Namun, tidak sedikit pula orang yang mengabaikan konsep dasar nasionalisme Indonesia dengan mengatakan bahwa nasionalisme tidak lain adalah cikal bakal lahirnya chauvinisme dan pada gilirannya fasisme.Â
Anggapan ini tentu berkaitan dengan apa yang sedang terjadi di Papua, dimana sebagian orang berpandangan bahwa sejak awal, tindakan -- tindakan pemerintah Indonesia terhadap Papua adalah salah satu bentuk imperialisme-kolonialisme.Â
Masalah tersebut tidak akan dibahas lebih jauh dalam tulisan ini. Tulisan ini hanya ingin menyoroti interpretasi atas nasionalisme tersebut yang seolah mengabaikan konsep nasionalisme yang telah ditanamkan oleh para pendahulu bangsa ini.Â
Tentu tidak menjadi masalah apabila penegasannya terletak pada nasionalisme sempitnya. Akan tetapi, menjadi sebuah ironi ketika narasi yang digaungkan adalah nasionalisme sebagai cikal bakal fasisme. Tanpa embel - embel "sempit".Â
Bahkan, pengabaian terhadap konsep dasar nasionalisme ini berujung pada anggapan bahwa Soekarno adalah seorang imperialis karena mengambil tindakan mengintegrasikan Papua kedalam wilayah NKRI.Â
Mengingat telah ada penegasan bahwa nasionalisme bangsa Indonesia bukanlah nasionalisme sempit, interpretasi semacam itu tentu merupakan sebuah kemunduran.
Nasionalisme Menjadi Sebuah Kata yang Kehilangan Makna
Multi-interpretasi terhadap nasionalisme merupakan sebuah keniscayaan. Sejarah mencatat, tokoh - tokoh besar dunia seperti Soekarno, Mahatma Gandhi, Nelson Mandela, hingga Albert Einstein memiliki ide dan gagasan yang beragam mengenai nasionalisme.Â
Contohnya, Albert Einstein selalu mengkritik habis - habisan bentuk nasionalisme yang dititikberatkan pada militerisme dan juga bentuk nasionalisme yang memberangus tradisi - tradisi intelektual.Â
Hal tersebut menunjukkan bahwa gagasan - gagasan mengenai nasionalisme masih terus tumbuh dan berkembang. Akan tetapi, jangan sampai multi-interpretasi itu muncul sebagai akibat dari pemahaman yang ahistoris terhadap nasionalisme itu sendiri. Penggalian makna nasionalisme sudah selayaknya terus dilakukan.Â
Namun, jangan sampai diskursus mengenai nasionalisme muncul sebagai akibat dari rendahnya kesadaran sejarah suatu bangsa. Karena jika demikian, pembahasan  mengenai nasionalisme hanya akan menjadi pembahasan yang "mengambang" tanpa pernah menyentuh tataran konsep. Dan pada akhirnya, nasionalisme akan menjadi sebuah kata yang kehilangan makna. Seakan nasionalisme kita itu nasionalisme gampangan.