Mohon tunggu...
Christian Rahmat
Christian Rahmat Mohon Tunggu... Freelancer - Memoria Passionis

Pembelajaran telah tersedia bagi siapa saja yang bisa membaca. Keajaiban ada di mana-mana. (Carl Sagan)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Diskusi, Tradisi Intelektual yang Terabaikan

14 September 2019   15:07 Diperbarui: 15 September 2019   15:04 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika kita mengamini bahwa setiap kata-kata kita harus kita realisasikan, maka di situlah skema penghancuran akan dimulai. Kita tidak akan berani lagi berkata-kata. Kita tidak akan berani lagi menulis. Kita tidak akan berani lagi berdiskusi. Kita tidak akan mau lagi membaca.

Kita baru akan melakukan hal-hal tersebut apabila kita memperoleh keuntungan (secara langsung) darinya. Paradigma tersebut pun dengan sendirinya akan menjebak kita dalam keadaan yang stagnan. Kita akan mengalami penyempitan sudut pandang.

Ujung-ujungnya kita akan melihat segala sesuatu hanya dari segi fungsi praktisnya saja. Apabila berguna secara langsung bagi kita, maka akan kita lakukan. Sebaliknya, apabila tidak ada gunanya bagi kita (padahal berguna bagi orang lain, bagi alam), maka akan kita abaikan begitu saja.

Kampus Sebagai Garda Terdepan
Sebagai tempat di mana komunitas intelektual bertumbuh, sudah seharusnya kampus menjadi garda terdepan dalam mempertahankan serta merawat tradisi-tradisi intelektual seperti diskusi. Kampus harus menjadi tempat yang ramah bagi diskusi dan tradisi-tradisi intelektual lainnya.

Kampus bahkan harus secara aktif memfasilitasi diskusi. Ruang diskusi harus diberikan seluas-luasnya. Kampus sekiranya bisa meyakinkan setiap mahasiswanya bahwa diskusi adalah tradisi intelektual yang harus terus dilestarikan, sehingga kecenderungan pragmatisme di lingkungan kampus bisa diminimalisasi.

Di lain pihak, mahasiswa juga memiliki peran yang tidak kalah penting dalam upaya membudayakan diskusi. Para mahasiswa juga harus bisa mengajak rekan-rekannya sesama mahasiswa untuk terus menggalakkan diskusi. Kalangan mahasiswa sudah seharusnya memiliki perspektif sebagai kaum intelektual dalam memandang diskusi.

Apabila secara kasat mata sebagian orang mengatakan bahwa diskusi tidak lebih dari sekadar ngebacot, maka kalangan mahasiswa harus memandangnya sebagai sesuatu yang sakral.

Apabila secara kasat mata sebagian orang mengatakan bahwa diskusi adalah kegiatan tidak berguna yang hanya membuang-buang waktu, maka kalangan mahasiswa harus memandangnya sebagai upaya untuk menopang peradaban.

Hanya dengan kesadaran seperti itulah diskusi sebagai salah satu tradisi intelektual dapat dipertahankan.

Pragmatisme dan Oportunisme Bukan Musuh
Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud mengkambinghitamkan aliran pemikiran pragmatisme maupun oportunisme. Tulisan ini tidak menempatkan pragmatisme dan oportunisme sebagai lawan yang biar bagaimanapun harus dilawan atau bahkan dihilangkan.

Saya juga tidak akan memosisikan diri saya sebagai idealis yang mengabaikan realita yang ada. Baik individu maupun kelompok tentunya akan mencari, atau setidaknya mengharapkan keuntungan dari apa yang dikerjakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun