Demo besar-besaran menimpa pelantikan Trump sebagai presiden ke 45, terjadi sekarang sejak pelantikan 20 Januari 2017. Bikin kacau, mecahi jendela kaca toko, bakar mobil, bakar bendera AS, bikin rusuh, dan teriak-teriak mau menggagalkan Trump sebagai presiden. Pada hal Trump menang atas pilhan rakyat, secara adil dan pilpres bersih menurut aturan yang ada, walaupun dituduh bahwa campur tangan Rusia pula yang bikin dia menang, juga menciptakan fake news 'the golden shower' untuk menjatuhkan Trump. Melihat kekacauan demo menentang kemenangan Trump ini, kita jadi teringat demo 411 dan 212 yang menyasar Ahok dan Jokowi.
Dalam pidato pelantikannya (Trump) bikin jelas bagi semua, terutama bagi lawan-lawannya, yaitu the Establishment dengan kekuatan duit luar biasa yang tak ada lawannya di dunia, bahwa arah baru politik Trump tidak ada yang meragukan siapa sasarannya. Menentang the Establishment, bikin arah baru politik yang berkarakter nasionalis dan menentang sopan santun PC (political correctness), mengatakan dan menyatakan perbedaan apa adanya dengan jujur dan terus terang. Kalau mau bikin tembok menutup pintu masuk bagi orang-orang kriminal, pemerkosa, dan narkoba dari Mexico, katakanlah apa adanya. Kalau satu juta orang-orang ilegal di AS karena paspornya 'lupa dirumah', mau diusir, usirlah. Negara mana yang mau disusupi orang-orang ilegal dan kriminal, pemerkosa dan narkoba?
Dalam politik nasionalisnya, Trump akan menghadapi dua front: pertama the Establishment yang duitnya tak terbatas, dan kedua ialah janji-janjinya terhadap rakyat Amerika yang diucapkan dalam kampanye pilpres. Keduanya sangat berat, terlebih tugas pertama melawan kekuasaan duit the Establishment. Kekuasaan duit, dan duit mana sudah terkumpul sejak 200 tahun menguasai pemerintahan AS (sejak era Andrew Jackson), terutama berasal dari banyak SDA negeri berkembang termasuk triliunan dolar dari SDA Indonesia sejak 1965, juga banyak lagi dari negeri-negeri berkembang AAA, dan terakhir dari SDA Syria dan Irak yang mengalir miliaran dolar tiap hari dari sumber minyak dua negara itu sampai hari ini.
Bicara soal membiayai demo, demo apa saja, seperti demo menentang pelantikan Trump, tidak begitu soal bagi the Establishment AS. Berapa biaya dikeluarkan oleh 'yang bersangkutan' bikin gerakan pecah belah atau gerakan makar 411 dan 212, yang menurut pengakuan yang ada hanya berjumlah ratusan miliar rupiah, dan bandingkan dengan duit masuk triliunan dolar yang mengalir setelah berhasil mendirikan kekuatan teroris ISIS. Tidak bisa dibayangkan betapa dahsyat kekuatan demo bisa dibangun di AS dengan persediaan duit triliunan dolar itu. Karena itu demo menentang Trump di AS bisa sebesar apa saja dan bisa berlangsung terus selama sampai kapan saja mau diteruskan karena kekuatan duit tadi, atau 'sampai Trump keluar dari Gedung Putih' menurut pendemo itu sendiri. Bayangkan dahsyatnya . . . demo bisa dilaksanakan terus sampai 'lebaran kuda'. Itulah kekuatan the Establishment, kekuatan duit yang jadi tantangan pertama Trump selain harus melaksanakan janjinya seperti mengurangi pengangguran 'to make America great again'. Trump tentu mengerti sungguh soal ini, atau tak mungkin ada yang lebih mengerti selain Trump.
Tetapi Trump yakin 100%, bahwa hanya inilah jalan satu-satunya menyelamatkan AS dan membebaskan rakyat AS dari cengkeraman 200 tahun neolib bankir besar rentenir internasional atau 'the finance element large centers' pakai sitilah president Roosevelt yang diucapkannya tahun 1933:"The real truth of the matter is, as you and I know, that a financial element in the large centers has owned the government of the United States since the days of Andrew Jackson.”
Andrew Jackson jadi presiden 1829-1837.
Orang-orang inilah sebagai pemilik pemerintahan AS dan penguasa sesungguhnya dibelakang layar. Kekuasaan ini biasa disebat sebagai 'double government', 'secret government', the Establishment, dsb. Kalau Trump menuduh Obama dan Clinton sebagai pendiri ISIS, pendiri sesungguhnya ialah orang-orang dibelakang Obama sebagai presiden terpilih. Dan presiden terpilih bukan penguasa sesungguhnya, seperti akhir-akhir ini dikatakan juga oleh seorang prof dari Tufts University Michael Glennon bilang bahwa dalam pilpres AS berlaku: 'Vote all you want. The secret government won’t change. The people we elect aren’t the ones calling the shots'.
Mungkinkah Trump dikalahkan atau keluar dari Gedung Putih dengan demo-demo besar yang sangat mengacau itu dan yang bisa digerakkan terus menerus tanpa berhenti?
Keyakinan pertama yang bisa mempertahankan Trump ialah bahwa fenomena Trump ini bukan fenomena lokal di AS saja, tetapi pemikiran Trump adalah pencerminan dari perubahan dan perkembangan dunia, atau perubahan kontradiksi pokok duna setelah era perang dingin, yang tadinya menggambarkan konflik blok barat dan blok timur.
Kontradiksi utama sekarang diseluruh dunia terutama juga di Eropah ialah pemikiran nasionalisme kontra pemikiran internasionalisme/globalisme yang diwakili oleh neolib termasuk orang kiri dunia yang bakal menuju liang kuburnya (perubahan alamiah), dan yang selama ini, orang kiri ini telah menjadi barisan pendukung utama bagi the Establishment dan neolib. Atau seperti dikatakan oleh pemimpin Brexit UKIP Nigel Farage: "Voters across the Western world want nation state democracy, proper border controls and to be in charge of their own lives."
lTrump melengkapinya dalam pidato pelantikannya mengatakan:
"We will seek friendship and goodwill with the nations of the world - but we do so with the understanding that it is the right of all nations to put their own interests first.
We do not seek to impose our way of life on anyone, but rather to let it shine as an example -- we will shine -- for everyone to follow."
Berlainan dengan politik the establishment AS selama ini, dalam diri nasionalist Trump tidak ada pikiran agresi atau campur tangan ke negeri lain. Dia hanya ingin jadi contoh dan bersinar!
Ketika Kennedy mau mencoba melawan kehendak the establishment, dia bernasib buruk tahun 1963. Sekarang Trump dengan terang-terangan melawan gerombolan the establishment, berani memang, tetapi situasinya memang sudah banyak berubah dibandingkan tahun tahun 1963 Kennedy yang harus jadi korban, atau tahun 1965 Soekarno di Indonesia, yang harus mengorbankan 3 juta orang. Perubahan jaman tingkat sekarang memang memihak dan membernarkan Trump.
Argumentasi lainnya yang bisa memenangkan Trump ialah adu pengetahuan dengan mengikutkan rakyat banyak soal kebenaran politik nasionalisnya itu, dan yang tidak mungkin dilaksanakan pada era lalu sebelum internet dan media sosial muncul. Cobalah perhatikan di Indonesia belakangan, 'adu pengetahuan' mencari kebenaran soal demo pecah belah atau demo makar 411 dan 212. Pengetahuan publik dan rakyat banyak meningkat drastis dalam diskusi/debat 411 dan 212, dan akhirnya penggerak dan pembiaya gerakan ini mundur teratur, walaupun mungkin untuk sementara mengingat sumber biaya tadi masih tinggi, dari luar maupun dari dalam negeri, terutama dari luar itu tentunya, karena seperti panglima TNI bilang, gerakan pecah belah datang dari luar, dari AS dan Australia menurut panglima. Dari segi logika 'internasionalisme' itu memang pasti betul begitulah adanya, karena sumber pembiayaan bukan hanya dari dalam negeri, terpenting dari luar itu yang duitnya tidak terbatas. Kita masih ingat 1965.
Dalam soal Trump ini kita akan bisa menyaksikan berapa kuat dan berapa lama demo anti Trump akan bertahan di AS. Kalau demo ini satu waktu berhenti, bukanlah karena kurang biaya, tetapi sebab lain, pertimbangan politis dari penciptanya, terutama karena diskusi atau debat argumentatif yang bisa meluas, semakin ilmiah dan masuk akal bagi publik dunia, seperti di Indonesia itu, dengan internet dan medsos sebagai basisnya dan melibatkan jutaan orang. Kebenaran bisa tersiar luas, dan kebenaran kalau sudah tersebar luas kemana-mana, tidak mengenakkan bagi politik yang tidak benar. Buktinya pengacau 411 dan 212 di Indonesia itu.
Walaupun situasi di AS berlainan, terutama dalam hal 'way of thinking' orang Indonesia dengan orang Amerika, tetapi bukan tidak mungkin akan ada perubahan seperti di Indonesia juga (adu pengetahuan dan argumentasi), artinya kekalahan total dipihak pemecah belah pencipta demo tidak bisa disembunyikan lagi, sehingga demo berhenti, tetapi sekali lagi ini bisa bersifat sementara, karena proses hidup dan perpolitikan masih terus dan the establishment AS masih kuat, terutama duitnya.
M U Ginting
Referensi: Guradian.com, cnn.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H