Mohon tunggu...
M U Ginting
M U Ginting Mohon Tunggu... -

penggemar dan pembaca Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketua PP Muhammadiyah vs Ketua MK

14 Februari 2018   21:17 Diperbarui: 15 Februari 2018   03:03 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam menanggapi kritikan atas dirinya, ketua MK Arief Hidayat sepertinya 'ogah' saja. Selain lobi dengan DPR, Arief juga pernah melanggar kode etik saat memberikan nota permohonan atau katebelece kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono agar memperlakukan khusus kepada keluarganya seorang jaksa yang bertugas di Trenggalek, Jawa Timur pada 2015.  "Harusnya memunculkan rasa malu, apalagi etika tersebut terkait dengan jabatan seorang hakim bahkan ketua MK," kata Refly Harun, Pakar Hukum Tata Negara. Refly menilai, bahwa seorang hakim tidak hanya diikat oleh aturan Perundang-undangan tetapi juga etika (merdeka.com).

Ketua MK Arief Hidayat sudah jelas bikin pelanggaran kode etik hakim, dan juga semakin jelas adanya lobi politik dengan DPR. Tetapi dalam menghadapi kritikan ini, Arief tidak mau menanggapi malah menganggap itu 'percuma' saja.  

MK adalah badan penting karena punya pengaruh sangat besar terhadap jalannya keadilan dari segi hukum. Karena itu juga bidikan dari luar (neolib internasional, deep state) atas badan ini sangat kuat dalam usahanya mempengaruhi arah utama politik negeri ini. Jokowi bukan orang yang disukai oleh neolib/deep state, karena itu usaha-usaha menjatuhkannya semakin nyata, terutama dengan gerakan divide and conquernya (masih ingat gerakan 411, HTI, teror Thamrin, Saracen dll yang semuanya berhasil ditumpas oleh Polri). Usaha mempengaruhi badan penting ini (MK) tentu tidak dilewatkan dalam agenda Greed and Power ini.

Sudah terdengar banyak desakan agar Arief Hidayat mundur dari ketua MK. Misalnya ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas demi menjaga marwah lembaga itu, patutnya mundur secara suka rela artinya demi kepentingan umum (rakyat) supaya bisa meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga penting itu.

"Dalam konteks ini saya kenal baik dengan pak Arief. Maka permohonannya bukan pemaksaan, mohon supaya rela mengundurkan diri," kata Busyro di merdeka.com.

Persoalan 'pertengkaran' antara DPR dan KPK tidak perlu diragukan pada hakekatnya adalah persoalan KORUPSI. Dan korupsi adalah salah satu dari 3 alat besar Greed and Power dalam agendanya menuju hegemony NWO (The New World Order). Dengan korupsi besar-besaran bisa melumpuhkan satu negara dari segi finans dan ekonomi, dan negara jadi lemah dan miskin terus, sehingga lebih gampang menguasainya. Dua alat lainnya ialah NARKOBA dan TERORISME. Kita masih ingat juga bagaimana Ketua MK yang lama (Akil Mochtar) 'tertimpa' soal korupsi yang memaksa dia jadi penghuni penjara seumur hidup.

Jadi serangan luar terhadap badan ini terutama dalam usaha 'menggarap' ketuanya untuk menjadi 'pengacau' negara dari segi KORUPSI sudah sangat terlihat. Dan harus juga kita ingat bahwa semua koruptor besar negeri ini (dari daerah maupun pusat) umumnya pastilah cinta MK.

Memang ketua MK karena badan ini sangat banyak pengaruhnya terhadap  jalannya pemerintahan dan politiknya, tidak terhindarkan akan selalu menjadi inceran utama bagi pemerakarsa divide and conquer internasional itu.

Coba kita perhatikan bagaimana 'gemparnya' sekarang soal KPK, dimana KPK adalah sebuah badan independen menurut putusan MK sebelumnya, tetapi oleh MK sekarang terutama ketuanya Arie Hidayat, KPK dianggap sebagai badan eksekutif. Akibatnya yang menyolok ialah bahwa KPK berhadapan dengan DPR bukan lagi sebagai badan independen, tetapi sebagai badan eksekutif.

Selama ini kita sudah melihat bahwa sebagai badan independen, KPK sudah banyak bikin kemajuan dalam menangani KORUPSI yang pada hakekatnya adalah alat penting neolib deep state untuk memecah belah, dengan mengacau ekonomi dan finansialnya, membikin miskin negeri yang disasar, terutama negeri berkembang kaya SDA seperti Indonesia.

Sangat menarik melihat jalannya diskusi dan debat soal keberadaan KPK kedepan, apakah bisa terus sebagai badan independen atau sebagai badan eksekutif. Dialog, diskusi, dan debat ilmiah dalam soal penting ini, kita nantikan. Argumentasi yang ilmiah dari semua, pakar/ahli dan publik yang luas, akan menjadi pencerahan berkualitas tinggi bagi publik yang luas, dan pastilah akan mendatangkan kebenaran yang bisa jadi pegangan bagi publik dan rakyat negeri ini.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun