Mohon tunggu...
Adriansyah Abu Katili
Adriansyah Abu Katili Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo.

Saya dosen pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Memiliki hobi membaca dan menulis. Saya membaca buku fiksi maupun non fiksi dan puisi. Saya juga suka menulis, baik tulisan ilmiah, ilmiah populer, fiksi, dan puisi.,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Antara Molo'opu, Mopotolungo, dan Mongulungo

21 Februari 2024   07:54 Diperbarui: 23 Februari 2024   18:56 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Antara Molo'opu,  Mopotolungo dan Mengulungo

Kali ini saya ingin membahas dua ritual adat kebesaran Gorontalo yang berkenaan dengan kepemimpinan. Yang pertama adalah "Molo'opu". Molo'opu adalah prosesi penjemputan seorang kepala daerah, gubernur, walikota/bupati, dan camat dari rumah pribadi ke rumah dinas atau dalam bahasa daerah disebut "Yiladia", dan pelantikan secara adat.  Setelah dilantik secara kenegaraan, maka seorang pemimpin akan menjalani ritual molo'opu. Dalam proses penjemputan seorang pemimpin dijemput dengan adat kebesaran Gorontalo yang dilaksanakan oleh para pemimpin adat "Bate" dan "Wu'u" beserta segenap jajarannya. Pemimpin dijemput dengan iringan puisi sakral adat yang disebut "Tuja'i" yang diucapkan secara lantang penuh hikmah oleh para pelaksana adat.

Setelah tiba di yiladia, sang pemimpin didudukkan di tempat duduk kebesaran. Kemudian proses selanjutnya adalah pelantikan adat. Pemimpin adat akan mengucapkan kata-kata pelantikan yang mengandung nasihat moral sebagai berikut:

Baca juga: Si Bule dan Kita

Eyanggu,
To saati botiya,
Tau, ma tau lo Ito Eya
Tulu, ma tulu lo Ito Eya
Taluhu, ma taluhu lo Ito Eya
Dupoto, ma dupoto lo Ito Eya,
Huta, ma huta lo Ito Eya
Bo dila polulia to nafusu, Eyanggu


Terjemahannya adalah:

Tuanku,
Mulai saat ini,
Rakyat dalam kekuasaan Anda
Api dalam kekuasaan Anda
Air dalam kekuasaan Anda
Angin dalam kekuasaan, Anda
Tanah dalam kekuasaan Anda
Tapi jangan memperturutkan hawa nafsu, Tuanku

Tujai di atas bermakna bahwa pemimpin yang sedang dito'opu memiliki kekuasaan besar terhadap rakyat dan segaala elemen alam yang disebutkan itu. Namun kata-kata pelantikan itu ditutup dengan peringata sekaligus nasehat agar pemimpin tidak memperturutkan hawa nafsu. Memperturutkan hawa nafsu artinya berlaku sewenang-wenang dan salah satunya adalah korupsi.

Kemudian para pemimpin adat memberikan petuah (tahuda) berganti-ganti. Salah satunya adalah:

Rukunu Isilamu to talu
Lipu pe'ihulalu

Yang bermakna:

Dengan prinsip rukun Islam
Bangunlah negeri ini

Tahuda ini bermakna agar pemimpin bersikap soleh dalam membangun negeri.

Bila pemimpin telah selesai atau telah habis masa kepemimpinannya, maka dia akan menjalani ritual selanjutnya, yaitu "Mopotolungo". Mopotolungo adalah proses adat mengantar mantan pemimpin kembali ke rumah pribadi "bele" Pengantaran itu adalah simbol penghargaan daan penghormatan sekaligus ucapan terima kasih kepada mantan pemimpin telah berhasil memimpin dengan baik menurut sesuai kriteria yang diucapkan dalam tuja'i pelantikan.

Demikian adat kebesaran Gorontalo. Antara pelantikan "Molo'opu" dan mengantar kembali secara kebesaran "Mopotolungo". Namun bagaimana bila seorang pemimpin melanggar hukum? Bila pemimpin melanggar hukum yang berarti melanggar nasehat "Bo dila polulia to nafusu" maka akan terjadi adalah proses hukum oleh penegak hukum negara, karena saat ini adat tidak memiliki kewenangan menghukum pidana sebagaiman zaman dulu.  Yang akan mengambil tindakan adalah kejaksaan. Maka bila penegak huku negara yang bertindak, maka yang akaan terjadi bukan "Mopotolungo" tapi "mongulungo" (mengurung) dan ini bukan prosesi adat tapi proses hukum pidana oleh negara Republik Indonesia.

Penutup

Tulisan saya tutup dengan satu kesimpulan dan harapan. Kesimpulannya adalah, adat molo'opu dan mopotolungo adalah budaya warisan leluhur Gorontalo yang mengandung ajaran moral kepemimpinan. Bahwa para pemimpin seyogyanya mengedepankan moral dalam memimpin sebagaimana terungkap pada tuja'i molo'opu. Pemimpin yang telah bekerja dengan baik akan mendapat penghormatan dengan diadakannya adat mopotolungi . Namun bila seorang pemimpin telah berlaku sewenang-wenang dan korupsi maka sanksi hukum telah menanti. Dia akan mendapat sanksi dari penegak hukum negara dan bila itu terjadi maka dia instansi penegak hukum akan "mongulungo" atau mengurungnya di dalam sel tahanan. Harapan kita adalah semoga para pemimpin kita, khususnya pemimpin di Gorontalo agar senantiasa dibimbing oleh Allah SWT, agar bisa menyelsaikan kepemimpinannya penuh berkah, sehingga memperoleh penghargaan dengan adat mopotolungo dan tidak berakhir tragis di tangan penegak hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun