Usai salat bisa langsung menggelar buka puasa bareng. Atau yang ingin buka puasa secara mandiri, banyak pilihan warung makan yang ada di sekitar alun-alun Kota Bandung. Namun, senasib dengan alun-alun Kota Bandung sebagai tempat ngabuburit, Masjid Raya Bandung pun sepi dari aktivitas.
Padahal, sebelum PSBB diberlakukan, Masjid Raya Bandung pun sangat ramai dengan kunjungan jemaah. Bukan hanya mereka yang ingin melaksanakan salat atau itikaf, tapi juga wisatawan yang penasaran ingin naik ke Menara Masjid Raya Bandung.
Pada Bulan Ramadan tahun-tahun sebelumnya, warga yang berminat ingin naik ke atas Menara Masjid Raya Bandung, jumlahnya selalu membeludak. Mereka harus sabar mengantre menunggu giliran. Dari ketinggian Menara Masjid Raya Bandung, warga bisa menikmati pemandangan luasnya Kota Kembang.
Penggemar olah raga sejati pun, saat ini tidak bisa berkunjung ke alun-alun Kota Bandung. Di pinggiran alun-alun yang dijadikan tempat bermain, memang tersedia peralatan untuk berolah raga. Sekarang alat-alat olah raga itu lebih banyak menanggurnya.
Mereka yang biasa memanfaatkan olah raga itu, merupakan anak-anak muda yang ingin memperbaiki bentuk tubuh. Atau sekadar mengencangkan otot-otot agar terlihat indah. Tidak jauh beda dengan kegiatan yang ada dalam gedung gym. Sekarang alat-alat olah raga itu, hanya berteman dengan dingin dan panas.
Demikian juga dengan sarana gedung perpustakaan yang masih berada di kawasan alun-alun Kota Bandung. Gedung tersebut tidak menampakan aktivitas. Pintunya lebih banyak terkunci. Tidak terlihat orang membaca buku untuk ngabuburit.
Lucunya lagi, suasana sepi itu dimanfaatkan seorang tuna wisma untuk tidur di depan pintu masuk perpustakaan. Saking sepinya suasana, tuna wisma pun bisa tidur dengan nyenyak walau hari sudah siang. Seolah yang bersangkutan menjadi penguasa tunggal di tempat tersebut.
Oh alun-alun Kota Bandung nasibmu kini. (Anwar Effendi)***