Mohon tunggu...
Anwar Effendi
Anwar Effendi Mohon Tunggu... Jurnalis - Mencari ujung langit

Sepi bukan berarti mati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seberapa Bandelkah Kita? Mau Kalau Didoain Jadi Miskin 7 Turunan?

10 April 2020   09:28 Diperbarui: 10 April 2020   09:33 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mau miskin seumur hidup?

Sebandel apa sih masyarakat Indonesia? Kayanya masyarakat Indonesia paling doyan melanggar aturan deh. Naik motor, masih ada yang nggak pakai helm. Disuruh diam di rumah, malah kumpul-kumpul malam hari di tempat nongkrong.

Mau contoh lain, di perempatan jalan, lampu pengatur jalan sudah berwarna merah, kendaraan tetap melaju. Kalaupun berhenti, melebihi batas zebra cross. 

Ada yang lebih menantang bahaya lagi, pintu perlintasan kereta api yang sudah ditutup, banyak yang nekat menerobosnya. Itu sangat berisiko dan sangat dekat dengan maut.

Sepertinya susah banget mendisiplinkan sebagian masyarakat Indonesia. Tidak heran akhirnya muncul peringatan-peringatan yang cenderung ekstrim biar masyarakat Indonesia jadi penurut. Itu terjadi karena cara-cara persuasif yang digunakan selama ini, seolah tidak mempan.

Bayangkan saja, agar masyarakat diam di rumah dan tidak keluar ke tempat keramaian, akhirnya dihadirkan sejumlah "pocong" berjaga di beberapa lokasi. Keberadaan "pocong" itu dimaksudkan untuk menakut-nakuti warga agar nurut terhadap anjuran pemerintah. Sosialisasi dan edukasi, yang sebelumnya dilakukan, bagai air di daun talas. Masuk telinga kanan keluar telinga kiri.

Sebegitu parahkah masyarakat Indonesia dalam melanggar peraturan? Sering terdengar dalam percakapan, bahwa peraturan yang dibuat hanya untuk dilanggar. Baru setelah ditakut-takuti, nyali melanggar masyarakat Indonesia jadi turun.

Mau miskin 7 turunan.
Mau miskin 7 turunan.

Tapi sampai kapankah hal itu terus terjadi? Haruskah masyarakat Indonesia lebih dulu ditakut-takuti kemudian jadi disiplin. Kadang yang harus jadi panutan pun sering bertindak konyol. 

Contoh terbaru ada seorang anggota DPRD yang notabene figur pilihan ternyata mengabaikan anjuran physical distancing. Dengan mudah keluar kata-kata yang tidak pantas, semisal akan memakan virus corona.

Tradisi melanggar itu, secara tidak langsung berlanjut turun temurun. Menjadi budaya yang bisa diterima dan disepakati bersama. Bagaimana akan menjadi maju, jika aturan-aturan  yang kecil saja, yang sebenarnya bisa dilakukan justru diabaikan.

Pernahkah merasa buang puntung rokok sembarangan? Pernahkah merasa buang plastik kemasan makanan asal saja? Jangan-jangan kita pernah melakukannya. Dari hal yang kecil itu, kita jadi tidak aneh ada tumpukan-tumpukan sampah bukan pada tempatnya. Itu padahal salah besar.

Yang terjadi kemudian, kalimat semacam "Kebersihan Sebagian Daripada Iman" tidak akan dianggap. Peringatan "Membuang Sampah di Tempat Ini Akan Didenda Rp 500.000,00" akan dicuekin saja. Bahkan ada yang menertawakan pesan bernada "Yang Membuang Sampah di Sini, Anjing". Susah banget ya. Karena memang sebagian masyarakat Indonesia memiliki gen bandel.

Bagaimana kalau masyarakat Indonesia ditakut-takuti lagi agar disiplin dalam membuang sampah. Praktik ini perlu dicoba nih. Siapa tahu masyarakat Indonesia jadi penurut dan tidak buang sampah sembarangan.

Dibuatlah kalimat-kalimat peringatan yang lebih seram dengan maksud pembuang sampah sembarangan jadi takut. Tidak mengulang lagi perbuatannya. Sadar ke jalan yang benar, mulai membuang sampah pada tempat yang disediakan.

Masih ada sampah menumpuk di pinggir jalan.
Masih ada sampah menumpuk di pinggir jalan.

Seperti yang dilakukan pemerintah Kecamatan Rancasari Kota Bandung dengan memasang rambu peringan  dengan kalimat, "Pembuang Sampah di Lokasi Ini Terekam CCTV, Dicatat Malaikat dan Akan Dihukum Allah". 

Di lokasi lain tertulis rambu peringatan "Yaa Allah, Aku Rela Miskin Seumur Hidupku Jika Membuang Sampah Sembarangan Di Sini, Aamiin". 

Biar tambah menakuti masyarakat pembuang sampah sembarangan dipasang pelang "Ya Allah Aku Rela Miskin 7 Turunan Kalau Buang Sampah Di Sepanjang Jalan Ini".

Munculnya peringatan-peringatan dengan kalimat yang cukup menyeramkan itu, karena masih banyak masyarakat yang bandel membuang sampah sembarangan. Padahal sudah disediakan lokasi sebagai tempat pembuangan sementara (TPS) sampah di masing-masing wilayah RW. Cuma tetap saja ada sampah berserekan dan menumpuk di pinggir jalan.

Bahkan pernah dibentuk tim mata-mata untuk menangkap pelaku pembuang sampah sembarangan. Namun tidak menemukan hasil, para pembuang sampah sembarangan lolos dari jebakan. Tidak pernah terbekuk. Mereka seperti tahu bagaimana kerja tim mata-mata. Saat tim mata-mata dianggap lengah, pembuang sampah sembarangan kembali mengulang perbuatan bandelnya.

Gen bandel orang Indonesia memang kuat!!!(Anwar Effendi)***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun