Sebagai salah satu Wilayah tertua, Kediri disebut-sebut sebagai Mother Of Nusantara. Hal ini dikarenakan, Kabupaten Kediri begitu banyak menyimpan sejarah. Bahkan salah satu tokoh Seniman dan Budayawan Butet Kartaradjasa saat menghadiri Focus Group Discussion (FGD) di Sendang Tirto Kamandanu pada bulan Agustus 2022 kemarin. Beliau pernah menyebut jejak sejarah yang ada di Kabupaten Kediri merupakan harta karun yang sangat berharga. Bahkan harta karun yang ada bukan untuk Kediri Saja melainkan juga untuk Indonesia.
Kami sebagai Pemuda Dusun Bolorejo, yang menjadi salah satu pemuda yang ada di kabupaten Kediri sangat bangga dan terkejut mendengar itu semua. Bagaimana tidak, kita pemuda yang lahir di era 90an atau yang pernah mendengar dongeng atau cerita-cerita rakyat, seperti Keong Emas, Ande Ande Lumut, Enthit, Cinde Laras  ternyata itu semua adalah cerita-cerita tersebut mempunyai latar belakang era kerajaan Kadiri yang disebut Cerita Panji. Bahkan menurut riset, Cerita Panji saat ini telah berkembang tidak hanya di Indonesia saja, melainkan di Negara-negara tetangga. Dan juga Cerita Panji ini telah dimasukan ke dalam Warisan Ingatan Dunia oleh UNESCO sejak tahun 2017.
Tidak hanya itu, baru-baru ini Mas Dhito (sapaan Bupati Kediri) telah berhasil meng-HAKI-kan (Hak Atas Kekayaan Intelektual) Jaranan Jowo sebagai kesenian khas milik Kabupaten Kediri. Selama jabatan ini, beliau memang memberikan perhatian khusus terhadap sector budaya dan seni di Kabupaten Kediri. Jaranan Jowo resmi menjadi milik Kabupaten Kediri usai Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia menerbitkan Surat Pencatatan Inventarisasi Kekayaan Intelektual Komunal Ekspresi Budaya Tradisional.
Bukan tanpa alasan. Tidak ingin nasib seperti Gunung Kelud yang sempat menjadi perebutan Kekayaan Intelektual oleh Kabupaten Kediri dan Blitar. Komite Tari dan Jaranan Kabupaten Kediri Dekky Susanto mengatakan bahwa Hak Atas Kekayaan Intelektual yang diterima itu sangat penting untuk perlindungan budaya, khususnya Jaranan Jowo. Mengingat Jaranan Campursari ataupun Jaranan Jowo telah berkembang biak di wilayah-wilayah Karisidenan Kediri. Bahkan Jaranan Jowo ini sudah sering di pentaskan di Kabupaten Ponorogo. Yang mana Ponorogo sendiri mempunyai kaitannya asal mula berdirinya Jaranan Kediri.
ASAL MULA JARANAN (Kesenian Asli Kediri)
Jaranan atau Kuda Lumping mempunyai cerita awal mula dari abad ke-11 yang diciptakan oleh Raja Ponorogoj yang ingin mempersunting Putri Kediri yang bernama Dewi Songgolangit atau Dewi Kilisuci. Putri Raja Airlangga yang terkenal dengan kecantikannya tersebut sebenarnya tidak ingin menikah, dan hanya ingin menjadi petapa saja. Namun, karena paksaan dari sang ayah dan banyaknya lelaki yang ingin melamar.Â
Maka diadakanlah sayembara "siapa yang bisa membuat kesenian yang bisa dinikmati oleh semua kalangan masyarakat dan belum ada di tanah Jawa, Ia akan menjadi suaminya"
Mendengar sayambara tersebut, ada beberapa pelamar yang menyanggupinya. Diantaranya adalah Klono Sewandono dari Wangker atau Ponorogo, Toh Bagus utusan dari Singo Barong Blitar, dan Kalawraha dari pesisir kidul. Dalam perjalanan menuju Kediri mereka bertemu di suatu wilayah (saat ini wilayah itu disebut Kecamatan Wates yang berarti batas). Dimana wilayah tersebut menjadi perbatasan terjadinya pertarungan dari beberapa pelamar Dewi Songgolangit.Â
Dalam pertarungan tersebut dimenangkan oleh rombongan dari Klono Sewandono dari Wangker. Dalam pertarungan tersebut juga disepakati perjanjian oleh rombongan Singo Barong dan Pujangganong, agar Singo Barong tak dibunuh oleh rombongan Sewandono mereka harus ikut iring-iringan temantennya Dewi Songgolangit menuju Wangker. (saat ini Singo Barong dan Pujangganong juga termasuk tokoh utama dalam kesenian Jaranan).
Merasa  sepenuhnya Kesenian Jaranan itu milik Kediri berawal dari abad ke- 19 setelah kabar Ranggawarsita sang pujangga Jawa bercerita. Bahwa, banyak Warok Ponorogo yang mengambil anak kecil dari Kediri untuk dijadikan sebagai gemblak. Namun setelah sekian tahun mereka menjadi gemblak, yang setiap harinya diutus menari jathilan.Â