"Sudah... Cukup!", kata Rama setelah mengobrak-abrik markas mafia Jakarta di ujung film The Raid 2: Berandal. Tapi setelah disuguhi film sehebat ini tentu saja kita semua ingin melihat Rama kembali beraksi. Berhubung sudah cukup banyak yang membahas film The Raid 2, saya yang baru nonton film ini berusaha mereview dengan cara memberi masukkan andai sutradara Gareth Evans berniat menjadikan The Raid sebagai sebuah trilogi.
The Raid 2 sukses membungkam skritik terhadap film The Raid 1, terutama dalam hal cerita. Menurut saya The Raid 2 sangat berhasil dalam membangun drama, sehingga tidak cuma mata kita yang disuguhi pertarungan, tapi batin kita pun diberi konflik ketika melihat Rama harus membunuh sesama polisi dan jadi berjuang sendirian karena bingung siapa yang bisa dia percaya. Namun Gareth Evans wajib menyederhanakan skenario dan plot untuk The Raid 3, minimal mengurangi jumlah karakter yang terlibat. Sebab menceritakan pertikaian polisi korup vs polisi baik vs kelompok Bangun vs kelompok Bejo vs kelompok Goto itu sulit dilakukan dalam durasi dua setengah jam.
Buktinya ketika saya menyaksikan The Raid 2, banyak penonton bingung: "yang mana sih yang namanya Reza?" dan "tokoh yang diperankan Oka Antara ini namanya 'Kakak', 'Oka', atau 'Eka'?" Meski pada akhirnya semua penonton tahu nama dari masing-masing tokoh tapi jika Gareth Evans bisa memperkenalkan setiap karakter dengan baik sejak awal, saya yakin The Raid 3 akan sempurna.
Lalu hal berikutnya yang saya harapkan dari The Raid 3 adalah Rama yang lebih manusiawi, Rama yang bisa kalah, Rama yang butuh bantuan. Rama di film The Raid 2 mengingatkan saya akan sosok Rambo yang bisa menghajar seluruh penjahat di muka bumi sendirian. Saya lebih suka karakter Rama di film pertama di mana dia butuh bantuan kakaknya untuk mengalahkan Mad Dog.
Adalah hak Gareth Evans jika ingin membuat Rama sebagai Bruce Lee-nya Indonesia, tetapi jika formula 'me vs the world' terus diulang begitu-begitu saja, penonton akan bosan. Mad Dog dan Hammer Girl adalah bukti bahwa selain jagoan utama, penonton juga suka sama tokoh lain yang punya karakter kuat. Jadi Gareth Evans mungkin bisa menghadirkan satu tokoh side-kick yang menemani tokoh utama; ibarat Rama jadi Batman dan tokoh  ini yang jadi Robin-nya.
Kemudian tren film saat ini adalah 'memanusiakan super hero'; seperti Batman dibuat capek di film The Dark Knight Rises dan Tony Stark dibuat trauma hingga sulit tidur nyenyak di film Iron Man 3. Bukan berarti Rama harus dibuat galau, tapi saya rasa sudah saatnya arti sebuah keluarga (yang di film pertama & kedua hanya ditampilkan sesaat) bagi Rama untuk diangkat lebih banyak; mungkin bisa menjadi inti cerita The Raid 3.
Kembali soal karakter. Awalnya saya kira karakter Andy (kakak Rama) yang dibunuh di awal film adalah pertanda Gareth Evans tidak kenal ampun. Tapi saya cukup kecewa ketika Yayan Ruhian kembali lagi di tengah film. Meski karakter yang diperankannya berbeda, tapi sosok Prakoso dan Mad Dog masih tampak sama. Ini kritik untuk tim makeup yang (di video behind the scene-nya) memang mengaku kesulitan untuk membangun sosok Prakoso (agar berbeda dengan Mad Dog).
Sosok Mad Dog memang memiliki penggemarnya tersendiri, tapi jika Yayan Ruhian memang harus tampil kembali di The Raid 3, saran saya gunakan saja tehnik flash back sehingga karakter Mad Dog bisa beraksi kembali tanpa mengganggu cerita secara keseluruhan.
Saran terakhir saya untuk film The Raid 3 adalah buat film tersebut jadi yang terakhir. Jika sampai ada The Raid 4, 5, 6, dst, bukan hanya penonton akan menjadi bosan; Gareth Evans dan Iko Uwais pun menjadi tidak berkembang nantinya.
Apakah teman-teman Kompasianer punya ide lain untuk film The Raid 3?
Kalau dari saya sih... Sudah... Cukup!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H