Mohon tunggu...
Adriansyah Abu Katili
Adriansyah Abu Katili Mohon Tunggu... Dosen - Melukis dunia dengan kata-kata.

Saya dosen pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Memiliki hobi membaca dan menulis. Saya membaca buku fiksi maupun non fiksi dan puisi. Saya juga suka menulis, baik tulisan ilmiah, ilmiah populer, fiksi, dan puisi.,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Maulid Nabi di Desa Bongo Saat Warga Perantauan Mudik

10 Oktober 2023   21:56 Diperbarui: 13 Oktober 2023   09:27 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Desa Bongo adalah salah satu desa yang berlokasi di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Desa ini secara administratif berada langsung di bawah Kecamatan Batudaa Pantai. Desa ini berada di pesisir Pantai Utara, tepaknya di daerah Teluk Tomini. Desa yang permai ini dapat di jangkau dengan transportasi darat selama lebih kurang lima belas menit dari pusat kota. Desa memiliki tradisi yang unik dalam memperingat Maulid Nabi Muhammad SAW.

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW selalu dirayakan dengan meriah sesuai dengan adat budaya masing-masing negara dan daerah. Di daerah Gorontalo, Maulid Nabi diperingati secara adat dengan melantunkan "Dikili" atau atau zikir.

Dikili dapat diterjemahkan sebagai zikir. Namun berbeda dengan zikir pada umumnya, dikili ini berbentuk lantunan shalawat, pujian, dan Riwayat hidup Nabi Besar Muhammad SAW yang dilantunkan semalam suntuk. Dikili dimulai setelah pelaksanaan Sholat Isya, sampai pagi dan dijeda saat pelaksanaa Sholat Subuh. Kemudian mencapai puncaknya pada doa Maulid yang dilaksanakan pada pukul 09 pagi.

Peringatan Maulid Nabi di Gorontalo menjadi meriah dengan adanya penganan khas Maulid yang disebut "walima". Penganan ini berupa kue tradisional, biasanya kue kolombengi. Kue ini ditata di atas wadah khsus yang disebut" tolangga". Tolangga berupa wadah yang terbuat dari kayu yang dibuat sedemikian rupa dan kue-kue itu digantungkan di wadah itu. Kue-kue itu kemudia dibagikan kepada para pelantun dikili usai peringatan maulid.

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di desa   adalah tradisi yang unik, yang memiliki perbedaan dengan peringatan Maulid Nabi di daerah lain. Apa saja keunikan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di desa ini? Yang pertama, adalah peringatan Maulid Nabi di desa ini lebih meriah dibandingkan dengan perayaan hari-heri besar Islam lainnya. Hal ini sesuai dengan pemantauan penulis. Penulis melihat desa ini sangat ramai dengan pengunjung.

Pada momen peringatan ini masyarakat menyiapkan makanan istimewa guna menjamu para tamu yang akan berkunjung ke rumah-rumah, baik yang berkunjung itu kaum kerabat yang tinggal di luar desa dan berkunjung ke desa itu, atau para pengunjung yang ingin menyaksikan perayaan Maulid Nabi di desa itu. Peringatan Maulid di Desa Bongo biasanya dilakukan pada Hari Ahad, seminggu sesudah peringatan Maulid menurut kalender yang umumnya beredar. Dan pada tahun ini, peringatannya belangsung pada tanggal 8 Oktober tahun 2023.

Yang kedua, bila di daerah lainnya di Indonesia masyarakat perantauan pada umunya pulang kampung Bila di daerah lainnya perayaan Hari Raya Idul Fitri dirayakan lebih meriah, maka khusus di desa ini yang termeriah adalah Maulid Nabi Muhammad SAW. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan dua orang nara sumber yang berhasil dijumpai penulis di masjid lokasi peringatan, masjid tertua di desa itu, Masjid Attaqwa.

Narasumber yang pertama, Junus Dama,S.Pd. Narasumber ini memiliki keterikatan emosional dengan Desa Bongo karena kakek buyutnya pernah menjadi imam di masjid itu. Junus mengatakan bahwa bagi warga masyarakat di luar Desa Bongo namun memiliki keterikatan emosional dengan Desa Bongo, akan mengusahakan pulang kampung pada momen perayaan Maulid Nabi. Tradisi ini sudah berlaku selama ratusan tahun namun menjadi populer di awal abad ke-21 ini.

Nara sumber kedua, Lukman Nihe, S.Pd., menyatakan bahwa peringatan Maulid Nabi di Desa Bongo lebih meriah dengan kedatangan para pelantun dikili yang lebih banyak dibandingkan di daerah lain di Gorontalo. Para pelantun dikili berjumlah ribuan orang, berasal dari berbagai daerah Gorontalo, bahkan sebagian berasal dari Bolsel Provinsi Sulawesi Utara. Bahkan peringatan ini dihadiri oleh pemimpin negeri, Bupati Gorontalo dan Gubernur Provinsi Gorontalo.

Kolombengi dan Tolangga

Sebagaimana dikatakan sebelumnya, peringatan Maulid Nabi di Gorontalo tak lepas dari penganan khas maulid. Kue itu dinamakan kue kolombengi. Kue ini terbuat dari adonan tepung terigu yang dicampur telur dan bahan kue lainnya. Kue ini kemudian ditata di wadah yang disebut tolangga.

Tolangga ini kemudian diarak menuju masjid di mana peringatan maulid nabi sedang berlangsung. Khusus peringatan Maulid Nabi di desa Bongo, tempat peringatan adalah Masjid Attaqwa yang merupakan masjid tertua di desa itu.  Ketersediaan kue ini seolah melambangkan kesyukuran dan kegembiraan atas datangnya nabi dan rasul.

Tolangga-tolangga itu kemudian dipajang di pelataran masjid dan kemudian menjadi obyek wisata tersendiri bagi pengunjung. Bahkan tolangga ini menjadi latar belakang para pengunjung yang ingin melakukan foto selfie sebagai kenang-kenangan. Menurut pemantauan penulis, pelataran pelataran masjid dipenuhi dengan tolangga.

Menurut penuturan Junus Dama, pada tahun ini, kue kolombengi yang dibawa ke masjid bejumlah 46.500 kue. Kue ini kemudian akan dibagikan kepada para pelantun dikili. Pada umumnya para pelantun dikili sangat bersuka dengan kue ini karena dianggap sebagai kue yang membawa berkah.

Namun masih menurut Junus Dama, bukan hanya para pekantun dikili yang mendapat kue ini. Pada umumnya setiap keluarga membuat kue kolombengi yang ditempatkan di tolangga dan mengaraknya ke masjid. Namun jumlah kue yang dibawa ke masjid hanya sepertiga dari keseluruhan kue yang dibuat. Sebagian besar, atau dua pertiga dari kue yang ada berada di rumah-rumah keluarga yang membuat. Kue-kue yang berada di rumah itu yang kemudia dibagikan pada para pengunjung yang datang, baik pengunjung yang dikenal maupun yang tidak dikenal. Para pengunjung pada umumnya sangat bergembira mendapat kue ini karena dianggap istimewa dan membawa berkah. Para pengunjung membawa pulang kue-kue ini sebagai oleh-oleh untuk keluarga dan teman-teman akrab mereka.

Ajang Melepas Rindu

Bagi warga Desa Bongo, saat untuk mudik ke desa melepas rindu pada tanah leluhur dan keluarga bukanlah pada saat Idul Fitri sebagaimana Ummat Islam pada umumnya. Bagi mereka saat untuk melepas rindu pada tanah leluhur adalah pada saat peringatan Maulid Nabi di desa mereka. Warga desa Bongo di perantauan, di mana saja mereka merantau akan pulang mudik ke desa tempat kelahiran mereka, atau bila mereka tidak dilahirkan di desa itu nereka akan mengok kampung leluhur.

Kue kolombengi bagi mereka adalah simbol kegembiraan. Mereka akan datang pulang ke desa itu untuk sebuah kerinduan yang disimbolkan dengan kue kolombengi yang menjadi kue khas maulud. Mereka akan menyantap kue itu dengan penuh kerinduan, sebagaimana terpancar dari wajah-wajah mereka.

Sebagian Pelantun dikili. Dokumen Pribadi
Sebagian Pelantun dikili. Dokumen Pribadi

Di samping sebagai simbol kerinduan pada tanah leluhur, maulud menjadi simbol kesalehan berbingkai kearifan lokal.  Kesalehan bisa diartikan sebagai kecintaan kepada agama, nabi, dan ketaatan kepada perintah agama. Kesalehan dalam beragama itu dapat dibagi dua, kesalehan ritual dan kesalehan sosial. Kesalehan ritual diiimpelentasikan dalam bentuk ibadah ritual. Kesalehan sosial diwujudkan dalam bentuk saling tolong menolong, saling berbagi. Bergembira dalam menyambut kelahiran nabi adalah salah satu dari kesalehan ritual itu. Kue kolombengi yang ditata dalam tolangga yang dihias indah menyimbolkan keindahan iman, keindahan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad yang kelahirannya sedang diperingati. Kesadaran akan keindahan ajaran itu kemudian melahirkan kesalehan ritual dalam bentuk ketaatan beribadah.

Sementara itu, semangat berbagi kue adalah implementasi dari kesalehan sosial. Semangat berbagi, semangat menjamu tamu dengan kue adalah wujud dari kepedulian. Menghargai tamu, berbagi rezeki, dan aneka keperdulian sosial lainnya adalah wujud dari ajaran Islam.

Sebuah implementasi kesalehan dan sekaligus sebuah ekspresi kerinduan pada tanah leluhur. Islam memang indah dan budaya lokal memang sangat ekspresif. Sebuah perpaduan yang ekslusif dan patut dipertahankan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun