Mohon tunggu...
Pena Indis
Pena Indis Mohon Tunggu... -

PenA Indis “Penulis Antologi Indahnya Islam adalah sebuah wadah kepenulisan Islami, bergerak dalam dakwah melalui media kepenulisan dan pemberdayaan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pusaka di Ujung Sejarah

1 November 2013   12:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:44 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Wajah bukit mulai pucat diamuk badai, kusam tak menampakan memoarnya pada anak-anak negeri. Kering hasrat, menenggelamkan jati diri. Jika ku sandingkan diriku dengan wajah-wajah sejarah, tak ada bedanya mereka pergi dalam catatan indah namun pudar dengan hadirnya wajah-wajah selebritis sementara aku terpaksa pergi menggoreskan luka dalam catatan hati.

Sejak kapan cerita ini bermula, aku pun terkadang sulit meraba masa laluku. Sedang kapan aku makan saja aku tak ingat apalagi memikirkan hal-hal yang besar dalam perjalananku sendiri. Tapi, entah mengapa! yang selalu ku ingat bahwa aku hanya seorang pengukir... ya pengukir luka dalam hati seseorang.

Perjalanan hidup tanpa memaknai pengembaraannya hanyalah rongsongkan jasad bertahtakan nafsu. Geraknya hidup bagai virus-virus iblis di dalam dada. Jadi begitu kah diriku... oh tidak! Sama sekali aku tak menginginkan diri ku dikuasainya, tapi melihat perbutan yang ku timbulkan, perlahan aku menyadari diriku telah terkena imbasnya, virus yang mungkin ku izinkan sukarela menggerogoti diri ku.

Rupa diriku, rupa yang ku kenali atas nama sejarah. Sejarah silam anak negeri yang bergelar pahlawan... itu kata sejarah, tidak untuk mereka. Sejarah yang membesarkan nama-nama mereka dari bangku sekolah.

Aku menyakiti, mereka tidak... ! tapi mereka tersakiti bukan karena lidahku, melainkan para pemuja tahta mereka. Tahta yang sekarang lebih kokoh dan megah dibandingkan tahta mereka di masa silam. Aku menyakiti, tapi diriku sendiri yang tersakiti dan sakitnya hanya segelintir orang saja. Tapi mereka di atas tahta kekuasaan saat ini, bukan hanya diri mu yang mereka sakiti wahai manusia masa lalu negeriku, bukan hanya diriku, tapi seluruh pusaka peninggalanmu atas nama anak negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun