Masjid Besar Almu-taqaddir beralamat di Jl. Alwi Abdul Jalil Habibie, Kelurahan Tumbihe, Kecamatan Kabila, Kabupaten Bonebolango, Provinsi Gorontalo. Lokasinya yang strategis  dekat RTH membuat masjid ini terasa istimewa.
Seingatku, masjid ini sudah dua kali mengalami perubahan arsitektur. Perubahan ini siring dengan perbaikan total. Perubahan pertama pada tahun 1981 saat Kabila masih di bawah Kabupaten Gorontalo di bawah kepemimpinan Bupati Kasmat Lahay. Perubahan kedua pada tahun awal tahun 2000-an dengan biaya swadaya masyarakat.Â
Karena kemampuan finansial masyarakat terbatas, perbaikan total yang merombak total arsitektur masjid itu, maka perbaikan masjid itu terlunta-lunta, sampai kemudia perbaikannya diambil alih oleh Drs. Rahmat Gobel hingga selesai dan menjadi masjid yang megah seperti sekarang ini.
Bagiku masjid ini memiliki keistimewaan sendiri. Di masa kecilku masjid ini satu-satunya masjid di desaku, Desa (kini Kelurahan) Tumbihe. Praktis masjid ini adalah masjid yang pertama kukenal. Masjid yang pertama dikenalkan ayahku padaku. Aku ingat saat itu, aku melangkah di sisi ayahku menuju masjid ini. Lokasi masjid ini yang dekat rumahku, hanya kira-kira 50 meter membuat kami cepat tiba. Anak kecil mana yang tidak merasa bahagia bila berjalan bersisian dengan ayah tercintanya?
Hanya itukah kenanganku dengan masjid ini? Ternyata tidak. Pada Bulan Ramadan, kenangan masa kecilku dengan masjid ini kembali muncul satu persatu. Kesukaanku pada masa itu adalah menghabiskan waktu siang dimasjid itu dengan teman-teman bermainku (maklum, waktu itu, tahun 1970-an sekolah libur sebulan penuh). Kami menghabiskan waktu bermain kejar-kejaran dimasjid dengan bahagia, tiada yang melarang.Â
Takmirul masjid membiarkan kami bermain sepuas-puasnya. Mereka maklum bahwa perode anak-anak adalah periode bermain. Terlebih kami, di samping bermain di masjid, kami juga membantu menyapu ruang masjid, dan mengisi bak tempat air wudhu dengan menimba air sumur masjid (kala itu belum ada PDAM). Ternyata konsep masjid ramah anak sudah diterapkan di masjid ini sejak dahulu, setidaknya sejak aku kenal masjid ini di awal tahun 1970-an di masa kecilku.
Suasana ramai oleh anak-anak ialah pada saat sholat tarwih di malam hari. Anak-anak dengan sifat riangnya sholat tak bisa lepas dari sifatnya yang suka bermain. Bagiku itulah sholat yang teramai sehingga dengan anak-anak yang sukar meninggalkan sifat anak-anak. Yang juga sangat kuingat adalah para penjual makanan kecil, antara lain es kopyor yang banyak di lapangan dengan masjid yang kini sudah menjadi RTH Kabila.
Kenangan lainnya adalah saat kami berebutan memukul beduk masjid sebagai penanda waktu sholat sudah tiba, mengawali panggilan azan. Rasa bahagia yang tak terkira adalah bila berhasil memukul beduk dengan bersemangat. Mungkin melebihi kebahagiaan anak-anak yang menang main game online melalui gadget di era milenial ini.
Saat kami capek bermain di siang hari, kami tidur siang di masjid. Saat itu, ada anak terkecil yang tidur pulas. Saat itu beberapa teman-teman yang badannya lebih besar timbul sifat isengnya. Mereka mengangkat anak yang badannya kecil itu ke keranda jenazah sambil menahan ketawa. Tak bisa dibayangkan keadaan anak itu saat terbangun.
Kini masjid itu berdiri megah. Insya Allah menjadi saksi sejarah masa kecilku. Juga saksi masyarakat yang mengamalkan sebagian hartanya untuk kemaslahatan masjid itu. Juga saksi amal seorang pengusaha asal Gorontalo, Drs. Rahmat Gobel sebagai pengusaha nasional asal Gorontalo. Semoga Gorontalo, khususnya Kecamatan Kabila, senantiasa dirahmati oleh Allah SWT. Amin.