Serupa roda yang berputar ke depan, zaman terus berubah. Dari zaman pra sejarah menuju zaman sejarah. Dari zaman klasik menuju zaman modern.
Begitulah perkembangan zaman yang menuntut setiap manusia agar mengantisipasinya dengan cepat dan cerdas. Dengan mengantisipasinya, manusia akan survive dan nut jaman kelakone (mengikuti perubahan zaman).
Perubahan zaman sangat berpengaruh pada setiap sektor baik politik, ekonomi, sosial, maupun budaya (termasuk kesenian dan kesusastraan).
Terutama bidang kesusastraan; perubahan zaman memengaruhi perubahan tema, gaya bahasa, bentuk, dan isi karya sastra.
Di dalam memublikasikan karya sastra, sastrawan tidak lagi mengandalkan penerbit dan media massa cetak seperti koran, majalah, tabloid, atau jurnal; melainkan pula media digital, seperti: blog, website, atau youtube. Mengingat perkembangannya, media digital lebih disukai publik (terutama generasi milenial) ketimbang media cetak.
Kecenderungan publik yang membaca karya sastra melalui media digital ketimbang media cetak menjadi tantangan tersendiri baik pada sastrawan gaptek (gagap teknologi) digital maupun perusahaan media cetak.
Bila tidak mampu menghadapi tantangan tersebut, sastrawan dan perusahaan media cetak akan mengalami kerugian sangat besar yakni ditinggal pembacanya.
Langkah Antisipasi Sastrawan
Pada era kejayaan sastra koran, di mana setiap sastrawan yang berkreasi melalui mesin ketik manual dapat mengirim karyanya ke media cetak.
Namun sewaktu media cetak hanya menerima naskah yang digubah melalui komputer atau laptop dan dikirim ke posel redaksi, sastrawan gaptek tidak akan berpeluang untuk memublikasikan karyanya.
Sastrawan baru dapat memublikasikan karyanya bila mendapat pertolongan orang lain yang menguasai komputer atau laptop dan bisa mengirim naskah ke redaksi melalui email.
Manakala hampir setiap orang yang memiliki android dapat mengakses internet dengan mudah, media cetak mulai kehilangan banyak pembaca.
Mereka lebih suka membaca karya sastra melalui media digital ketimbang media cetak. Dikarenakan banyak media cetak merugi hingga membatasi jumlah oplah, penghasilan sastrawan yang mengandalkan hidup dari karya sastra menurun.
Pada dasarnya, sastrawan yang menguasai komputer dan internet akan menyadari bahwa pendapatan akan berpotensi meningkat bila mempublikasikan karyanya ke media online berbayar.
Karenanya bagi sastrawan yang ingin survive dan eksis harus mengantisipasinya dengan menguasai kedua media tersebut. Tanpa menguasainya, sastrawan akan ketinggalan zaman dan pasti tidak tercatat namanya di benak generasi milenial.
Antisipasi lain yakni sastrawan harus membikin blog, website, atau akun youtube yang dikaitkan dengan google adsense. Melalui media-media tersebut, sastrawan hendaklah bekerja keras dan ulet di dalam memublikasikan karyanya di ruang apresiasi publik.
Hendaklah pula sastrawan menyadari bahwa memublikasikan karya melalui media digital tidak semudah membalik telapak tangan. Karenanya, sastrawan musti berbekal keyakinan dan tanpa mengenal putus asa untuk memetik buah perjuangannya di masa mendatang.
Bila tidak mampu menguasai blog, website, atau youtube; sastrawan bisa bekerjasama dengan generasi milenial atau seorang tenaga ahli. Dengan bekerjasama dengan ahlinya, sastrawan akan lebih cepat untuk mendapatkan banyak apresian dan penghasilan dari karya-karya yang dipublikasikannya.
Langkah Antisipasi Media Massa Cetak
Sebelum internet muncul hingga mengalami perkembangannya; koran, majalah, tabloid, atau jurnal menjadi salah satu media informasi andalan publik. Di katakan salah satu, dikarenakan radio dan televisi pula menjadi media informasi andalan publik pada saat itu.
Semasa kejayaannya, media cetak bukan sekadar sebagai media informasi, namun juga sebagai media publikasi karya sastra, semisal: cerita bersambung (cerbung), cerita pendek (cerpen), esai sastra, dan puisi.
Sehingga melalui media cetak, sastrawan dapat memeroleh keuntungan ganda, yakni: pemublikasian karya dan pemerolehan honor dari karya yang dimuatnya.
Sesudah media digital semakin menyita perhatian publik, media cetak berangsur-angsur ditinggalkan. Menyadari publik semakin gandrung dengan media digital, banyak perusahaan media cetak bukan sekadar mencetak koran, majalah, tabloid, atau jurnal; namun pula website atau e-paper.
Sehingga perusahaan tersebut berpeluang besar untuk survive. Bahkan terdapat beberapa perusahaan media cetak memublikasikan hasil jurnalistiknya yang berbentuk video di youtube.
Melalui langkah antisipasi cerdas tersebut bukan sekadar menguntungkan perusahaan media yang semula hanya menekuni media cetak, namun pula sastrawan.
Mengingat selain dapat memublikasikan karyanya ke media digital dengan jangkauan pembaca lebih luas, sastrawan berpeluang untuk mendapatkan honorarium.
Apa yang penulis jabarkan di muka bukan isapan jempol. Secara faktual ditunjukkan bahwa beberapa perusahaan yang sebelumnya menggeluti media cetak agar tetap bisa suvive harus menerbitkan e-paper. Melalui e-paper, media mereka akan dibaca di kalangan lokal, nasional, dan internasional; serta memiliki prospek ke depan yang lebih baik.
Selain itu, beberapa perusahaan media yang dapat mengantisipasi perubahan zaman akan menjangkau pembaca dari kalangan pecinta sastra.
Bukan hanya itu, mereka dapat memertahankan komitmennya sebagai penyosialisasi karya sastra ketika sastrawan membutuhkan ruang ekspresi pada era pendemi yang belum tuntas.
Langkah antisipasi yang dilakukan beberapa perusahaan media di dalam memertahankan kehidupan sastra dari keterpurukannya sangatlah bijak.
Mereka pun telah konkrit memberikan ruang publikasi karya sastra dan sekaligus memberikan menu sastra bagi pecintanya. Sehingga ketika Indonesia dalam kondisi keprihatinan, kehidupan sastra tetap mendapat perhatian.
Apa yang penulis paparkan di muka sekadar menandaskan bahwa setiap perubahan zaman harus diantisipasi dengan cepat dan cerdas.
Perubahan zaman yang menyebabkan pergeseran kecenderungan publik di dalam mendapatkan informasi yakni dari media cetak ke media digital harus disikapi dengan arif baik oleh sastrawan maupun perusahaan media.
Dengan demikian, baik sastrawan maupun perusahaan media akan survive dan memiliki prospek di masa depan. (Sri Wintala Achmad)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H