Ada kegiatan rutin di jalan raya yang kita jumpai menjelang Bulan Ramadhan hingga hari raya Idul Fitri. Pertama banyak ditemui bangunan-bangunan semi permanen di sisi jalan, sebagai pos polisi menjalankan operasi simpatik. Kedua jalan-jalan yang berlubang banyak yang ditambal. Terakhir, ada pembenahan markah-markah jalan mendadak jadi baru.
Saat ini sudah mulai adanya pemasangan rambu lalu lintas yang baru. Ada juga penunjuk jalan menuju arah kota-kota tertentu. Kegiatan lainnya yang rutin dilaksanakan, pengecatan median jalan dan sisi trotoar. Pengecatan median jalan dianggap penting mengingat, bakal meningkatnya pengguna jalan, menjelang musim mudik setiap tahunnya.
Dengan dicatnya median jalan, pengemudi atau pemudik yang mau pulang merasa mendapat panduan, selalu berada di posisi jalan yang benar. Warna cat yang baru pastinya akan lebih terang dan mudah dilihat. Sehingga pengemudi tahu batas-batas jalan dan terhindar dari arah yang melenceng.
Tapi siapakah yang mau mengingat, jasa para pengecat markah jalan? Siapakah pengendara/pengguna jalan raya yang mau peduli, kepada buruh dengan upah borongan itu? Siapa juga yang mau tahu, bagaimana capeknya menahan terik matahari di tengah jalan,
Adalah Usin, Atang, Hendi, dan Jubaedi dari sekian banyak buruh serabutan yang kini sedang dikejar waktu untuk menyelesaikan proyek pengecatan median/markah jalan nasional Soekarno-Hatta yang ada di Bandung. Sejak awal April 2020 mereka menyisir Jalan Soekarno-Hatta, untuk mengecat median dan sisi trotoar, biar terlihat jelas oleh pengemudi.
Sebenarnya pengecatan median jalan, tidak hanya menjelang berlangsungnya musim mudik saja. Cuma yang sudah bisa dipastikan, menjelang musim mudik, semua infrastruktur jalan mendapat pembenahan dengan harapan yang pulang kampung bisa nyaman dan aman selama perjalanan.
Seperti diungkapkan Atang, kalau pengecatan median jalan (pembatas) dan bagian sisi trotoar sudah rutin dilakukan sebelum Bulan Ramadhan. Jadi pas Bulan Ramadhan proyek pengecatan sudah selesai. Ini untuk mengantisipasi, pemudik yang mengambil pulang duluan dan melaksanakan ibadah puasa di kampung halaman.
"Biasanya seminggu lagi mau Lebaran, sudah banyak pemudik yang pulang kampung. Makanya pengecatan markah jalan ditarget sudah selesai sebelum Bulan Ramadhan. Atau meleset-melesetnya, masuk seminggu Ramadhan sudah selesai semua," ucapnya.
Usin yang sering terpakai tenaganya kalau ada proyek pengecatan markah jalan menambahkan, tahun ini cuaca kurang mendukung untuk proyek pengecatan markah jalan. Wilayah Bandung sering turun hujan. Jadi pengecatan markah jalan sering dihentikan sementara. Jadi ada waktu yang terbuang, tapi tetap yakin bisa selesai sesuai target.
"Kita biasanya bekerja mulai pagi. Pagi sinar mataharinya cukup bagus. Cuma menjelang sore sering turun hujan. Itu sangat mengganggu. Untuk proyek pengecatan sangat membutuhkan cuaca yang panas dengan harapan cepat kering dan markah jalan yang dicat bisa jadi lebih panjang," tutur Usin.
Soal bekerja di bawah terik matahari di tengah jalan raya, baik Usin, Atang, Hendi dan Jubaedi mengaku sudah terbiasa. Alat pengaman yang mereka gunakan juga cukup sederhana. Cuma mengenakan rompi dengan warna yang mencolok, agar terlihat oleh pengguna jalan raya. Sementara untuk pelindung kepala dari sengatan matahari, mereka hanya mengenakan topi. Atau jaket yang ada kupluknya yang langsung diteruskan ke kepala.
"Kami mah sudah biasa kerja panas-panasan begini. Justru berharap cuaca tetap panas dan jangan turun hujan. Kalau turun hujan, kami tidak bisa melanjutkan pengerjaan. Harus berhenti dulu. Nanti waktunya lama lagi," ucap Hendi.(Anwar Effendi)***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H