Sektor Pendidikan merupakan indikator maju atau tidaknya suatu daerah. Jika sektor pendidikan di daerah termajukan, maka sektor lainnya pun akan bergerak selaras menjadikan efek domino tercipta.
Oleh karena itu pengaruh peran Menteri Pendidikan tak bisa dilepaskan begitu saja dari proses majunya sektor ini di Indonesia. Pergantian masa jabatan dari tiap-tiap Menteri Pendidikan, pergantian kurikulum menjadi sebuah budaya yang dianggap 'wajib' dilakukan dengan dalih untuk memajukan sektor ini.
Pada faktanya, mengambil contoh 2 kurikulum yaitu KTSP menjadi Kurikulum Dua Ribu Tigabelas (KURTILAS) yang mulai berlaku sejak Desember 2014 lalu.Â
Masa perpindahannya pun, mengalami berbagai kendala nya mulai dari belum meratanya pelatihan tentang Kurtilas ini kepada tenaga pendidik, sarana dan prasarana yang belum memadai berupa buku pegangan untuk peserta didik dan tenaga pendidiknya, kerumitan dalam menyusun RPP menjadi tiga hal diantaranya.
Kini dibawah kendali Nadiem Makarim, kabarnya sektor Pendidikan akan mendapatkan perubahan lagi dalam kurikulumnya.
Dikutip medcom.id, Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menyebut akan ada penerapan hasil dari penyempurnaan dan penyederhanaan kurikulum yang lebih fleksibel di tahun 2022. Namun di saat yang bersamaan, Nadiem juga menegaskan jika kurikulum ini bukanlah kurikulum baru.
Pernyataan ini tentunya menimbulkan tanda tanya besar. Salah satunya hadir dari pengamat pendidikan, Indra Charismiadji. Dikutip dari lama berita yang sama, ia mengungkapkan pernyataan Nadiem membingungkan. Karena menurutnya justru rancangan kurikulum yang dilakukan Nadiem adalah hal baru di dalam Sistem Pendidikan Indonesia.
"Lebih politis daripada politisi, jadi membingungkan," kata Indra.
Lalu, Mengingat fakta bahwa Kurtilas sebagai Kurikulum sebelumnya saja dalam perjalanannya banyak sekali mendapat hambatan hingga belum sempat tercapainya kata merata dalam penyebarannya di Indonesia.
Lagi dan lagi, daerah pelosok menjadi satu hal yang dari dulu menjadi sorotan ketika kurikulum baru diluncurkan. Kendala akses informasi dan transportasi menambah ruwetnya masalah pemerataan di Indonesia. Di perkotaan saja, pemerataan pelaksanaan Kurtilas masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Mengambil contoh kasus yang dibawa Pemuda Peduli, sebuah NGO berlatar belakang fokus Pendidikan yang berdiri legal sebagai Yayasan sejak tahun 2016 ini, melalui salah satu programnya yaitu Bina Desa.
Pendidikan di daerah yang masih jauh dari kata sejahtera mendorong program ini lahir sejak tahun 2017 lalu, Desa Sirnajaya merupakan satu dari tiga desa binaan yang berada di bawah naungannya, yang berlokasi di Kecamatan Gunung Halu, Kabupaten Bandung Barat.
Akses jalan yang tak mudah, ditambah jarak dari Bandung Kota menuju lokasi bisa mencapai 4 jam lamanya menjadikan akses informasi pendidikan terhambat lajunya di desa ini.Â
Ditambah lagi, pembatasan sosial yang dilakukan karena pandemi virus yang terjadi sampai saat ini menjadi masalah lain yang muncul dalam akses pendidikan di desa ini. Kekurangan tenaga pengajar juga menjadi problem selanjutnya yang masih harus diselesaikan di sini.
Pengajaran yang dilakukan selama 2 minggu satu kalinya setiap bulan, diharapkan dapat membantu ketertinggalan pengajaran yang terjadi di desa. Untuk kurikulum yang menjadi bahan ajarnya bersumber pada Activity Book. Sebuah buku panduan berisikan 6 bahan ajar diantaranya Literasi Bahasa, Matematika, Sains, Seni Budaya, Ilmu Sosial dan Ekonomi.
Belum selesai permasalahan kurtilas, pencanangan perubahan kurikulum di 2022 nanti oleh Nadiem Makariem dinilai kurang efektif. Mengingat pemerataan kurikulum kurtilas, berdasarkan ulasan diatas saja masih dalam prosesnya.Â
Mengutip apa yang disampaikan pengamat pendidikan, Indra Charismiadji melalui medcom.id, ia mengatakan bahwa seharusnya berfokus pada pelatihan guru-guru untuk membangun SDM (Peserta didik) yang unggul.
"Jadi kalau ada tugas, visi dari Pak Presiden membangun SDM unggul, jawabannnya bukan ganti kurikulum. Â Fokusnya harusnya pelatihan guru, memastikan kualitas dan kapasitas guru kita memang sudah baik. Ini yang belum dilakukan" Pungkasnya.
Patut ditunggu apakah canangan perubahan kurikulum nantinya akan dapat merubah Pendidikan Indonesia, atau lagi-lagi hanya menjadi budaya penghambat laju kembangnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H