Mohon tunggu...
Adriansyah Abu Katili
Adriansyah Abu Katili Mohon Tunggu... Dosen - Melukis dunia dengan kata-kata.

Pendidik anak bangsa pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Negeri Gorontalo yang gemar membaca segala macam bacaan dan suka melukis dunia dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kita adalah Bangsa yang Malas Membaca

20 Maret 2024   11:04 Diperbarui: 6 Mei 2024   16:44 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BANGSA KITA ADALAH BANGSA YANG MALAS MEMBACA

Bangsa kita adalah bangsa yang malas membaca. Malas membaca diri sendiri. Bahwa kita adalah bangsa yang besar. Bahwa kita adalah bangsa yang memiliki banyak potensi kekayaan alam sebagai karunia Tuhan Yang Maha Penyayang. Kita memiliki kekayaan alam, tambang emas di Timika Papua. Kita malas membaca dan belajar cara mengelola kekayaan alam itu sehingga kita serahkan kepada bangsa lain untuk mengelolanya. Akibanya kita tak memperoleh apa-apa.

Kita bangsa yang malas membaca untuk belajar bahwa bumi kita, Bumi Indonesia mengandung aneka tambang emas, tambang perak, minyak bumi. Sehingga kita serahkan saja kepada bangsa lain untuk mengelolanya. Akibatnya kita menjadi bangsa yang miskin di tengah kekayaan alam yang melimpah.

Kita bangsa yang malas membaca untuk belajar. Bahwa tanah air kita subur. Saking suburnya sehingga, seperti kata Koes Plus, tongkat kayu dan batupun jadi tanaman bila dilempar ke tanah. Kita malas membaca bahwa para petani kita sudah bekerja keras mengelola sawah ladangnya. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan beras pun kita mengimpor dari bangsa lain.

Kita adalah bangsa yang malas membaca. Kita malas membaca dan belajar bahwa laut kita teramat luas dan teramat kaya. Laut kita teramat kaya dengan aneka kekayaan alam berupa ikan, rumput laut, keindahan biota laut. Sehingga kita menyerahkan pengelolaannya kepada bangsa lain. Dan kita hampir-hampir menjadi tamu di rumah kita sendiri.

Kita adalah bangsa yang malas membaca dan belajar. Kita malas membaca. Kita malas belajar bahwa pulau-pulau kita teramat banyak, jumlahnya ribuan. Bahwa pulau-pulau itu menyimpan potensi kekayaan alam, tambang dan nabati yang tidak dimiliki bangsa lain. Bahwa banyak bangsa lain yang mengintai pulau-pulau itu untuk dijadikan miliknya. Akibatnya kkita abai saat ada bangsa lain yang mengontrak pulau itu dengan iming-iming sekian dolar yang sebenarnya bila kita kelola sendiri dolar itu akan lebih banyak masuk ke kantong kita.

Kita adalah bangsa yang malas membaca untuk belajar. Kita malas membaca sejarah berdirinya negara kita. Bahwa bangsa kita tegak berdiri karena adanya negara Indonesia yang kita prolamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Kita hanya tahu bahwa tanggal itu adalah hari ulang tahun bangsa dan negara kita. Namun kita tidak tahu atau tidak mau tahu bahwa proklamasi itu terjadi karena tumpahnya darah dan melayangnya nyawa para pahlawan kita dalam perjuangan merebut kemerdekaan kita. Bahwa kemerdekaan itu lahir lewat tetesan air mata ibu-ibu yang kehilangan suami dan anak-anaknya yang gugur merebut kemerdekaan dari bangsa penjajah. Anak yang menjadi yatim karena bapaknya gugur di medan perjuangan diterjang peluru tentara penjajah.

Kita malas membaca untuk belajar. Bahwa pada tahun 1965 itu terjadi pengkhianatan berdarah. Pengkhianatan yang hampir-hampir membuat bangs akita hancur berkeping-keping.

Kita adalah bangsa yang malas membaca untuk belajar. Belajar bahwa sejarah bisa terulang dengan bentuk yang bervariasi. Penjajahan atas bangsa kita bisa terulang, bukan dengan kekuatan militer seperti dalam Sejarah masa lalu kita, tapi dengan ekonomi dan politik. Maka kita terlena dengan rayuan ekonomi bangsa lain sehingga tanpa sadar kita sudah terjajah.

Kita adalah bangsa yang malas membaca untuk belajar. Kita malas belajar bahwa perhelatan lima tahun sekali itu adalah untuk mempercayakan kedaulatan kita sebagai rakyat kepada mereka yang memiliki kompetensi keilmuan untuk mengelola kedaulatan kita atas bangsa  dan negara ini. Bukan mereka yang membagikan lembaran-lembara kertas bertuliskan angka-angka rupiah dan sekantuong beras. Semua itu akan habis dalam hitungan hari. Setelah itu mereka yang menang dengan cara demikian tidak akan memikirkan kita, tapi memikirkan pengembalian modal, atau memikirkan oligarki yang telah memodalinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun