Mohon tunggu...
Vicky Saa
Vicky Saa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Sejarah

Hanya hobi dan minat saja. Bakat? Saya tidak tahu.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mengejar Apa di 2023?

31 Desember 2023   21:28 Diperbarui: 13 Januari 2024   17:36 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada 2023, saya mengejar banyak hal. Saya mengejar mimpi-mimpi yang belum terealisasikan sebelumnya. Bisa dibilang 2023 adalah tahun yang kompleks akan pengalaman, serta menjadi tahun yang paling membuat saya berkembang. Tidak, saya tidak akan menceritakan semua hal yang saya raih. Saya hanya akan menceritakan bagaimana saya, seorang siswa yang tidak bisa dikatakan pandai bersosialisasi berubah menjadi seorang yang justru tak dapat lagi duduk tenang seperti dulu.

Berawal dari tertolak SNBP dan akhirnya mengikuti SNBT dengan pilihan 1 Arkeologi UGM dan pilihan 2 Ilmu Sejarah UNY, akhirnya saya berjodoh dengan UNY. Di situlah saya merasa babak baru kehidupan ini akan dimulai. Seorang gadis yang dulu hanya menyukai berada di balik layar ingin tampil seperti kebanyakan orang. Dan banyak sekali harapan saya ketika saya menginjakkan kaki di kampus tercinta ini.

Saya melatih mental dengan mengajukan diri mengikuti TMTP PKKMB universitas, padahal ada rasa takut ketika berinteraksi dengan orang baru. Tapi saya berpikir, sampai kapan saya akan begini? Saya tidak akan maju hanya dengan alasan merasa takut. Dan itulah akhirnya saya berusaha memberanikan diri untuk berkenalan dengan orang baru, meskipun hanya selangkah kecil dengan dorongan teman baik saya. Saya salut dan benar-benar takjub dengan cara berkenalannya yang diluar dugaan, namun memiliki efek luar biasa.

Dan sekarang saya sedang berproses di Lembaga Pers Mahasiswa, bahkan tak tanggung-tanggung saya mengikuti dua LPM sekaligus. LPM Ekspresi yang adalah LPM universitas serta LPM Philosofis, LPM tingkat fakultas. Dari sinilah, saya ingin menjadi pribadi yang bertolak belakang dengan pribadi saya selama ini.

Apa yang melatarbelakangi saya menjadi seperti ini? Kebebasan. Itu yang saya cari selama ini.

Bukan, saya tidak dapat mengatakan bahwa bergabung dengan LPM adalah sesuatu yang mudah. Bahkan nyatanya tidak sama sekali. Dari sejumlah anggota yang bergabung, nampak sekali pemikiran intelektual mereka berada jauh diatas saya. Dan juga, LPM adalah tempat dimana pemikiran kritis, demokratis dan lainnya berkumpul. Saling pro-kontra. tapi saya suka.

"Kenapa kamu mengikuti dua LPM sekaligus? Padahal, meskipun sama-sama lembaga pers, landasan mereka bisa jadi berlawanan. Di samping itu, sebagai seorang mahasiswa ilmu sejarah,- kamu akan kesulitan mengatur waktu. Dan lagi, kamu bukanlah anak kos atau anak yang tinggal di rumah. Tapi kamu juga memiliki tanggungjawab sebagai seorang santri yang harus mengaji."

Jujur, kebebasan yang saya maksud adalah kebebasan yang benar-benar tak mengikat. Kebebasan melakukan apa saja. Kebebasan yang sebenar-benarnya kebebasan. Kebebasan berpendapat. Juga kebebasan diri yang tak pernah saya rasakan sebelumnya. Menjadi santri sedari dini membuat saya memiliki sifat memberontak. Saya akui pemikiran saya ini buruk. Saya tahu.

Apa kebebasan itu?

Sebelumnya, kebebasan bagi saya adalah saya bisa melakukan apapun, bisa berbicara apapun tanpa meninggalkan prinsip dan agama,- meskipun dalam beberapa hal agama dan kebebasan itu saling bertentangan. Saya ingin sama seperti teman-teman saya, tidak memiliki beban yang harus ditanggung sehari-hari, makan hati kalau apa yang dilakukan berseberangan dengan apa yang diajarkan. Saya lelah mencari kebebasan itu. Dan akhirnya saya tersesat.

Sejatinya, apa yang saya lihat dan pahami hingga hari ini sesuai studi lapangan,- anak ilmu sejarah adalah anak yang bebas bergerak sesuai kehendak hati. LPM adalah anak yang haus akan keadilan. Santri adalah anak yang harus mematuhi peraturan secara agama. Dan saya adalah anak yang tidak suka dikekang. Keempat elemen itu meledak, membuat saya kacau. Saya hilang arah.

Benar, saya hilang arah. Pernah. Bahkan baru kemarin.

Sewaktu saya mengikuti sebuah kepanitiaan hingga malam, di acara tersebut saya malah tertekan. Saya menangis karena bagaimanapun juga, kepanitiaan tentunya harus pulang larut malam dan itu memang keinginan saya untuk menyelesaikan dan pulang seperti yang lainnya. Namun, mengingat gerbang asrama saya ditutup pukul 9, akhirnya saya meminta izin menginap di kos teman. Hanya saja, di pesantren,- tanpa surat berarti tidak dapat dibuktikan. Terlebih pada malam sebelumnya saya bermasalah karena sering sekali kosong mengaji. Akhirnya, saya berniat kabur.

Tapi ibu saya memberikan pengertian disaat acara tersebut. Beliau memberikan wejangan yang membuat saya sadar, namun tetap saja marah. Saya sebenarnya tidak berminat masuk pesantren lagi. Saya ingin aktif dalam perkuliahan, untuk menggapai mimpi saya. Ditambah lagi dengan fakta bahwa hafalan saya memang hancur karena sedari awal saya memang tidak berniat menghafalkan. Saya marah, benci dan iri dengan apa yang telah saya jalani hingga detik itu.

Saya tahu itu salah. Tapi, seandainya saya tidak seperti itu,- saya tidak bisa apa-apa lagi. Ibu saya yang adalah penghafal Al-Qur'an dan Bapak yang adalah Ustadz menjadikan saya tertekan. Bapak dan Ibu saya memang tidak menuntut, tapi cara pandang orang-oranglah yang menuntut. Dan saya frustasi dengan hal tersebut. Saya sedari awal memang tidak berminat terjun ke bidang agama lebih jauh. Dan saya lebih menyukai bidang sosial yang lain dimana saya bakal mengatakannya dengan sebutan "Ilmu dunia".

Saya lebih condong ke ilmu dunia dibandingkan ilmu akhirat, dan itu menyedihkan. Padahal saya lahir di kalangan santri, namun nyatanya otak saya berat sebelah. Dibandingkan adik-adik saya, ilmu akhirat saya nol nilainya. Dan kalaupun mau diperbaiki, sudah dalam level yang tinggi. Dan saya memang pernah berusaha memperbaikinya, hanya saja sudah salah sejak awal. Jadi hal ini benar-benar sulit.

Kuliah bagi saya adalah tempat terakhir balas dendam untuk orang yang sering merendahkan saya. Kuliah adalah tempat dimana saya harus memetik hal yang dulu diremehkan orang. Saya orang yang pendendam, namun saya ingin membalaskan dendam dengan cara yang elegan. Terkesan pamer, namun bukan pamer seperti yang dilakukan orang yang sering mencibir saya. Itulah prinsip saya.

Saya INTP, seringkali overthinking terhadap sesuatu. Dan itu cukup mengganggu. Saya juga dapat menangis kapan saja. Sisi gelap pesantren adalah apabila seseorang tidak dapat berdebat, maka mental akan hancur. Bukan lagi kuat. Itu yang saya alami karena saya mondok sejak lulus SD. Saya tidak menyalahkan pesantren, namun kadangkala pesantren luput dari pengajaran bahwa mental anak-anak itu berbeda. Bahkan kepribadian manusia dibagi menjadi 16 MBTI sehingga memungkinkan adanya perselisihan.

Kembali lagi pada judul. Saya mengejar kebebasan di tahun 2023, namun saya paham ternyata kebebasan memiliki batasan juga. Apalagi kebebasan versi saya sangat berbeda dengan kebebasan remaja seusia saya yang lain. Saya tidak menyebarkan aib-aib saya. Ini adalah pelajaran saja untuk yang lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun