BILA SKRIPSI DIHAPUS
Adriansyah A. Katili
adriansyahkatili@ung.ac.id
Tulisan ini adalah pemikiran saya sebagai seorang akademisi, seorang yang sehari-hari bergelut dengan persoalan akademik. Tepatnya seorang pendidik mahasiswa yang oleh masyarakat disebut dosen. Bila skripsi dihapus dari kewajiban bagi mahasiswa untuk menyandang gelar sarjana, lantas apakah pengganti skripsi? Apakah fungsi sebuah skripsi? Apakah dia hanya merupakan sebuah tulisan yang menjadi sekedar simbol bahwa seorang mahasiswa sudah layak disebut sarjana?
Marilah kita bahas hakekat skripsi dari sudut pandang filsafat. Seorang mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi pada hakekatnya sedang belajar berpikir secara ilmiah. Jadi dia bukan hanya datang, duduk, diam mendengar, mencatat, lalu pulang. Kata "maha" yang disandangnya menyiratkan tingkatan belajar tertinggi dalam hirarki pendidikan. Dia bukan hanya sekedar belajar untuk memahami, juga bukan sekedar belajar demi sebuah selembar kertas yang disebut ijazah yang kemudian akan dipergunakan untuk mencari pekerjaan pasca wisuda. Tapi dia belajar berpikir secara ilmiah.
Apakah makna berpikir ilmiah? Berpikir ilmiah adalah tingkatan berpikir tertinggi. Dalam berpikir ilmiah seorang mahasiswa akan mengamati fenomena yang ada. Dia belajar meneliti fenomena kehidupan sekelilingnya sesuai dengan program studinya. Kemudia dia berpikir secara rasional untuk memperoleh makna di balik fenomena yang menjadi obyek pengamatannya.
Untuk sampai pada tingkatan itu, dia digodok di perguruan tinggi di mana dia belajar. Dia akan belajar sejumlah mata kuliah yang disusun dalam kurikulum program studinya. Sebagai misal, mahasiswa di program studi pendidikan Bahasa Inggris. Dia belajar sejumlah mata kuliah di program studi tersebut, seperti" English Phonology, English Syntax, Teaching English as Foreign Language, dll. Di samping itu dia belajar metodologi penelitian yang kelak akan digunakan saat melakukan penelitian sebagai tugas akhir yang tertuang dalam skripsi.
Untuk bisa sampai pada meneliti dan menulis skripsi, dia harus melalui seminar proposal skripsi. Di seminar ini dia memaparkan proposal penelitian skripsinya. Saat itu dia akan menerima serangkaian saran perbaikan dari dosen-dosen pembimbing dan penguji. Saran-saran itu berhubungan dengan formulasi judul landasan teori, dan metodologi penelitian.
Setelah proposalnya dinyatakan diterima, dia lalu mulai melakukan penelitian sesuai dengan topik skripsi yang telah disetujui dalam seminar proposal. Dia mengumpulkan data. Lalu menganalisis data. Setelah itu dia menulis hasil analisisnya dalam skripsi. Kemudian diajukan kepada dosen pembimbing. Dosen kemudian membimbingnya memberikan saran-saran perbaikan.
Setelah disetujui oleh dosen pembimbing skripsi, kemudian diajukan dalam seminar hasil penelitian. Dalam seminar itu, dia harus mampu menjawab pertanyaan dosen penguji berkenaan dengan hasil penelitiannya yang tertuang dalam skripsi. Biasanya dosen meminta dia mengemukakan jalan pikirannya. Dosen penguji dan pembimbng kemudia memberikan saran-saran perbaikan.
Setaleh menjalani seminar hasil dan dinyatakan lulus, dia kemudian merevisi skripsinya berdasarkan hasil seminar hasil penelitian. Setelah disetujui dan dinayatakan bisa dilanjutkan dalam ujian terakhir, mahasiswa yang bersangkutan lalu akan menlajani ujian terakhir yang disebut ujian komprehensif. Dalam ujian itu dia akan diuji pemahamannya tentang skripsinya. Dan bila dinyatakan lulus, maka dia akan dinyatakn lulus dan layak menyandang gelar sarjana dalam acara yudisium, dan berhal diwisuda dengan mengenakan toga sarjana.
Singkat kata, skripsi adalah perjuangan untuk membuktikan bahwa seorang mahasiswa sudah layak untuk menjadi seorang sarjana. Sarjana yang sudah memiliki kemampuan intelektual mendasar, yaitu mampu berpikir ilmiah dalam arti berpikir secara rasional dan empiris. Sehingga bila dia memasuki dunia kerja, dia mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
Namun di satu sisi, tidak semua mahasiswa mampu menulis skripsi. Pengalaman saya sebagai dosen, banyak juga mahasiswa yang tidak mampu menulis skripsi. Kompetensi mereka di bidang penulisan boleh dikatakan minim. Ini menjadi kendala mereka dalam penyelesaian studi.