internet. Karena sudah rutinitas bulanan, saya juga jadi tahu nomor-nomor handphone (HP) yang harus diisi pulsa.
Saya pedagang pulsa. Jadi hafal betul berapa alokasi dana teman-teman kantor dan tetangga untuk pembelian pulsa reguler dan pulsaSelain nomor HP pribadi masing-masing pembeli, saya juga memiliki nomor HP orangtua mereka. Nomor HP istrinya, nomor HP suaminya, dan tentu saja nomor HP anak-anak mereka.
Pembelian pulsa mereka, untuk pribadi, istrinya, suaminya dan orangtuanya, tiap bulannya sangat flat. Biayanya ya segitu-gitu saja. Nah yang beda, biaya pembelian pulsa untuk anak-anak mereka. Nominalnya selalu lebih tinggi.
Mengapa biaya pembelian pulsa untuk anak-anak selalu lebih tinggi? Ini jadi bahasan yang sangat menarik. Saya menangkap, teman kantor dan tetangga rumah, cenderung tidak mengerem pengeluaran uang untuk pembelian pulsa konsumsi anak-anaknya.
Ada istilah, permintaan yang tidak bisa ditolak, yakni ketika anak merajuk minta dibelikan pulsa. Ketika di awal bulan sudah diisi pulsa paket internet, kemudian baru dua minggu si anak minta dibelikan pulsa paket internet lagi, rata-rata orangtua tidak bisa menolak.
Saking tidak bisa mencegah keinginan anaknya, teman-teman kantor kadang menyuruh anak mereka kontak langsung ke nomor saya untuk membeli pulsa. Luar biasa lagi, permintaan pulsa internet dari anak-anak teman kantor, bukan saja jeda waktunya yang sangat pendek. Misalnya, baru seminggu diisi, sudah minta dikirim lagi. Tapi ada gejala yang kira-kira pantas disebut apa ya, kalau minta pulsa internet saat malam sudah larut atau bahkan pada dini hari.
Pernah saya tanyakan kepada teman-teman kantor, mengapa sampai anak-anaknya membeli pulsa internet kepada saya pada malam hari bahkan dini hari? Sudah begitu parahkah, kecanduan anak-anak terhadap HP/gawai hingga tidak mengenal waktu, hanya untuk membeli pulsa internet?
Mau tahu jawaban dari teman-teman kantor saya? "Sudah layani saja kalau anak saya minta pulsa internet. Nanti gampang dibayar," begitu rata-rata jawaban dari teman-teman kantor. Sangat mengejutkan kan?
Sudah permisif
Artinya, sudah tidak ada kontrol lagi dari orangtua terhadap penggunaan gawai anak-anaknya. Ada kecenderungan anak-anaknya dibebaskan mengakses internet lewat gawai yang dimilikinya. Bukan sekadar membebaskan tapi ada rasa mendukung dengan tidak mempermasalahkan biaya yang dikeluarkan untuk membeli pulsa internet.
Selain jawaban yang tidak mempermasalahkan alokasi dana yang cukup besar untuk pembelian pulsa internet, sebagian orangtua kini sudah permisif jika anak-anaknya cuma memanfaatkan gawai untuk sekadar main game online. Ada pergeseran pemikiran dari orangtua, jika dulu merasa khawatir anak-anaknya kecanduan gawai, kini justru merasa aman jika anak-anaknya asyik main game online.
Coba simak penegasan dari teman-teman kantor saya. Menurut mereka, akan mudah mengawasi anak-anaknya bermain game online di gawai, daripada anak-anaknya bermain di luar tanpa kendali. Sebandel-bandelnya anak main game online di rumah, tetap akan punya rasa takut ketika orangtuanya mengingatkan.
Sementara kalau bermain di luar, pengawasannya akan lebih sulit. Orangtua tidak mengetahui anak-anaknya bergaul dengan siapa saja. Aktivitas yang dilakukan pun akan sulit terpantau. Bisa narkoba atau seks bebas. Atau yang lebih parah lagi, terbawa perilaku kriminal.
Sebagian orangtua beranggapan, kemajuan teknologi termasuk dalam gawai, jangan sampai mempersulit kehidupan. Karena pada dasarnya kemajuan teknologi diciptakan untuk mempermudah kehidupan. Dengan bisa bermain game online di gawai, itu artinya mencegah anak-anak keluar bermain di warung internet (warnet). Jadi ada nilai positif dari segala kemajuan teknologi.
Tinggal pengawasan orangtuanya saja yang lebih persuasif. Selain mempertanyakan game online apa saja yang dimainkan, sesekali anak-anak diarahkan menggunakan gawai dan pulsa internet untuk hal-hal produktif. Memang tidak bisa secara instan, menggiring anak-anak apalagi yang masih berusia dini, memanfaatkan gawai untuk hal-hal produktif.
Tapi yang penting, menumbuhkan kecintaan terlebih dahulu terhadap kemajuan teknologi. Jangan sampai anak generasi milenial akhirnya gagap teknologi (gaptek). Dari semula hanya menyukai game online, bukan tidak mungkin akan mencintai fotografi atau konten video, lewat gawai yang dimilikinya.
Sudah banyak bukti, anak-anak yang masih berusia muda, mampu melakukan hobi fotografi dan pembuatan konten video dan menghasilkan. Nah untuk hal ini, orangtua harus mau memberikan contoh. Jangan sampai terbalik, gara-gara mendukung hobi anaknya, orangtua malah ikut terbawa kencanduan main game online! (Anwar Effendi)***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H