"Besok masih boleh jualan nggak ya?" begitu kalimat pendek keluar dari mulut Teh Irma, Selasa 21 April 2020.
Teh Irma yang selama ini jualan surabi (serabi) di halaman Masjid Baiturrahim, Kompleks Riung Bandung, sempat mendengar informasi bahwa hari ini Rabu 22 April 2020, tidak boleh lagi ada aktivitas berjualan yang bisa mendatangkan kerumanan orang.
Nyatanya betul, ada pengawasan dari anggota satuan polisi pamong praja (Satpol PP), yang siap membubarkan setiap terjadi kerumanan massa.
Warung-warung yang menyediakan sembilan bahan pokok (sembako) saja mulai sadar diri dengan tidak melayani pembeli. Sementara yang masih buka, memperketat antrean pembeli, dengan memasang pembatas tali rafia.
"Mohon maaf ya, ibu-ibu yang mau belanja, jangan berdesak-desakan. Harus menjaga jarak. Kalau masih terlihat berkerumun, saya ditegur sama Satpol PP," ujar Ibu Mety yang masih membuka warung sayurannya.
Sementara Teh Irma yang dikenal sebagai penjual Surabi Baraya, hari ini memilih untuk tidak berjualan. Dia kemarin masih ragu, antara terus melayani pembeli, atau diam di rumah saja.
Setali tiga uang, Kang Egi selaku suaminya Teh Irma, yang selama ini menjual bubur ayam keliling, akhirnya tidak melakukan aktivitas mencari nafkah. Kang Egi, justru lebih dulu tidak berjualan, mengingat sejumlah jalan di perumahan digembok.
"Percuma juga membuat bubur, mau dijual kemana? Sekarang sudah banyak jalan yang ditutup. Saya tidak bisa keliling. Entah sampai kapan kondisi seperti ini. Cari nafkah jadi semakin sulit," tutur Kang Egi.
Kang Egi dan Teh Irma, memang mengandalkan jualan bubur dan surabi untuk membiayai kehidupan sehari-harinya. Mereka berdua dikenal sebagai penjual Bubur dan Surabi Baraya.
Jika Kang Egi berjualan sambil keliling dari rumah ke rumah, sementara Teh Irma melayani pembeli surabi dengan mangkal di halaman masjid.
Dengan tidak berjualan, praktis mereka tidak lagi mendapatkan pemasukan. Di sisi lain, mereka butuh uang untuk biaya hidup. Kalaupun mereka punya simpanan, mungkin tidak banyak yang dimiliki. Sebagai masyarakat yang masuk kalangan bawah, wajar jika mereka khawatir kondisi semacam ini berkepanjangan.
Yang membuat prihatin lagi, kondisi Teh Irma sekarang sedang hamil. Usia janin yang dikandungnya sudah masuk bulan ke-6. Untuk persiapan proses persalinan jelas membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Lantas bagaimana mereka menyiapkannya, sedangkan usaha yang kini sedang dirintisnya, terhenti sementara akibat belum meredanya wabah virus corona.
Sebenarnya, baik bubur maupun surabi Baraya selama ini sudah banyak penggemarnya. Kang Egi masih melayani pembeli bubur dengan harga Rp 5.000,00 untuk satu porsinya. Sedangkan surabi Baraya buatan Teh Irma dijual Rp 2.000,00 per biji.
Untuk surabi, Teh Irma menyiapkan berbagai toping. Jadi selain surabi polos ada juga surabi yang ditaburi oncom pedas (lada). Tingkat kepedasannya mulai level 1 sampai 5. Ada juga surabi telur, surabi yang ditaburi cengek. Bagi yang tidak menyukai pedas, bisa memilih surabi manis (kinca).
Namun, mulai hari ini, penggemar Surabi Baraya tidak bisa menemui Teh Irma di pangkalannya. Dia mungkin sedang melamun di rumahnya. Memikirkan bagaimana mendapatkan uang untuk proses persalinannya nanti.
Owh, wabah virus corona kapankah berakhir?
(Anwar Effendi)***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H