Seisi penumpang perahu motor serasa copot jantungnya. Semua terdiam. Tiba-tiba hening. Padahal beberapa menit sebelumnya, mereka ceria. Bersenda gurau. Tidak ketinggalan jeprat-jepret selfie dengan kamera handphone.
Peristiwa itu terjadi ketika perahu motor yang mengangkut tujuh penumpang berhenti sementara di tengah Waduk Jatigede, Kabupaten Sumedang.
Saat itu pengemudi perahu bercerita dengan wajah dingin. Bahwa di lokasi berhentinya perahu, tepat di bawahnya, merupakan kuburan tempat pemakaman umum (TPU). Pemakaman itu sudah tidak terlihat lagi, tergenang air Waduk Jatigede. Jenazah yang belum sempat direlokasi jumlahnya cukup banyak.
Dag dig dug duuuaaarr. Semua kaget. Di awal perjalanan, Mang Adang pembawa perahu motor tidak bercerita apa-apa. Dia cuma menunjuk-nunjuk pohon-pohon yang semula menjulang tinggi cuma kelihatan puncaknya saja. Bekas pohon kelapa juga, menyisakan ujung, padahal bisa kebayang bagaimana tingginya pohon kelapa.
Kita yang naik perahu motor asyik-asyik saja melihat pemandangan yang cukup unik. Pohon-pohon tinggi jadi tenggelam. Sempat mendengar juga ada permukiman penduduk yang ditenggelamkan. Tapi siapa sangka, perjalanan perahu motor itu, akan melintasi tempat pemakaman umum juga.
Dua dari tujuh penumpang perahu motor itu adalah perempuan. Kontan saja wajahnya pucat setelah mendengar cerita Mang Adang. Apalagi setelah Mang Adang melanjutkan cerita, masih banyak pemakaman umum lainnya yang ikut tergenang kedalaman air Waduk Jatigede. Walau begitu, menurut dia belum ada kejadian-kejadian aneh, akibat tergenangnya sejumlah tempat pemakaman umum.
"Belum ada tuh kejadian aneh. Selama mengoperasikan perahu ini juga, belum pernah melihat hal-hal yang menakutkan. Kalau cuma cerita saja sih banyak, cuma mamang belum pernah mengalami sendiri. Kalau cerita suka banyak yang nambah-nambahih," kata Mang Adang sedikit menenangkan.
Karena ada rasa cemas, rombongan yang naik perahu motor itu, meminta Mang Adang melanjutkan perjalanan. Mang Adang pun sempat menawarkan, bagaimana kalau perjalanan dilanjutkan ke arah bangunan bendungan. Cuma ada biaya tambahan lagi.
Kalau ongkos keliling di awal perjalanan tadi, masing-masing penumpang dikenakaan tarif Rp 10.000,00. Nah kalau melanjutkan perjalanan ke arah bangunan bendungan yang mendekati wilayah Majalengka, Mang Adang minta biaya Rp 50.000,00 per orang.
Karena kita sudah kalut denga cerita yang menyeramkan tadi, kita menolak penawaran Mang Adang untuk melanjutkan perjalanan lebih jauh. Sebaliknya kita serasa ingin buru-buru kembali ke tepi Waduk Jatigede mengakhiri perjalanan.
"Serem juga ceritanya. Ternyata perahu kita berada di atas kuburan. Kenapa juga Mang Adang harus menceritakan ini. Perjalanan asyik ini jadinya terganggu," bisik-bisik Ibu Santi kepada suaminya, Iwan.
Owh ya, rombongan kita dari Bandung tiba di Waduk Jatigede, sebenarnya salah masuk pintu utama. Waduk Jatigede bisa dikunjungi dari beberapa titik lokasi.
Kita yang dari Bandung setelah melewati kawasan kota Sumedang, melewati bunderan dan ambil belok kanan. Jalan itu sesuai penunjuk jalan bisa mencapai Wado. Kita yang menggunakan motor menyusuri Jalan Raya Situraja-Wado.
Setelah melihat ada rambu yang menunjukan arah Waduk Jatigede, kita ambil belok kiri memasuki kawasan Desa Karangpakuan Kecamatan Darmaraja. Dengan mengambil jalan tersebut, memang bisa sampai ke Waduk Jatigede. Cuma titik masuk itu, sebenarnya tidak diharapkan. Jika masuk dari Desa Karangpakuan kita sampai ke tepi Waduk Jatigede tanpa dikenakan tiket.
Jalan yang dilintasi motor dan mobil akan buntu dan langsung dihadapkan dengan air Waduk Jatigede. Di sana berdiri beberapa warung dan tempat istirahat. Ada beberapa penyewaan perahu yang bisa mengantarkan wisatawan ke tengah Waduk Jatigede. Hanya lokasi itu kurang tertata secara optimal sebagai objek wisata
Dari tepian Waduk Jatigede itu, kita juga bisa melihat beberapa rumah penduduk yang sudah kosong atau ditinggalkan penghuninya. Mungkin pemiliknya sudah tahu, lokasi yang didiaminya selama ini juga akan ikut tergenang.
Wisatwan yang beristirahat seusai naik perahu motor keliling Waduk Jatigede, bisa menikmati beberapa kuliner murah meriah yang dijajakan di sejumlah warung. Cuma yang paling enak, mungkin ulen (ketan) yang digoreng dadakan. Tidak hanya mengenyangkan, tapi juga rasanya gurih.(Anwar Effendi)***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H