Mohon tunggu...
Lendra Bayu
Lendra Bayu Mohon Tunggu... karyawan swasta -

[ Blogger, Reviewer, Reporter. ] \r\n\r\nKadang males buat bales komentar. Pliss.. Jangan marah kalau komentar kamu gak saya bales. Ikhlasin aja, biar Tuhan yang bales :P\r\n\r\nCP: lendra.mail@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengalaman Menonton Festival Nasional Teater Tradisional 2014

30 Juni 2014   21:03 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:07 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kapan terakhir kali kamu pergi menonton bioskop?”

Anak muda jaman sekarang mungkin tidak butuh waktu lama untuk menjawab pertanyaan di atas. Tapi coba deh ganti pertanyaannya dengan “kapan terakhir kali kamu pergi menonton teater?” Mungkin jawaban yang diberikan hanya berupa gelengan kepala karena jangankan terakhir kali, bisa jadi mereka belum pernah menonton teater sama sekali; apalagi teater tradisional.

Dulu, sebelum grup JKT48 rutin menggelar teater di salah satu mall di Jakarta, anak muda Indonesia cenderung menganggap teater sebagai pertunjukkan yang kuno (baca: tidak keren) dan hanya untuk kalangan kelas tinggi yang gemar mengapresiasi karya seni.

Lucu sebenarnya, karena kegiatan mengapresiasi karya seni bukanlah hak eksklusif orang-orang dari kalangan elit. Ketika kita bersenandung mendengarkan lagu terbaru dari musisi idola, ya itu termasuk kegiatan mengapresiasi karya seni juga sebenarnya. Dan soal seni tetaer dianggap kuno atau tidak keren, itu salah banget.

Seni pertunjukkan yang dibawakan secara langsung itu selalu lebih keren dari karya digital. Berbeda dengan aksi di video klip atau film yang bisa diulang berkali-kali hingga sempurna, saat tampil secara live, seniman (musisi, penari, pemain drama) dituntut menampilkan aksi terbaiknya tanpa boleh melakukan kesalahan sekecil pun. Makanya menonton konser musik itu lebih asik ketimbang sekadar menyaksikan video klip kan? Begitu pun dengan teater (versi live-nya film), asli keren banget loh!

Bahkan di negara maju seperti Amerika Serikat, bisa tampil di panggung teater Broadway itu sebuah kebanggan. Lebih keren ketimbang sekadar tampil di film Hollywood. Sayangnya kini pamor film seolah telah menenggelamkan berbagai seni pertunjukan, apalagi Teater Tradisional.

Teater Tradisional adalah salah satu potensi seni pertunjukan rakyat Indonesia yang saat ini berada dalam kondisi surut karena perubahan gaya hidup dan kebutuhan masyarakat yang berubah cepat. Bahkan di antaranya hanya tinggal nama atau telah musnah sama sekali karena ditinggalkan senimannya sendiri dan penontonnya. Ketimbang Teater Tradisional, kini film Hollywood atau serial Korea lebih laris ditonton generasi muda Indonesia meskipun kurang mencerminkan karakter bangsa kita. Padahal pemahaman karakter bangsa salah satunya terdapat di dalam Teater Tradisional Indonesia.

Lalu bagaimana dong caranya agar Teater Tradisional tetap hidup?


Salah satunya adalah dengan mewariskan Teater Tradisional Indonesia melalui cara-cara yang tersistem, misalnya melalui sebuah festival yang diselenggarakan secara berjenjang dan berkala. Selain bisa mewariskan nilai-nila karakter bangsa, festival ini bisa menjadi proses pembinaan, pengembangan, dan pelestarian seni pertunjukan, terutama seni teater tradisional.

Beruntung negara kita masih diisi oleh orang-orang yang peduli terhadap pelestarian budaya bangsa. Sebagai salah satu upaya dalam melestarikan Seni Teater Tradisional Indonesia, Direktorat Pembinaan Kesenian dan Perfilman, Direktorat Jenderal Kebudayaan mengadakan Festival Nasional Teater Tradisional 2014 di Gedung Kesenian Jakarta, 14 – 17 Juni 2014.

Selama 4 hari, kegiatan ini diselenggarakan untuk mencari bakat yang potensial di bidang seni teater, khususnya teater tradisional dari 34 provinsi di Indonesia. Dengan mengusung tema “Membangun Kesadaran Generasi Muda Terhadap Teater Tradisional Indonesia di Dalam Ekspresi Seni, Tradisi Kreatif, Peluang dan Tantangan”, kegiatan festival ini diharapkan dapat membuka cakrawala baru masyarakat mengenai Teater Tradisional.

Cerdasnya, panitia penyelenggara memasukkan sedikit unsur kompetisi di dalam Festival Nasional Teater Tradisional 2014 sehingga festival menjadi lebih menarik dan memicu para peserta untuk menampilkan aksi terbaiknya. Kalau semua pertunjukkan tampak bagus, tentu penonton merasa terhibur dan mau untuk kembali menonton teater lagi kan? Ditambah lagi acara ini terbuka untuk seluruh kalangan masayarakat dan tidak dipungut biaya apapun. Jadi para penonton (khususnya generasi muda) dapat mengenali kesenian teater tradisional yang tersebar dari Sabang hingga pulau Rote dengan berbagai macam cerita yang menarik untuk dinikmati, jadi bukan hanya kenal sama Lenong atau Ludruk saja.

[caption id="attachment_313313" align="aligncenter" width="599" caption="Penampilan dari provinsi Bengkulu "][/caption]

[caption id="attachment_313316" align="aligncenter" width="599" caption="Penampilan dari provinsi NTB "]

14041113511339535391
14041113511339535391
[/caption]

[caption id="attachment_313317" align="aligncenter" width="599" caption="Penampilan dari provinsi Banten "]

14041114431685627114
14041114431685627114
[/caption]

[caption id="attachment_313318" align="aligncenter" width="599" caption="Penampilan dari provinsi Sulawesi Utara "]

1404111500304355766
1404111500304355766
[/caption]

[caption id="attachment_313319" align="aligncenter" width="599" caption="Penampilan dari provinsi Yogyakarta "]

14041115821065249463
14041115821065249463
[/caption]

Saya beruntung bisa menyaksikan Festival Nasional Teater Tradisional 2014 ini dan tentunya sangat ingin untuk menonton lagi. Jika anda berminat juga, coba cek agenda terbaru dari Direktorat Pembinaan Kesenian dan Perfilman di link berikut ini http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditpkp/ siapa tahu kita bisa berjumpa di pertunjukan Teater Tradisional yang berikutnya. Salam!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun