Mohon tunggu...
Alya AzizahAchmad
Alya AzizahAchmad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa yang minat berbagai hal

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami Subkultur Alternatif Underground atau Budaya Populer yang Sering dianggap Anarkis dan Perannya pada Pergerakan Sosial

6 November 2024   19:15 Diperbarui: 6 November 2024   21:54 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Era globalisasi membuka akses informasi secara luas dan tanpa batas. Ini mempengaruhi perkembangan industrialisasi, masyarakat kapitalistik, juga konsumeris, dimana hal ini berkaitan dengan yang disebut sebagai budaya popular. Dengan berembangnya budaya popular oleh produksi massa dan media massa, kemudian mempengaruhi perkembangan musik di era globalisasi. Kebudayaan kapitalisme memunculkan Gerakan subkultur-subkultur anak muda seperti Rock, Punk, Gothic, Hippie, Metalhead, Raver, dan lain sebagainya. Subkultur ini seringkali disebut sebagai "scene underground", yang berarti karakteristik music yang keras. 

Subkultur ini kemudian membuat suatu pergerakan melepaskan diri mereka untuk berekspresi dan tidak terikat pada korporasi atau kapitalisme (Laksono et al., 2015). Dalam mengekspresikan diri seringkali subkultur underground dianggap berisik atau "noise", juga budaya mereka yang terkesan acak-acakan dan 'berandalan' yang kemudian memunculkan stima buruk terhada anak muda dalam subkultur. Namun subkultur ini muncul sebagai bentu resistensi karena perbedaannya dari norma masyarakat yang kemudian menggangu kemulusan ekspolitasi dan penekanan terhadap kelas pekerja. Subkultur-subkultur ini kemudian memberikan kritik dalam bentuk performatif dari dunia yang hipokrit (Paris & Ault, 2014). 

Ketika melihat kebelakang, generasi muda dalam konstruksi sosial tidak terlepas dari sosio-kultural. Menurut Anglo Saxon, pemuda adalah kategori baru yang muncul sebagai respon transformasi sosial oleh kapitalisme, industrialisasi juga urbanisasi. Pemuda kemudian muncul sebagai tenaga kerja untuk profit di dunisa kapitalis (Sutopo, 2016). Sebuah pendekatan yang dilakukan oleh analisis Marxist pada 1970an di University of Birmingham Centre for Contemporary Cultural Studies, yang kemudian menjadi tonggak analisis dari budaya popular dan budaya generasi muda dengan cara menginterpretasikan artefak dan bentuk ideologi dengan arti yang luas. Dalam konteks ideologi ini adalah bagaimana cara berpikir, kumpulan ide dan konsep (Drake, 2010, 40-41). Di Amerika sendiri konsep subkultur dikaitkan dengan hasil pemikiran sosiologis Durkheim, dimana melihat penentuan faktor sosial dalam implementasinya pada perilaku masyarakat. Konsep ini kemudian digunakan anak muda sebagai bentuk normalisasi dan untuk menghindari kesan alienasi dengan solidaritas kelompok atau yang memiliki identitas sama dalam bentuk subkultur (Sutopo & Lukisworo, 2021). Ini karena perbedaan dari segi penampila, budaya, dan norma yang dibawa oleh kelompok marginal ini.

Social Movement

Pergerakan sosial sendiri merupakan usaha kolektif yang dilakukan suatu kelompok sosial untuk mencapai tujuan spesifik, mau itu tentang perubahan atau resistensi untuk berubah. Pergerakan sosial juga bisa disebut sebagai "collective action", yang berarti segala bentuk oreintasi aktivitas terhadap suatu tujuan yang dilakukan secara bersama oleh dua individu atau lebih (Corte, 2012, 43). Awal mula studi sosiologi tentang subkultur muncul dari bagaimana preman atau 'delinquent' muncul, mengapa mereka mengikuti gang tertentu. Dalam studi pergerakan sosial dengan adanya perubahan ke arah analisis kultural, bersama dengan munculnya 'new' social movement (NSMs) atau peergerakan sosial baru, fokusnya bergeser dari studi mengenai mobilisasi masssa dan perjuangan politik untuk hak masyarakat menjadi analisis tantangan simbolik, identitas kolektif dan budaya politik (Martin, 2002). 

Melihat dari logika Gramscian, "kultur" atau "budaya" sendiri dapat diartikan sebagai suatu cara kemompok menghadapi realitas sosial. sedangkan kata "sub" berarti kelompok kecil dalam masyarakat besar. Hal ini kemudian dapat menjadu acuan pertimbangan bagaimana hubungan antar kelompok dalam masyarakat medern memiliki kesenjengan atau konflik. Ini karena adanya kelas dari industrialisasi dan kapitalisme, membagi kelas dominan (rulling class) yang memegang kekuasaan dan mengeksploitasi kelas bawah (middle & working class). Kaum muda khususnya pasca Perang Dunia ke-II di Inggris kemudian membentuk subkultur seperti Skinhead, Teds, Mods, Punk, rock dan lain sebagainya yang mayoritasnya berasal dari generasi kulit putih muda dan pekerja laki-laki pada masa itu sebagai bentuk resistensi budaya dominan yang menindas (Sutopo & Lukisworo, 2021). 

Subkultur Underground & Gerakannya di Indonesia 

Dengan maraknya globalisasi, kultur anak muda barat kemudian masuk ke Indonesia di tahun 70-an dalam bentuk Westernisasi ideologi dan musik, seperti masuknya genre rock ke Indonesia. Dengan rock sebagai awal mula, kemudian berkembang lagi menjadi genre musik underground yang lebih banyak lagi (Permana, 2022). Generasi muda secara sejarah memiliki peran yang penting dimana pelajar aktivis yang kemudian mendorong proklamasi kemerdekaan dengan peristiwa Rengasdengklok. Kemudian masuk rezim orde baru yang kemudian mencoba melakukan represi, membuat demonstrasi 98 terjadi. Jeremy Wallach melihat banyak dari anak muda yang ikut demonstrasi merupakan bagian dari subkultur underground. Pemuda Indonesia yang kebanyakan berasal dari kelas menengah dan pelajar SMA, mulai mengembangkan kecintaannya pada genre yang berasal dari A.S ini (Wallach, 2005). Bisa disimpulkan bahwa musik underground mempunyai peran dan pengaruh terhadap Demokratisasi di Indonesia. Dengan aksinya dan ideologi mereka, demokratisasi terjadi.

Di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya, subkultur underground masih terus eksis sebagai bentuk perlawanan atau resistensi terhadap rezim yang autoritarian dan post-authoritarian. Dengan konteks ini, pergerakan subkultur underground membuat anak muda dianggap sebagai anarkis. Khususnya ada peran vital antara skena punk dan gerakan anarkis, seperti penggunaan simbol anarkis dan pertunjukan aksi 'rebel', punk telah memberikan peran penting dalam aktivisme anarkis. Pada masalah anti-diktaktor, pnk mengorganisir kelompok seperti di Front anti Fasis (FAF) di Bandung (Marvin-Iverson, 2020). FAF dibentuk pada 1997 dengan tujuan menyatukan anak punk atau anak jalanan juga preman. Mei 2019 muncul gerakan protes terhadap politik, kemudian memberikan cap bagi 'anarko-sindikalisme'. Di tahun itu kepolisian menyatakan bahwa anarko-sindikalis lah yang bertanggung jawab atas kejadian rusuh May Day, memberikan stigma lagi ke masyarakat. Kelompok-kelompok anarkis memiliki peran penting dalam memperjuangkan liberalisme kapitalis. Gerakan anarkis saat ini muncul sebagai gerakan sosial politik untuk pemerintahan sekarang, dengan dominasi oligarki memperkuat kesenjangan antara rezim dan masyarakat sosial. (Facal et al., 2022). 

Kesimpulan

Melihat bahwa cap anarkis yang diberikan oleh otoritas terhadap subkultur yang didominasi pemuda menunjukkan bahwa ada penindasan yang dilakukan oleh kelas yang berkuasa. Isu gerakan sosial yang dilakukan oleh subkultur anak muda menunjukkan bahwa kelompok marginal memiliki semangat dalam memperjuangkan identitas mereka, identitas yang muncul secara sosiologi karena interaksi sosial mereka satu sama lainnya. Ditambah dengan keberadaanya yang dari awal sudah di anggap sebagai 'anomie' masyarakat membuat stimatisasi yang dilakukan oleh kelas elit tidak akan mengguncangkan atau merubah gaya hidup mereka. Untuk memahami gerakan sosial yang dilakukan oleh subkultur budaya populer anak muda, tidak bisa hanya dilihat dari generalisir dan stigma masyarakat. Subkultur ini muncul dari anak muda yag membuktikan bahwa mereka (anak muda) dan juga masyarakat bukan alat bagi para elit kapitalis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun