DALAM Kakawin Smaradhahana karya Mpu Dharmaja menyebutkan nama Komaratih dan kekasihnya yakni Komajaya. Dalam kakawin tersebut dikisahkan tentang terbakarnya Komaratih bersama Komajaya menjelang kelahiran Ganesha (dewa berkepala gajah). Roh Komaratih dan Komajaya kemudian menjelma ke dalam raga Sri Kirana dan Sri Kamesywara, raja Kadiri yang memerintah dari tahun 1116 hingga 1135 M.
Pada upacara tradisi mitoni yang sampai sekarang masih dilaksanakan oleh sebagian masyarakat Jawa, Komaratih bersama pasangannya Komajaya sering dilukiskan pada sebuah cengkir gadhing (kelapa gading yang masih muda). Hal ini dimaksudkan agar anak yang bakal dilahirkan, kalau perempuan akan memiliki kecantian paras dan kemuliaan jiwa Komaratih, kalau laki-laki akan memiliki ketampanan wajah dan kemuliaan jiwa Komajaya.
Sekalipun tokoh Komaratih sangat menonjol, namun jarang ditampilkan di dalam jagad pakeliran Jawa. Pengertian lain, tokoh Komaratih hanya ditampilkan dalam lakon-lakon carangan yang berkaitan dengan turunnya wahyu, semisal Tumurune Wahyu Hidayat.
Komaratih dalam Lakon Tumurune Wahyu Hidayat
Diketahui bahwa Komaratih (Dewi Kamaratih) merupakan putri dari Bathara Soma. Dengan demikian Komaratih masih cucu dari Sang Hyang Pancaresi (Keturutan Sang Hyang Wening). Komaratih menikah dengan Sang Hyang Komajaya yang merupakan putra dari Sang Hyang Ismaya dan Dewi Senggani. Sesudah menikah, Komaratih tinggal bersama Komajaya di Kahyangan Cakrakembang.
Komaratih merupakan bidadari berparas menawan. Selain itu, Komaratih memiliki kepribadian mulia. Memiliki cinta-kasih terhadap sesama. Berjiwa jujur, amanah, dan sabar. Setia dan berbakti kepada suaminya. Singkat kata, Komaratih memiliki kepribadian emas yang sangat luar biasa.
Di dalam lakon Tumurune Wahyu Hidayat, Komaratih memiliki peran penting. Oleh Sang Hyang Bathara Guru, Komaratih diperintahkan untuk menurunkan Wahyu Hidayat kepada Dewi Utari (putra Prabu Matsyapati dan Dewi Rekatawati dari kerajaan Wirata). Bersamaan dengan itu, Bathara Guru memerintahkan pada Komajaya untuk menurunkan Wahyu Cakraningrat kepada Abimanyu (putra Arjuna dan dan Subadra).
Pada kisah pewayangan Jawa lainnya, Komaratih pula mendapatkan tugas dari Bathara Guru untuk menurunkan wahyu Maningkem kepada Dewi Utari. Sementara suaminya Komajaya ditugaskan untuk menurunkan wahyu Maningrat kepada Abimanyu. Sehingga dengan kedua wahyu tersebut, Dewi Utari dan Abimanyu yang kemudian terikat dalam hubungan persuami-istrian itu kelak melahirkan Parikesit (raja Hastinapura pasca pemerintahan Yudistira), serta raja-raja di tanah Jawa. Lebih jauh tilik Babad Tanah Djawi.
Keteladanan Komaratih
Komaratih merupakan tokoh wayang protagonis yang memiliki sifat jujur dan amanah. Karena jujur dan dapat dipercaya, Komaratih mendapatkan tugas mulia dari Bathara Guru untuk menyampaikan Wahyu Hidayat dan Wahyu Maningkem kepada Dewi Utari. Karena sifatnya mulianya itu, Komaratih layak diteladani oleh setiap wanita pekerja. Karena hanya dengan kejujuran dan dapat dipercaya; maka pekerja wanita tersebut berpeluang besar untuk terus naik pangkat, jauh dari PHK, dan tidak bakal dipecat oleh atasan.
Bila telah bersuami, seorang wanita yang meneladani laku hidup Komaratih niscaya mendapatkan kepercayaan dari suaminya. Seorang suami tidak akan curiga terhadap penggunaan uang belanja yang diberikan kepada seorang istri berjiwa Komaratih. Ketidakcurigaan itu dikarenakan sang istri akan menggunakan uang belanja dengan arif. Tidak menyalahgunakan uang belanja untuk membeli barang-barang tidak berguna. Dari sinilah, hubungan persuami-istrian akan berlangsung dengan baik.
Di samping sebagai simbol cinta-kasih, Komaratih dipersepsikan sebagai simbol asmara. Karenanya, wanita berjiwa Komaratih akan selalu menjaga tubuhnya tetap sehat dan menawan demi suaminya yang berhak mendapatkan kehangatan asmaranya di ranjang. Kehangatan asmara yang tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan seksual, namun seagai bentuk ekspresi cinta-kasih dari istri kepada suaminya. Cinta-kasih yang tulus dan keluar dari dasar hati.
Bila seorang istri melakukan hubungan asmara dengan suaminya berdasarkan cinta-kasih yang tulus, kelak ia akan melahirkan anak-anak berbudi mulia. Anak-anak yang dapat mikul dhuwur mendhem jero kepada orang tuanya. Menghormati dan melaksanakan nasihat-nasihat yang baik dari orang tuanya. Hingga mereka dapat meraih cita-cita yang tinggi. Cita-cita yang dapat mendongkrak harkat dan martabat mereka dan kedua orang tuanya.
Hal terakhir yang layak diteladani wanita dari Komaratih adalah selalu setia dan berbakti kepada suaminya. Setia, artinya wanita tidak menduakan cinta suaminya atau berselingkuh dengan lelaki lain. Berbakti, artinya wanita selalu menjaga nama baik suaminya. Di samping itu, wanita harus mentaati seluruh nasihat yang baik dari suaminya. Dengan langkah itu, bahtera rumah tangga yang wanita lajukan bersama suaminya akan sampai di pelabuhan kebahagiaan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI