Di lingkup masyarakat Jawa, sering terdengar istilah sepuh sepah atau tuwa tuwas, orangtua yang tidak berguna karena tidak bisa memberikan wur (bantuan berupa materi atau uang), tutur (bantuan berupa nasihat), dan sembur (bantuan berupa doa). Karenanya, orangtua yang tidak dapat memberikan wur dikarenakan hidup dalam kemiskinan tetap dianggap berguna asalkan mampu memberikan petuah (nasihat) dan doa yang baik kepada anak-anaknya.
Banyak cara orangtua di tanah Jawa di dalam memberikan petuahnya kepada anak-anaknya. Petuah itu dapat diberikan dengan cara menyampaikan ajaran para leluhur (nenek-moyang) baik bersifat transparan maupun prismatik sebagaimana dalam mitos atau dengan membeberkan makna di dalam cerita rakyat (hikayat, legenda, dongeng, fabel, mite); lelagon (lagu); atau dolanan bocah (permainan anak). Sehingga dengan pembeberan makna tersebut, anak-anak dapat mengambil inti ajaran (pesan moral) yang dapat membangun mentalitas, moralitas, dan kepribadian anak-anak.
Petuah Transparan dan Prismatik
Tidak sedikit orangtua di tanah Jawa di dalam menyampaikan petuahnya masih bersifat prismatik atau berkias. Biasanya petuah prismatik yang digunakan oleh orangtua untuk memberikan nasihat kepada anak-anaknya bersumber pada mitos, seperti: "Aja ngidoni sumur mundhak lambene suwing" (Jangan meludahi sumur, karena bibirnya bisa menjadi sumbing); "Aja dhemen mangan neng lawang, mundhak angel jodhone" (Jangan makan di pintu, karena akan sulit jodohnya); dan lain-lain.
Sementara itu, banyak orangtua yang menyampaikan petuah secara transparan. Pengertian lain, orangtua di dalam menyampaikan petuah kepada anak-anaknya secara blaka suta atau tanpa tedheng aling-aling (berterus terang), dan tanpa simbol-simbol (lambang-lambang).
Petuah ini sangat mudah diterima oleh yang mendapatkannya. Namun bila yang memberi petuah kurang cerdas, petuah tersebut akan terasa sangat menggurui.
Bila dibandingkan dengan memberikan petuah secara transparan, memberikan petuah secara prismatik sebagimana menggunakan mitos lebih susah. Mengingat bila orangtua yang memberikannya kurang menguasai makna tersirat di dalamnya, petuah tersebut akan terkesan sebagai ancaman bagi yang melanggar.
Akibatnya, anak-anak yang menjalankan petuah itu berdasarkan rasa takut dan bukan karena memahami makna sebenarnya.
Petuah melalui Cerita Rakyat
Di dalam cerita rakyat, tersirat pesan moral yang seyogyanya disampaikan oleh orangtua kepada anak-anaknya. Karena itu, hendaklah orangtua selalu mengajarkan mengenai pesan moral sesudah mengisahkan cerita rakyat.
Agar dapat mengajarkan pesan moral yang tersirat dalam cerita rakyat, orangtua perlu banyak membaca. Dengan banyak membaca cerita rakyat, orangtua akan memiliki banyak materi untuk disampaikan kepada anak-anaknya. Bila hal ini dilakukan, orangtua akan turut membantu tugas dan kewajiban sekolah di dalam menyampaikan pendidikan moral kepada generasi bangsa.
Petuah Melalui Lelagon
Lelagon (lagu) yang sering dilantunkan oleh anak-anak saat bermain bersama di halaman dengan dinaungi cahaya purnama pada zaman dulu dapat dijadikan materi orangtua untuk memberikan petuah kepada anak-anaknya. Sehingga generasi mendatang tidak hanya hafal syair di dalam lelagon itu, namun pula memahami makna dan ajarannya.
Banyak lelagon yang dapat dijadikan materi oleh orangtua dalam memberikan petuah luhur kepada generasinya, di antaranya: Padhang Bulan, Tamba Ati, Ilir-Ilir, Tangise Wong Wedi Mati, Bang-Bang Wis Rahina, Gumregah, Gundhul-Gundhul Pacul, Menthok-Menthok, dsb.
Petuah Melalui Dolanan Bocah
Di zaman dahulu, terdapat banyak dolanan bocah yang dimainkan oleh anak-anak. Namun karena perubahan zaman, dolanan bocah serasa lenyap ditelan bumi. Sehingga anak-anak sekarang tidak lagi bermain jethungan, jamuran, sur-suran, dhakon, bas-basan, jlong-jling, ganepo, benthik, dll. Sebagai gantinya, anak-anak lebih suka memainkan permainan digital yang cenderung kontraproduktif dan tidak memberikan ajaran moral.
Berdasarkan pemahaman di muka, maka orangtua perlu mengingat-ingat kembali tentang dolanan bocah yang sewaktu kecil pernah dimainkan.
Sesudah diingat, orangtua perlu mengajarkan bagaimana memainkannya serta menyampaikan nilai-nilai edukatif di dalamnya kepada generasinya.
Hal ini penting, agar generasi sekarang memahami tentang permainan yang diwariskan leluhurnya serta nilai-nilai yang tersirat di dalam permainan itu.
Catatan Akhir
Mengingat pentingnya dalam menunjang pendidikan moral bagi anak-anak, maka semua media yang menunjang upaya penyampaian petuah leluhur Jawa layak dikuasai oleh orangtua.
Dengan harapan,generasi milenial mampu memahami ajaran kebijakan yang diwariskan leluhurnya. Bukan kebijakan Barat yang kurang selaras dengan kebijakan bangsa sendiri.
(Sri Wintala Achmad, penulis tinggal di Yogyakarta)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H