Mendengar tudingan ini, Perwakilan Tetap Amerika Serikat untuk Konferensi PBB mengenai senjata nuklir Robert Wood, menyebutkan klaim Rusia sebagai 'fiksi sains'. Dia menambahkan, sistem pertahanan misil balistik Amerika (BMD) bukan ancaman untuk pasukan strategi nuklir Rusia. Bahkan Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan saat pelucuran sistem darat Aegis tidak bermaksud merusak strategi nuklir Rusia. "Pertahanan misil adalah untuk pertahanan. Tidak berarti pertahanan ini merusak atau melemahkan strategi nuklir Rusia," katanya. Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley menyebutkan dunia tanpa nuklir merupakan terobosan yang sangat gemilang. Namun dia mengatakan negara lain harus lebih realistis lagi menghadapi kehidupan modern (merdeka com).
Sekjen NATO Stoltenberg terkesan lebih rendah lagi nadanya, karena Trump sendiri sudah menyatakan dengan tegas bahwa NATO sudah 'obsolete' karena dibangun tadinya untuk mengimbangi Pakta Warsawa Soviet yang sekarang sudah lenyap dari muka bumi.
Nasib NATO dibawah kekuasaan Trump seperti telur diujung tanduk. 'Siapa yang butuh kekuatan NATO untuk pertahanannya, harus bayar' kata Trump lagi menambahkan. Nato Stoltenberg untuk ngomong begitu sajapun (seperti diatas: "Pertahanan misil adalah untuk pertahanan. Tidak berarti pertahanan ini merusak atau melemahkan strategi nuklir Rusia,") barangkali harus tahan napas atau terkentut-kentut. Dia ngerti sekarang bukan jaman NATO lagi. Dan bukan hanya Jenderal Stoltenberg yang kembang kempis, tetapi seluruh bos pertahanan eropah barat jadi bingung sendiri. Banyak yang hibur diri cari jalan keluar bilang, 'eropah harus percayakan kepada kekuatan eropah sendiri untuk pertahanan Eropah' katanya.
Tetapi Pertahanan dari serangan siapa? Pertanyaan besar dan urgen, tetapi diantara mereka ini masih belum ada yang mau dan berani menanyakan! Apalagi cari jawaban, bikin analisa ilmiah soal pertahanan eropah dan terutama siapa musuhnya.
Mengapa nada suara soal senjata nuklir bisa lebih rendah, sebab utama ialah karena permainan sandiwara nuklir itu tidak lagi dipegang oleh neolib atau oleh the 'secret government' yang selama abad lalu memanfaatkan permainan senjata nuklir untuk bikin ketegangan didunia dan bikin perlombaan yang semakin dahsyat soal senjata nuklir. Sekarang terlihat hanya Korut yang menyemangati dirinya setinggi langit jadi 'penguasa senjata nuklir' yang maunya tidak bisa dilawan oleh siapapun dan menakut-nakuti semua. Tentu saja semangat naif anak muda Korut ini (presidennya) sangat gampang bisa di'mainkan' pula oleh semua yang lain, terutama China, tetapi bisa juga AS atau Rusia atau Jepang dengan dorongan dibelakang layar oleh neolib internasional penggemar 'sandiwara nuklir'. Â Â
Bagi Indonesia sendiri adalah kesempatan yang sangat bagus dalam menyumbangkan tenaga dan pikirannya menghilangkan senjata nuklir dari muka bumi. Indonesia dengan beberapa negara di Asia yang tidak punya senjata nuklir sedang berusaha merencanakan dan membahas konvensi pelarangan total senjata nuklir. Bravo Indonesia. Usaha ini jauh lebih mulia dan aktual sekarang ini dibandingkan dengan usaha bikin senjata nuklir sendiri ikut perlombaan, seperti yang pernah terjadi antara India dan Pakistan pada masa lalu atau juga Iran (?), dan Korut yang 'anak mudanya' sedang punya semangat kekanak-kanakan yang memuncak untuk kembangkan teknik balistik senjata nuklir melebihi yang lain.
Dunia dihadapan kita sekarang sudah mungkin berkembang dan maju secara damai, terbuka, teransparansi dan partisipasi publik secara luas, karena dibawah syarat yang sudah memungkinkan yaitu adanya internet dan informasi bebas terbuka bagi masyarakat, oleh semua dan untuk semua. Begitu hebatnya penyebaran informasi ini sehingga bisa dikatakan tidak ada lagi desa terpencil yang tidak terjangkau oleh peredaran informasi.
Dialog, diskusi dan debat ilmiah soal apa sajapun, antar negara atau antar organisasi apapun, sudah mungkin dikedepankan dan dicapai karena keterbukaan dan partisipasi publik mengikutkan semua orang, yang berarti bisa meninjau dari banyak segi, sehingga memungkinkan tercapainyakebenaran ilmiah dalam setiap soal yang menyangkut kepentingan besar masyarakat bukan lagi utopi tetapi kenyataan.
Negara, Organisasi atau perorangan yang masih ingin memakai cara lama (tertutup tanpa dialog, tanpa diskusi dan debat) dalam mengkedepankan politik dan strateginya, akan semakin tidak ada pasarannya. Abad lalu ada pasarannya karena dibelakangnya didukung oleh neolib internasional yang pegang kekuasaan dalam 'the secret government' lewat tangan Gedung Putih, dimana semua dijalankan dengan penuh ketertutupan dan rahasia (CIA, FBI, NSA dsb) seperti dalam menyebarkan dan membentuk terorisme, ISIS, atau teror 3 juta 1965 di Indonesia.
Sekarang semua soal diatas meja dan partisipasi semua pula, secara nasional maupun global antar negara. Negara, Organisasi atau perorangan yang masih belum berani pakai argumentasi terbuka dalam politiknya semakin terlihat tidak jujur dan jelas bisa dianggap ada usaha untuk menyembunyikan sesuatu, tidak berani membukanya untuk publik, di Indonesia seperti tindakan korupsi, atau juga usaha campur aduk agama dan politik yang seharusnya menurut presiden Jokowi harus dipisahkan dalam politik praktis aktual.
Situasi dunia sudah sangat jauh berlainan dengan situasi pada permulaan lahirnya agama dimana agama adalah segala-galanya, sehingga politik atau kekuasaan atau 'negara' tidak mungkin dipisahkan dari agama, atau survival agama adalah juga survival manusianya, dan disitu termasuk 'negaranya' atau 'politiknya'. Ini berlaku bagi islam ('perang suci' atau jihad) atau bagi keristen ('perang salib') dan begitulah sudah berjalan dalam sejarah kelahiran kedua agama itu. Sekarang tidak mungkin lagi kembali ke era lalu, era kelahiran agama itu. Di negara barat pandangan terhadap agama berubah menjadi 'sekuler' atau karena agama adalah masalah kepercayaan bagi tiap orang, maka banyak beranggapan agama sebagai soal pribadi yang tidak  perlu dicampuri orang lain.