Mohon tunggu...
M U Ginting
M U Ginting Mohon Tunggu... -

penggemar dan pembaca Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sekjen PBB Korban SDA Kongo

28 September 2017   00:06 Diperbarui: 28 September 2017   00:11 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kongo adalah negeri terkaya SDA seperti tembaga, cobalt, emas dll seperti dilukiskan di Wikipedia:

It is the Democratic Republic of the Congo's largest source of export income. In 2009, the Democratic Republic of the Congo (DRC) had an estimated $24 trillion in untapped mineral deposits, including the world's largest reserves of coltan and significant quantities of the world's cobalt.[1][2]

Kalau dilihat dari kaca mata sekarang, pembunuhan Lumumba PM Kongo 1961 adalah seperti melihat kudeta terhadap Soekarno 1965 demi menguasai SDA Indonesia yang tidak kalah kayanya dibenua Asia. Dengan kaca mata itu, pastilah bisa lebih gampang memahami apa yang terjadi di Kongo ketika itu. Sebagian ada juga yang memberatkan kesalahan kepada Lumumba sendiri karena pidatonya pada hari peresmian kemerdekaan itu terlalu 'revolusioner' sampai menghina raja Belgia Baudouin yang hadir dalam upacara itu.

Raja ini memuji raja Belgia terdahulu Leopold II yang memberikan 'kemerdekaan' kepada Kongo 1885. Walaupun semua juga tahu bahwa Leopold II memfaatkan negara 'merdeka' Kongo itu hanya untuk memperkaya dirinya sendiri, karena Kongo dia perlakukan seperti milik sendiri dengan exploitasi dan penderitaan yang tidak ada taranya bagi penduduk asli Kongo selama pemerintahannya. Baudouin mengakhiri pidatonya dengan mengatakan: "Don't compromise the future with hasty reforms, and don't replace the structures that Belgium hands over to you until you are sure you can do better... Don't be afraid to come to us. We will remain by your side, give you advice."[15]

Lumumba sebagai pemimpin revolusioner nasionalis Kongo (seperti Soekarno di Indonesia) pada upacara itu membantah semua kepulan Baudouin, dengan pidatonya yang 'revolusioner' itu, bahwa penderitaan rakyat Kongo sampai sekarang adalah karena kekejaman pemerintahan kolonial Belgia, dan kemerdekaan ini adalah karena perjuangan patriotis rakyat Kongo, bukan pemberian atau belas kasihan Belgia.

Setelah peresmian kemerdekaan Kongo itu dan dengan pemerintahan Lumumba sebagai sentral kekuasaan tentu sangat mengkhawatirkan bagi perusahaan tambang propinsi Katanga yang kaya SDA itu. Ekonomi Kongo pada dasarnya tergantung dari hasil tambang Katanga. 

Pemerintah pusat dengan Lumumba sebagai PM dan Kasavubu sebagai presiden, tentu punya perhatian khusus atas Katanga yang pada dasarnya sejak lama sudah berada ditangan penguasa tambang neolib internasional dengan pembantu-pembantunya yang 'setia' orang asli Kongo dengan tentara sewaan asing. Tidak lama setelah peresmian kemerdekaan pada tanggal 30 Juni 1960,  provinsi Katanga yang kaya itu lantas menyatakan pisah dari Kongo dibawah pimpinan separatist Moise Tsombe pada tanggal 11 Juli 1960.

Permusuhan bersenjata dengan pemerintah pusat Lumumba sudah mulai terbuka. Siapa dibelakang Katanga Tsombe tentu tidak susah menerka, duit, duit banyak dan berlimpah dengan pengusaha tambang atau neolib internasional yang sudah lama bercokol di Katanga exploitasi daerah kaya itu seperti neolib Freeport Papua di Indonesia. Pemberontak Katanga behasil melikwidasi individu Lumumba pada tanggal 11 Januari 1961.

Dalam rangka 'perdamaian' di Kongo inilah diterbangkan Sekjen Dag Hammarskjold ke Kongo pada tanggal 17 September 1961. Mau bikin Perdamaian apa?

Perdamian antara grup perampok duit di Katanga dengan penguasa Pusat di Kinshasa (Leopoldville) ketika itu. Sudah tentu nasib si pendamai ini seperti telur di ujung tanduk, atau mungkin lebih tepat seperti anak kambing disodorkan dihadapan harimau dan singa yang sangat ganas, atau mendamaikan perampok dan pembunuh dengan korbannya . . .

Kalau di Indonesia seperti mendamaikan Soekarno dengan neolib perampok SDA dengan begundalnya rezim Orba yang sudah 100% berkuasa setelah kudeta 'indah' 1965.

Yang jadi pertanyaan juga ialah siapa yang 'mengirim' Sekjen PBB itu ke Kongo? Untuk apa? Mengapa tidak mengirim sekjen PBB ke Jakarta 1965, atau ke Nigeria/Biaffra 1967 mendamaikan pengeruk minyak itu? Atau ke Grenada 1983?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun