[caption caption="Produsen Mukena"][/caption]
Saya seorang jurnalis di media terkenal di Yogyakarta, pekerjaan ini saya side job dengan berjualan Mukena buat istri saya. Hampir semua orang di kantor sudah saya tawarin Mukena saya. Direktur dan Pimpinan Redaksipun sudah membeli mukena buatan istri saya. Tinggal ibu manajer SDM yang belum juga saya tawari. Maklum orangnya sedikit bicara, lebih banyak duduk dibelakang meja kerjanya, hanya beranjak saat mau shalat di Mushalla kantor.
Hari itu, saya bulatkan tekad untuk menawarinya. Sayang, akhir ceritanya justur BURUK.
Setelah lama saya berbuih berpromosi, ia hanya diam, menatap saya, sambil melipat mukena yang dipakainya shalat tadi. Tatapannya dalam, tajam membuat saya keder. Hingga akhirnya, mukena digengamannya dikibaskan ke wajah saya. Plak, suaranya cetar tinggalkan rasa panas dan perih dimuka saya, rasanya persis seperti ditampar tangan seorang pegulat Sumo.
Belum juga rasa kaget saya hilang, kembali ia membuatkan terkesima karena ujarannya.
“Mukena kualitas githu kok dijual, lihat coba ukurannya! Muat gak ditubuh saya! Kalo saya pake itu, aurat saya pasti kelihatan. Lihat, mukenanya tipis gitu, saya shalat, siluet saya pasti kelihatan”
Saya masih diam sambil ngusap pipi saya.
“Saya sudah langganan dengan Mukena Distro, mukenanya lebih lebar dan tinggi, tidak tipis juga tidak panas. Mau menghadap sama Allah kok pake mukena kayak githu!” tambahnya kian nampar saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H