Mohon tunggu...
Anwar Effendi
Anwar Effendi Mohon Tunggu... Jurnalis - Mencari ujung langit

Sepi bukan berarti mati

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Jalan Kaki Melintasi Sawah, Sungai, hingga Kuburan

10 Mei 2020   10:42 Diperbarui: 10 Mei 2020   10:50 1360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Air aliran Sungai Cipamokolan tidak deras. (foto: dok. pribadi)

Pintu-pintu rumah masih tertutup. Sebagian besar penghuninya mungkin tertidur pulas. Wajar, pagi tadi Minggu 10 Mei 2020, belum banyak aktivitas warga. Bisa jadi mereka kecapaian habis melaksanakan makan sahur.

Tidak demikian saya dan istri. Seperti hari-hari biasa, usai melaksanakan shalat Shubuh langsung bersiap diri. Mengenakan baju olah raga, memasangkan sepatu di kaki, siap-siap melaksanakan olah raga jalan kaki. Olah raga tetap jalan, walau sedang berpuasa.

Sudah siap dengan sepatu olah raga. (foto: dok. pribadi)
Sudah siap dengan sepatu olah raga. (foto: dok. pribadi)

Sudah rutin setiap pagi, berjalan dengan durasi 60 menit. Rutenya suka-suka saja, dengan maksud agar tidak bosan melintas jalan itu-itu melulu. Sering bertemu warga lainnya, yang memiliki hobi jalan kaki. Ada anak remaja, orang tua, bahkan tidak jarang yang lansia (lanjut usia).

Tadi padi embun masih terasa mengiringi kami keluar rumah. Suasananya memang agak beda dari hari biasa. Keluar dari jalan perumahan, kami terpaksa membuka pintu gerbang yang masih digembok. Ini efek dari kebijakan diam di rumah saja masih berlaku. Tapi bagi kami, olah raga jalan kaki tetap dilaksanakan, virus corona jangan sampai mengganggu.

Ada sedikit perubahan dari agenda jalan kaki di pagi hari ini. Biasanya hari Minggu agenda jalan kaki, dari rumah menuju Jalan Soekarno-Hatta. Lokasi yang menjadi tujuan utama, parkiran pusat perbelanjaan Lotte Mart. Sesampainya di sana, dilanjutkan dengan olah raga senam massal.

Jalan perumahan masih sepi aktivitas warga. (foto: dok. pribadi)
Jalan perumahan masih sepi aktivitas warga. (foto: dok. pribadi)
Namun kegiatan senam massal sudah dua bulan ditiadakan. Selama musim pandemi covid-19, semua kegiatan yang bisa mengumpulkan massa terpaksa diliburkan. Sempat ada yang memaksa, cuma jumlah hitungan jari tangan, untuk melakukan senam, langsung didatangi aparat keamanan dan dibubarkan.

Bukan hanya saya dan istri saja yang kecewa. Semua anggota komunitas senam jadi merana tidak bisa melakukan gerak badan. Bagi yang terbiasa rutin senam, serasa tubuh jadi tidak nyaman. Sebagian di antara mereka, ada yang melakukan senam sendiri di rumah. Biar tubuh tetap terjaga prima di samping jadi selalu ingat gerakan senam.

Terpaksa membuka pintu gerbang yang masih digembok. (foto: dok. pribadi)
Terpaksa membuka pintu gerbang yang masih digembok. (foto: dok. pribadi)

Karena tujuan lokasi jalan kaki berubah tidak ke halaman parkir Lotte Mart di Jalan Soekarno-Hatta, saya dan istri menggunakan jalur lainnya yang biasa juga dilewati. Jalurnya memang mengasyikan, tidak terlalu monoton. Selain itu, udara di jalur yang dilewati, masih terbebas dari polusi.

Kami mengawali dengan menyusuri jalur jalan kaki yang bisa menikmati hamparan sawah. Biasanya di pagi hari sudah ada buruh sawah, yang menjaga pagi dari serangan hama. 

Kondisi pohon padi saat ini sudah mengeluarkan bulir, dan sebagian mulai menguning. Ini rentan dari serangan hama burung. Tapi entah mengapa, tadi pagi tidak terlihat buruh penjaga sawah. Sehingga burung-burung bebas hinggap di ujung-ujung batang padi tanpa ada bunyi yang mengusir.

Melintasi hamparan sawah. (foto: dok. pribadi)
Melintasi hamparan sawah. (foto: dok. pribadi)
Usai melewati hamparan sawah, kami memilih jalur di sisi sungai. Jalur ini sebenarnya jalur alternatif warga dari Jalan Ciwastra menuju Jalan Soekarno-Hatta. Biar pagi hari biasanya sudah banyak yang lalu lalang, karena dengan melintas jalur alternatif ini, pengendara bisa menghemat waktu dan tidak terjebak kemacetan.

Cuma tadi pagi tetap sepi. Tak terlihat kendaraan yang mengantar ibu-ibu ke pasar. Juga tidak terlihat anak-anak yang tergesa-gesa ke sekolah, karena selain hari Minggu, aktivitas mereka juga sudah sebulan lebih diliburkan. Sementara, aliran air sungai tidak begitu deras. Permukaan air di Sungai Cipamokolan justru sangat rendah, mungkin di daerah hulu tidak turun hujan.

Air aliran Sungai Cipamokolan tidak deras. (foto: dok. pribadi)
Air aliran Sungai Cipamokolan tidak deras. (foto: dok. pribadi)
Rute berikutnya melewati perkebunan liar yang dikelola warga. Disebut liar karena itu sebenarnya merupakan tanah timbuh yang berada di pinggir sungai. Banyak pepohonan di sana. Semuanya hasil tanam warga. Ada pohon pisang, pepaya, jagung, kacang panjang, ubi jalar, hingga ketela pohon (singkong.) Semua tumbuh subur, karena tanah timbul di sungai cocok untuk media tanam.

Melewati kebun liar itu, merupakan setengah dari perjalanan olah raga jalan kaki yang biasa rutin dilakukan setiap pagi. Lokasi yang berikutnya yang akan dilewati sedikit agak menyeramkan. Namun karena kami sudah terbiasa, jadi tidak merasakan apa-apa.

Sisi jalan banyak tumbuhan di kebun warga. (foto: dok. pribadi)
Sisi jalan banyak tumbuhan di kebun warga. (foto: dok. pribadi)
Ya, disebut menyeramkan karena kami melintasi area perkuburan. Di wilayah belakang perumahan yang kami tinggali ada Tempat Pemakaman Umum (TPU) Rancacili. Walau lokasi itu tempat menguburkan jenazah, bagi kami tidak terasa menakutkan. Justru lokasi itu menyenangkan, karena terlihat indah dalam penataan. Banyak juga pepohonan di sana.

Lepas dari area perkuburan, kami melewati Ruman Susun Sewa (Rusunawa) Rancacili. Beberapa blok rusunawa itu sudah penuh dengan penguni. Di lokasi yang sama ada Pusat Kesehatan dan Sosial (Puskesos). Namun di beberapa blok lainnya, rusunawa justru mangkrak pembangunannya. Jadi pemandangan yang kumuh, juga bisa menyerampkan karena tak terurus.

Beberapa blok di Rusunawa Rancacili tanpa penghuni. (foto: dok. pribadi)
Beberapa blok di Rusunawa Rancacili tanpa penghuni. (foto: dok. pribadi)

Akhirnya kami sampai juga di tujuan utama jalan kaki. Jalan Raya Ciwastra saat itu masih terlihat sepi. Biasanya di pagi hari sudah terjadi kemacetan karena banyak orang yang hendak belanja ke Pasar Ciwastra. Jalan Ciwastra juga menjadi area pusat pendidikan karena banyak sekolah dibangun di sana.

Kali ini, kendaraan yang melintas di Jalan Ciwastra tidak begitu banyak. Jalanan cenderung terlihat lengang. Kondisi itu tentunya sangat menyenangkan pagi penggemar olah raga jalan kaki. Karena polusi kendaraan belum banyak mengganggu udara yang segar di pagi hari. Oh nikmatnya, hari ini masih bisa jalan kaki. (Anwar Effendi)***

Jalan Raya Ciwastra yang biasa macet terlihat lengang. (foto: dok. pribadi)
Jalan Raya Ciwastra yang biasa macet terlihat lengang. (foto: dok. pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun