Dari contoh kasus tadi, sudah terbayang kemana butir sila kelima Pancasila yang berbunyi "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia". Nilai keadilan itu seolah tersingkirkan. Justru yang terjadi, upaya yang gigih mengemukakan alasan yang tepat, mengapa bantuan cuma menyentuh sebagian. Bukannya mensegerakan bantuan yang bisa dirasakan semua masyarakat yang terdampak.
Bisa jadi karena tidak menerima keadilan itu, masyarakat yang terdampak pandemi covid-19, akan berpaling dari Pancasila sebagai pedoman hidupnya. Mereka jadi liar. Dengan memendam kekecewaan, bukan tidak mungkin mereka bisa menjadi golongan yang sulit diatur. Sulit untuk dipimpin lagi. Cenderung memberi perlawanan.
Jadi jangan heran jika ada yang memberikan penilaian, jika Pancasila hingga sekarang masih sebatas hafalan. Sangat susah untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Nila-nilai Pancasila banyak menghadapi benturan kepentingnan di lapangan.
Sejatinya para Pendiri Bangsa ini sudah sangat cerdas, bagaimana menyiapkan landasan kehidupan masyarakat dengan Pancasila. Semua sudah diatur, mulai dari bagaimana kebebasan dalam menjalankan kehidupan beragama sesuai kepercayaan masing-masing, menyatukan perbedaan dari Sabang sampai Merauke, hingga adanya jaminan warga untuk mendapatkan hak dan kewajibannya.
Namun semuanya kadang cuma ada di atas kertas. Pelaksanaan di lapangan bisa jadi nol besar. Sangat sulit membuktikan adanya jaminan di bidang hukum, pendidikan, politik, agama, hingga ekonomi. Semua jadi bias dan jauh dari nilai-nilai Pancasila.
Menghadapi hal-hal seperti itu dan sebenarnya terlihat jelas serta dirasakan, anehnya tidak ada yang berteriak "Saya Pancasila". (Anwar Effendi)***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H