"Loh, lalu bagaiamana bisa mereka jadi seperti ini?" Tanyaku penasaran.
Dia mulai bercerita panjang. Tentang usahanya yang setiap malam datang membangunkan mereka untuk belajar. Sekalipun metode ini kurang tepat, pungkasnya. Sebab, lambat laun mereka mulai menghindarinya. Entah karena alasan apa, tapi intinya mereka tidak betah dengan metode belajar seperti itu.
Suil (panggilan akrab saya terhadap beliau) pun kembali mengintropeksi diri. Memikirkan metode apa yang paling ampuh untuk mengambil hati pemuda-pemuda ini. Mulailah dia melakukan pendekatan emosional dengan mengajaknya untuk berlibur di berbagai tempat sembari menyelipkan sedikit diskusi-diskusi yang menarik.Â
Walhasil, pemuda-pemuda ini pun mulai tertarik dengan berbagai tema yang beliau sampaikan dan berlahir untuk membentuk suatu organisasi yang hari ini kita dikenal dengan PULPEN (pemuda literasi dan perjuangan). Tapi beliau juga menyampaikan bahwa organisasi tersebut tidak akan pernah akan ada dan bisa bertahan sampai hari ini seandainya tidak dibantu oleh kawan lamanya yang juga sangat antuisias membangun pemuda desanya yakni Mahatir, Salim, Samsul dan Andi.
Masih banyak lagi yang beliau ceritakan dan tidak sempat saya rangkum dalam artikel singkat ini. Namun, satu hal yang membuat saya kagum. Karena dengan adanya organisasi PULPEN ini tentunya bisa menjadi batu loncatan untuk membenahi masyarakat perkampungan yang jauh dari ranah keilmuan dan perlahan menjadi masyarakat yang maju.Â
Entah masyarakat yang maju itu terwujud beberapa tahun lagi atau bahkan puluhan tahun lagi, itu bukanlah sesuatu yang penting. Jelasnya, selama Organisasi ini tetap konsisten dengan jalan literasinya dan tetap kokoh memperjuangkannya, maka tentu hasil tidak akan menghianati usaha mereka. Juga, dengan adanya organisasi ini, setidaknya bisa menjadi wadah bagi para pemuda yang haus dengan ilmu untuk menambah dan memperkaya wawasan sehingga menjadi generasi yang gemilang di masa mendatang.Â
Sebab, tak perlu berhijrah ke kota untuk menjadi sosok yang keren. Justru dengan belajar di kampung sendiri dan memiliki wawasan yang luas dan bisa memajukannya, tentu jauh lebih keren dari mereka yang belajar di kota dengan segala kemewahan dan wawasannya. Masyarakat kota tidak menyadari bahwa pemuda-pemuda kampung pun juga bisa bersaing dengan mereka. Itulah yang seharusnya menjadi kebanggaan tersendiri bagi organisasi PULPEN ini.
Hal terkahir yang ingin saya ungkapkan. "Kalian memang keren". Itu juga karena kalian pasti percaya, bahwa majunya suatu daerah sangat bergantung pada wawasan dan kerja keras yang dimilikinya. Dan pemuda adalah jantung yang akan meneruskan keberlangsungan hidup masyarakatnya.
Penulis
Muhammad Idris
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H