, masa pakai tank modern seperti Leopard 2 adalah sekitar 30-40 tahun, tergantung pada perawatan dan modernisasi (Leopard, n.d.).
Untuk memperkuat sistem pertahanan udara, TNI AD membutuhkan pengadaan rudal anti-udara seperti NASAMS atau S-400, yang sedang dalam proses evaluasi. Jumlah yang dibutuhkan mungkin mencapai 4-6 baterai, dengan masa pakai sekitar 20-25 tahun tergantung pada perbaikan yang dilakukan (Nasional et al., 2022).
Meskipun telah memiliki Bell 412 dan Apache AH-64E, TNI AD masih membutuhkan penambahan helikopter serang untuk meningkatkan kemampuan serang, terutama dalam operasi gabungan. Diperkirakan kebutuhan tambahan sekitar 6-12 unit untuk mendukung operasi di wilayah perbatasan dan kawasan kritis. Umur pakai helikopter serang modern dapat mencapai 30 tahun dengan perawatan yang tepat (Kuncoro & Aritonang, 2024).
Sistem artileri seperti Caesar 155mm sudah ada, namun karena luasnya wilayah Indonesia, diperlukan tambahan sekitar 10-15 unit artileri jarak jauh untuk meningkatkan kemampuan tembakan strategis. Umur pakai artileri modern dapat mencapai 30-40 tahun (Pakki et al., 2018).
Secara umum, kemandirian industri pertahanan Indonesia telah meningkat, tetapi belum mencapai tingkat yang memungkinkan untuk sepenuhnya menggantikan kebutuhan alutsista impor, terutama pada kategori yang melibatkan teknologi tinggi. TNI AD harus terus mengimbangi antara pengembangan alutsista dalam negeri dan impor dari luar negeri demi memenuhi kebutuhan operasional yang mendesak. Langkah ke depan perlu lebih difokuskan pada kolaborasi strategis antara industri pertahanan dalam negeri dengan produsen alutsista asing melalui skema Transfer of Technology (ToT). Ini sesuai dengan amanat dalam Pasal 44 UU No. 16 Tahun 2012, yang menyebutkan bahwa kerjasama dengan industri pertahanan luar negeri harus memberikan keuntungan strategis bagi pembangunan dan penguatan industri pertahanan nasional (UNCTAD, 2001).
Referensi
Kuncoro, V. H., & Aritonang, S. (2024). Strategi sistem pemeliharaan alutsista Puspenerbad di Bengpuspenerbad guna meningkatkan kesiapan pesawat terbang Bell 412 dalam rangka mendukung tugas TNI AD. Jurnal Pelita Kota, 5(1), 547--562.
Leopard, A. (n.d.). Leopard 2 a8.