Kasus pelecehan seksual di kampus UNY berakhir dengan plot twist. Terduga pelaku ternyata adalah korban dari pencemaran nama baik dan juga hoax. Postingan di tweet X terbukti hanyalah korban fiksi. Dan kasus yang menyeret M. Fahrezy itu berakhir dengan dtangkapnya RAN, sesama mahasiswa Fakultas Matematika-Ilmu Pengetahuan Alam. Motifnya pun cukup sepele, mengingat dari sekian kasus yang pernah ditangani oleh Polda DIY.
Dari saya pribadi yang menjadi mahasiswa di UNY, tindakan ini menjadi salah satu pengingat dalam bersosialisasi. Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan interaksi, adakalanya sebuah pembicaraan dapat membuat salah satu pihak tersinggung. Untuk menghindari hal tersebut, maka perlu disusun sebuah pegangan berupa batasan pembicaraan agar nantinya tidak menjadi bumerang bagi diri sendiri.
Hal ini juga menjadi pelajaran bagi para netizen yang sering main hakim sendiri dengan ketikan di media sosial, baik di Tiktok, Whattsapp, Telegram ataupun Instagram. Banyak kasus pembulian cyber yang saya temui manakala seseorang melakukan kesalahan baik disengaja ataupun tidak.
Kasus ini menjadi hal yang merugikan berbagai pihak. Yang paling dirugikan tentu saja adalah Fahrezy, korban yang dituduh pelaku tersebut. Nama baiknya telah tercemar, dibuktikan dengan komentar jahat yang mengarah padanya akhir-akhir ini.Â
Jabatannya sebagai staff itu juga ikutan jelek karenanya sehingga pada saat itu BEM pun mendapatkan getahnya. Dari BEM bersama FMIPA yang menyatakan akan menyelidiki kasus ini pun dituduh tidak melindungi korban dan terkesan menutupi kasus.
Hoax itu menjadikan ibu yang melepas anak perempuannya merantau ke Jogja resah dan panik. Bahkan tak sedikit teman yang diwanti-wanti sang ibu agar terus update kegiatan sehari-hari dan melaporkan sesuatu yang dirasa tidak nyaman serta mencurigakan. Hoax itu juga menyebabkan menurunnya tigkat ketertarikan siswa SMA untuk melanjutkan studi di UNY.
Kurang lebihnya, ada 3 pelajaran yang dapat dipetik dari kasus ini.
1. Kasus yang naik diawali dengan tweet dan bukti berupa screenshoot chat jangan ditelan mentah-mentah. Hal ini belum tentu kebenarannya karena dapat dipalsukan dan dimanipulasi.
2. Jangan main komentar karena komentar dapat menyudutkan seseorang yang belum jelas statusnya sebagai tersangka/korban. Dari komentar, kasus yang belum jelas bakalan semakin tersebar sehingga dapat merugikan pihak yang terseret kasus tersebut. Bijaklah menggunakan sosial media karena pada zaman ini, kecanggihan teknologi semakin melesat. AI semakin merajalela, tanpa bisa dicegah. Tugas kita adalah menggunakannya sebijak mungkin.
3. Berinteraksi dengan sesama memang dapat menyulut emosi ataupun menyinggung harga diri. Namun, itu tergantung bagaimana cara kita menenangkan diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H