Mohon tunggu...
Adriansyah Abu Katili
Adriansyah Abu Katili Mohon Tunggu... Dosen - Melukis dunia dengan kata-kata.

Pendidik anak bangsa pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Negeri Gorontalo yang gemar membaca segala macam bacaan dan suka melukis dunia dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Para Pelantun Cinta

24 September 2024   12:43 Diperbarui: 5 Oktober 2024   21:38 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jamaah Pria. Sumber: Dokumen Pribadi

PARA PELANTUN CINTA

Ini adalah tulisan tentang peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Desa Bongo, Kecamatan Batudaa Pantai, Kabupaten Gorontalo. Tulisan dari sudut pandang budaya keagamaan, dari seorang pemerhati budaya, seorang yang senang menafsirkan budaya sebagai suatu keunikan.

Hari Ahad, tanggal 22 September 2024, pukul 07.30 WITA. Berangkat ke desa itu, Desa Bongo yang kini bernama Desa Bubohu. Tapi aku, sebagaimana masyarakat Gorontalo pada umumnya, lebih suka menyebutnya Desa Bongo. Perjalanan selama kurang lebih 30 menit dari rumahku di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, dan akupun tiba di desa itu.

Aku turun dari mobil di depan masjid itu. Sebuah masjid bernama Masjid Attaqwa, sebuah masjid  kecil tapi sangat terkenal di seluruh Provinsi Gorontalo, bahkan sampai ke Bolaang Mongondow Selatan, Provinsi Sulawesi Utara.

Sebelum aku memasuki masjid itu, aku diundang seorang alumniku, Siti  Hartini Bolongkod. Aku dijamu dengan nuansa yang khas desa itu saat peringatan Maulid Nabi. Akupun pamit, mau ke masjid.

Di masjid aku melihat ribuan manusia berkumpul. Terpajang di sana sajian maulid tradisional Gorontalo yang oleh masyarakat disebut "Walimah". Walimah berasal dari Bahasa Arab yang bermakna sajian atau jamuan makan.

Namun di Gorontalo kata ini mengalami perubahan makna menjadi sajian kue tradisional yang disajikan saat peringatan Maulid Nabi. Sajian atau penganan ini terdiri dari kue tradisional Gorontalo, kolombengi, yang ditata dalam wadah yang disebut tolangga.

Tolangga itu terbuat dari wadah kayu. Dasarnya terbuat dari bilah papan membentuk semacam wadah kotak ukuran besar. Di atasnya dibuat semacam tiang tinggi yang mencapai dua ratus centimeter.

Di tiang itu digantungkan kue-kue tradisional, pada umumnya kue tradisional kolombengi yang menjadi sajian khas kue maulid. Pada wadah yang terbuat terdapat berbagai penganan seperti nasi kuning, ila bilinthi (semacam nasi yang terbuat dari beras ketan yang dimasak dengan berbagai bumbu), bajoe (nasi terbuat dari beras ketan dicampur gula merah), dan ayam panggang.

Walima ini sebelum masuk ke areal masjid, diarak dengan kebesaran adat Gorontalo.

Aku memasuki area masjid. Di beranda masjid terdapa "Bulita", yaitu semacam tempat yang terbuat dari bambu emas atau bambu kuning yang dalam Bahasa Gorontalo disebut "talilo hulawa". Di dalamnya duduk para pembesar negeri. Para pembesar negeri Bupati Gorontalo sebagai halipa (khalifah) negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun