Mohon tunggu...
Sutrisno Penadebu
Sutrisno Penadebu Mohon Tunggu... Penulis - Menulis menebar kebaikan, Menulis apa saja bila ide datang

Sutrisno dengan nama pena Penadebu, ASN di Babulu kabupaten Penajam Paser Utara. Menulis di beberapa media baik cetak maupun online telah menerbitkan beberapa jurnal, prosiding, dan beberapa buku. Kini menjadi pengurus organisasi profesi. Menjadi instruktur lokal dalam kegiatan menulis dan guru inti. Sutrisno dapat dihubungi di: 1. HP/Wa : 081253791594 2. Facebook : Sutrisno babulu 3. Email : sutrisnok809@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Nano-Nano Kurikulum

24 Agustus 2022   11:19 Diperbarui: 24 Agustus 2022   11:25 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Penadebu

"Pak Kepsek, izin bertanya ini ganti kurikulum hanya sekadar ganti judul saja ya, Pak?

"Wah, ya tidak tepatlah jika sekadar ganti judul atau ganti dokumen. Rasanya lebih dari itu Bu.  Pengimplementasian kurikulum Merdeka dimaknai sebagai transformasi pembelajaran bertujuan mengubah cara pembelajaran supaya lebih efektif."

"Jika kita berpikir mengganti kurikulum adalah tujuan maka yang akan terjadi adalah kurikulum berganti namun pembelajaran sama saja. Bukan perubahan semacam ini yang diharapkan. Salah satu gagasan penting dalam kurikulum merdeka adalah memerdekakan guru. Cara mengajar adalah area kreatif guru yang tidak boleh dijajah, dibelenggu, dan diikat oleh aturan-aturan yang mempersulit.  Ikhtiar sedang dilakukan. Melalui kurikulum merdeka adalah membuat area belajar sebagai area sekolah yang harus merdeka."

'Kurikulum Merdeka terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah yang bersifat nasional di dalamnya ada standar output pendidikan. Prinsip pembelajaran dan prinsip asesmen. Bagian pertama ini merupakan standar nasional yang sangat generik. Kemudian bagian kedua disebut kurikulum operasional satuan pendidikan. Wilayah inilah yang menjadi ranah kemerdekaan guru dan satuan pendidikan."

"Lalu bagaimana, dengan ranah kemerdekaan guru, dalam satuan pendidikan, ya pak?"

Lagi-lagi bu guru kami menanyakan hal tersebut. Sebagai kepsek dituntut harus serba bisa memberi solusi atas pertanyaan tersebut. Padahal saya bukan kepala sekolah penggerak. Namun dengan bantuan informasi, dan belajar mandiri yang dianjurkan kemendikbud digunakan sebaik-baiknya. Mau mengeluh sudah tidak zamannya. Mengikuti air mengalir dalam celah itu lebih baik.

Awalnya saya berpikir, tidak lulus sekolah penggerak adalah rahmat. Karena tidak terikat kontrak dengan kekangan. Pada point 3 disebutkan persyaratannya apabila lulus sekolah penggerak minimal 3 tahun tidak boleh pindah dari sekolah tersebut.

Dari sini lagi-lagi saya merasa keberatan dengan persyaratan itu.Bukan karena sekolah tersebut tidak bisa saya kembangkan. Namun jarak tempuh dari rumah yang cukup aduhai. Apalagi saat hujan tiba dipastikan saya akan memantau sekolah dari rumah.

Masih bisa bersyukur karena jarak tempuh masih dalam 1 wilayah kecamatan. Bagaimana dengan beberapa teman yang menyeberang ke kecamatan lain. Tentu akan semakin sulit. Kembali ke persoalan awal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun